Hukum Lamaran dan Melanjutkan Ke Pernikahan

Date:

Assalamu’alaikum
Pertanyaan saya apabila pihak perempuan membatalkan pertunangan secara sepihak kemudian si wanita tersebut ingin meminta kembali hubungan mereka dilanjutkan apakah masih harus kembali melakukan proses lamaran ulang atau bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan tanpa harus melamar terlebih dahulu kembali?
Mala – Kendari

Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Hayyakillah ukhti.

Pertunangan dalam KBBI artinya bersepakat (biasanya diumumkan secara resmi atau dinyatakan di hadapan orang banyak) akan menjadi suami istri. Di negeri kita, proses ini adalah mukadimah kesepakatan sebelum menikah.

Dalam syariat Islam, proses tersebut mirip dengan proses Khitbah (lamaran), dan proses ini diisyaratkan di dalam beberapa hadits Nabi, di antaranya:

عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: خَطَبْتُ امْرَأَةً، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا؟” قُلْتُ: لَا قَالَ: ” فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
Artinya: “Dari Mughirah bin Syu’bah, beliau mengatakan: Saya telah meminang seorang wanita, maka Rasulullah shallallahu alaih wa sallam mengatakan kepadaku: “Apakah engkau telah melihatnya (wanita yang engkau pinang)?” Mughirah menjawab: “Belum”
Maka Rasulullah bersabda: “Lihatlah wanita yang engkau pinang itu, sesungguhnya (melihat wanita yang dipinang) menjadikan pernikahan lebih langgeng.” (HR Ahmad dll)

Dalam hadits Jabir, Rasulullah bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ
Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian hendak meminang seorang wanita, maka jika dia dapat melihat sesuatu yang menarik minatnya untuk menikahinya, maka hendaknya ia melakukannya.” (HR Ahmad dll).

Substansi dari khitbah adalah meminta wanita untuk dijadikan istri. [Asy-Syarhul Mumti’ 12/23].

Hukum asal dari proses ini berkisar antara mubah dan sunnah, meskipun sebagian ulama lebih menguatkan bahwa hukumnya adalah sunnah, sebab khitbah adalah sarana menuju sesuatu yang sunnah (yaitu pernikahan) dan hukum sarana identik dengan hukum tujuan.

Di antara hikmah dari pensyariatan khitbah, adalah:

1- Proses khitbah (jika sang wanita sepakat) adalah “pagar pertama” bagi wanita, bahwa ia sudah ditentukan calon “pemiliknya”, dan tidak boleh bagi laki-laki lain untuk “mengganggunya”, Rasulullah bersabda:

لَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
Artinya: “Tidak boleh seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, sampai mereka menikah atau ditinggalkan (gagal menikah). (HR Bukhari & Muslim).

2- Sebagai sarana untuk memantapkan azam dan tekad menikah. Olehnya itu, sebelum proses ini, ada anjuran untuk “nadzhar” atau melihat wanita yang hendak dinikahinya, atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dianggap penting bagi langgengnya pernikahan, agar tidak terjadi penyesalan setelah menikah, dengan catatan besar; harus ditemani oleh pihak ketiga atau keluarga dari wanita tersebut.

3- Sebagai sarana untuk mendiskusikan tentang masalah pernikahan; waktunya, maharnya dsb, tentunya dengan ditemani oleh mahram atau walinya.

Perlu diketahui, bahwa khitbah tidak memiliki konsekuensi apa pun kecuali haramnya sang wanita untuk dikhitbah oleh pihak lain, selain itu tidak ada. Sehingga sang wanita masih berstatus “asing” secara syar’i bagi lelaki yang meminangnya, dan tidak boleh (ketika dalam proses ini) “berkhalwat” alias berdua-duaan, dengan dalih dan alasan apa pun. Dan jika ingin lebih mengenal sang calon atau membicarakan masalah pernikahan dan pernik-perniknya, maka seyogyanya dilakukan sesuai dengan koridor syar’i, seperti yang kami isyaratkan.

Dianjurkan untuk tidak berlama-lama dalam proses ini, bahkan sebaiknya cepat menentukan waktu pernikahan jika tekad sudah mantap dan membulat untuk menikah, apalagi jika sudah ditambah dengan shalat Istikharah, sebab tidaklah elok kebaikan ditunda-tunda, dan yang lebih krusial lagi; sebab setan dan jin bergentayangan di sekelilingnya.

Setelah pembahasan ini, maka boleh bagi Anda untuk melangsungkan pernikahan dengan tanpa proses pertunangan lagi, tentunya setelah persetujuan wali Anda dan pihak laki-laki. Namun, alangkah baiknya bila pihak laki-laki perlu melakukan lamaran ulang demi untuk memantapkan diri setelah terputusnya “ikatan” lamaran pertama.

Di akhir dari jawaban kami, permohonan maaf kami haturkan atas panjangnya jawaban kami, namun tujuan kami dengan jawaban ini untuk meluruskan pemahaman para pemuda, pemudi dan para orang tua tentang substansi khitbah, sebab fenomena yang ada di negeri kita adalah seakan proses lamaran atau khitbah merupakan pintu bagi para pasangan untuk berinteraksi secara luas dan bebas. Padahal tidak demikian!

Seuntai doa kami panjatkan, semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugerahkan kepada Anda suami yang saleh dan berakhlak mulia kepada keluarganya, serta mapan dalam ekonominya, serta dianugerahi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, Amiiin.
Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ust. Lukman Hakim, Lc, M.A
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Tutup Mukernas XVII Wahdah Islamiyah, Ustaz Zaitun Rasmin: Terima Kasih Bapak Prabowo Kami Doakan Bapak Sehat Selalu

MAKASSAR, wahdah.or.id - Mukernas ke-XVII Wahdah Islamiyah yang digelar...

Pendidikan Karakter Membangun Generasi Emas 2045: Komitmen Wahdah Islamiyah Mendukung Program Mendikdasmen RI

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik...

Ketua Komisi 7 DPR-RI Ajak Wahdah Islamiyah Aktif di Politik untuk Kesejahteraan Umat

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Komisi & Dewan Perwakilan Rakyat...

Wahdah Islamiyah Perluas Jangkauan Dakwah di 253 Daerah Indonesia dan 5 Negara Di Dunia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah, organisasi dakwah yang terus...