Bismillaah…
Hendaknya diketahui terlebih dahulu bahwa hukum membuat patung adalah haram sesuai kesepakatan para ulama, dengan banyak dalil dan beberapa alasan (lihat dalil dan alasannya setelah ini). Adapun hukum melukis gambar makhluk bernyawa dengan tangan, maka para ulama dari zaman salaf hingga kini telah berbeda pendapat dalam masalah ini, namun yang benar adalah keharaman hal ini dengan keumuman dalil larangan melukis gambar makhluk bernyawa. Dalil dan alasan hal ini adalah:
Pertama:
Bahwa para Malaikat tidak memasuki tempat yang terdapat patung/gambar lukisan makhluk hidup padanya. Sebagaimana dalam hadis:
لا تدخل الملائكة بيتا فيه كلب، ولا صورة تماثيل
Artinya: “Para malaikat tidak akan masuk pada rumah yang didalamnya ada anjing, dan gambar/patung makhluk bernyawa”. (HR Bukhari: 3225 dan Muslim: 2106).
Dan tempat yang tidak dimasuki para Malaikat adalah tempat yang tidak ada curahan rahmat didalamnya, juga pasti akan dihuni oleh para syaithan. Sebab itu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat membenci dan tidak mau untuk masuk rumah yang ada patung makhluk bernyawanya. (lihat: Syarh Bukhari- Ibnu Baththal: 4/283)
Kedua:
Pembuatan patung makhluk/lukisan gambar bernyawa tersebut mengisyaratkan bahwa pembuatnya ingin menandingi ciptaan Allah ta’ala. Sebagaimana hadis: “Manusia yang paling keras siksaannya hari kiamat kelak adalah yang menandingi penciptaan Allah (membuat patung/gambar makhluk bernyawa”. (HR Bukhari: 5954 dan Muslim: 2107). Sebab itu diakhirat kelak pembuatnya akan disuruh untuk meniupkan ruh kedalam gambar/patung buatannya tersebut, walaupun ia akhirnya tidak akan bisa dan diadzab. Dalam HR Bukhari: 2105 dan Muslim: 2107 Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pembuat gambar (termasuk patung) ini, akan diazab hari kiamat kelak, dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah makhluk yang kalian buat ini”.
Ketiga:
Ia merupakan wasilah/perantara yang bisa menyebabkan manusia kepada kesyirikan. Sebagaimana kisah kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam (kaum yang pertama kali berbuat kesyirikan dimuka bumi), ketika orang-orang shalih diantara mereka wafat, merekapun membuatkan mereka gambar dan patung sebagai bentuk kenangan akan keshalihan mereka, dan agar mereka bisa khusyu dan tenang beribadah disamping patung dan gambar mereka. Namun seiring berjalannya waktu anak keturunan mereka menjadikan patung dan gambar tersebut sebagai tempat untuk berdoa dan beribadah, lalu akhirnya dijadikan sebagai sesembahan selain Allah ta’ala. (lihat: Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah: 28/604).
Namun, mayoritas para ulama mengecualikan boneka/patung/gambar yang menjadi mainan anak-anak atau gambar yang tidak dianggap mulia, seperti gambar yang sering diinjak, gambar yang ada dicerek kamar mandi, dll karena patung/boneka/gambar tersebut terhina, dan tak akan ada rasa pengagungan terhadapnya. Mereka berdalil dengan hadis shahih, HR Abu Daud (4932) dan Nasai (8901) bahwa Aisyah radhiyallahu’anhu memiliki mainan berupa kuda yang memiliki dua sayap, namun Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidaklah melarangnya, juga tidak menyatakan bahwa mainan ini menghalangi malaikat untuk memasuki rumah beliau.
Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Ini (mainan anak-anak berupa makhluk bernyawa) dikhususkan dari keumuman larangan dari membuat/mengambil gambar makhluk bernyawa, inilah yang ditegaskan oleh Qadhi Iyadh, dan beliau menukil ini dari pendapat jumhur ulama, bahwasanya mereka membolehkan penjualan mainan (berupa makhluk bernyawa) untuk anak-anak perempuan, agar mereka sejak kecil sudah belajar tentang kegiatan rumah dan pemeliharaan anak-anak mereka”. (Fathul Bari: 10/527)
Adapun foto (gambar makhluk hidup yang diambil lewat alat kamera) maka merupakan perkara kontemporer yang belum ada pada zaman dahulu, sehingga para ulama zaman kini berbeda pendapat dalam masalah ini, antara yang mengharamkannya dan membolehkannya. Untuk lebih jelasnya, maka berikut penjelasannya:
Diantara Ulama Yang Mengharamkannya Secara Mutlak dan Dalilnya
1.Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh rahimahullah (lihat: Fatawa beliau: 1/185)
2.Kebanyakan Ulama Yang Ada Dalam Lajnah Daaimah Kerajaan Arab Saudi yang diketuai oleh Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah (lihat juga: Al-Jawab Al-Mufid Fi Hukmi Tashwir: hal.20), dan beranggotakan Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Ibnu Quud, Syaikh Shalih AlFauzan, (Fatawa Lajnah Daaimah: 1/454-455).
2.Juga Syaikh Al-Albani (Aadaab Az-Zafaaf: 104-105) ,dan Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahumallah.
Diantara dalil mereka atas pengharaman foto ini adalah:
-Keumumam lafadz “shuurah” (gambar) dalam hadis-hadis diatas baik berupa gambar lukisan tangan, ataupun foto kamera.
-Tidak adanya manfaat besar dibalik adanya foto kamera tersebut.
Para ulama ini mengharamkan foto secara mutlak kecuali untuk keperluan darurat seperti untuk KTP, Paspor, SIM, atau kelengkapan berkas lainnya yang diwajibkan oleh pemerintah atau suatu instansi untuk tujuan tertentu.
Pernyataan ulama kontemporer tentang masalah ini bisa juga dilihat dalam kumpulan fatwa mereka pada link berikut: (http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=141979 ).
Diantara Ulama Yang Membolehkannya Dan Dalilnya
1.Syaikh Ibnul-‘Utsaimin rahimahullah: (fatawa beliau: 1/149),, dan juga diikuti oleh banyak murid dan menantu-menantunya, diantaranya Syaikh Khalid Al-Mushlih.
2. Syaikh Dr.Wahbah Az-Zuhaili (Al-Fiqh Al-Islami: 4/2676), juga Syaikh Muhammad As-Sayis (Tafsir Aayaat Al-Ahkaam: 4/472).
3.Juga banyak ulama lainnya, bahkan kebanyakan ulama dan dai didunia islam membolehkan foto kamera ini. Tentunya dengan beberapa dalil:
-Bahwa foto ini bukanlah merupakan “shurah” dalam istilah syar’i juga secara bahasa, sebab yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah lukisan tangan.
-Bahwa foto ini hanyalah perpindahan bayangan makhluk bernyawa dan bukan “shurah” (gambar yang dilarang) dan ini tidaklah merupakan perbuatan yang ingin menandingi makhluk ciptaan Allah sebab yang ada difoto tersebut memang makhluk Allah ta’ala seratus persen, dan Dia tidak akan meminta untuk ditiupkan roh kedalamnya diakhirat kelak, sebab orangnya memang sudah memiliki ruh.
Adapun yang kami ikuti adalah bolehnya foto kamera ini, dengan dua dalil diatas, Wallaahu a’lam. Tapi walaupun boleh, namun seseorang harusnya melakukannya bila dibutuhkan dan ada maslahatnya saja, dan tidak terlalu bermudah-mudahan dalam masalah ini, dan juga tidak melampaui batas, sehingga akan berubah menjadi suatu perbuatan sia-sia yang minimal hukumnya adalah makruh.
Juga tidak boleh menggunakan foto ini untuk wasilah perbuatan haram, serta tidak boleh memfoto gambar wanita atau laki-laki yang memperlihatkan auratnya.
Terakhir, ada masalah lain, yaitu apakah foto kamera ini boleh dipajang didinding rumah atau tidak?? Para ulama yang berpendapat bolehnya foto ini berbeda dalam dua pendapat:
Pertama; Tidak boleh karena ia adalah gambar yang apabila dilihat Malaikat, maka ia tidak akan memasuki rumah tersebut. Sesuai hadis: “Para malaikat tidak akan masuk pada rumah yang didalamnya ada anjing, dan gambar/patung makhluk bernyawa”. (HR Bukhari: 3225 dan Muslim: 2106).
Kedua: Hukumnya boleh, karena foto ini hukumnya boleh, adapun gambar yang menyebabkan Malaikat tidak bisa masuk rumah tersebut adalah patung atau gambar yang diharamkan berupa lukisan tangan. Adapun foto, maka ia boleh, sehingga malaikatpun bisa memasuki rumah yang ada fotonya karena ia bukan merupakan gambar yang dimaksudkan dalam hadis tersebut. Juga apabila malaikat bisa masuk kerumah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam yang terdapat boneka mainan Aisyah berupa kuda bersayap dua, maka lebih bisa lagi memasuki rumah yang ada fotonya, karena foto lebih ringan dan lebih tidak menyerupai gambar dan patung, Wallaahu a’lam. Pendapat ini juga disebutkan oleh Syaikh Khalid Al-Mushlih.
Pendapat yang kedua inilah yang lebih nampak dan yang kami pilih, walaupun seseorang bisa saja memilih pendapat mana yang lebih kuat dan benar menurutnya, tanpa harus memaksakan pendapatnya ke orang lain, apalagi sampai menjadikannya sebagai sumber perpecahan dan perselisihan. Wallaahu a’lam
Oleh Ustad Maulana La Eda, Lc. Hafizhahullah (Alumni Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah dan saat ini menempuh S2 beliau di fakultas yg sama).
afwan Ustadz, lebih bagusnya lagi jika dicantumkan nama penulis artikel ini, agar tidak terkesan kalimat “kami” di atas dianggap pendapat wahdah secara umum. dan memang ini adalah masalah khilafiyah sehingga jika tercantum nama ustadz penulis Artikel maka akan mudah menkonfirmasi jika kemudian ada hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut. wallahu a’lam, Jazaakumullahu khairan
Komentar ditutup.