Hukum Bekerja Di Bank Demi Menafkahi Keluarga

Date:

Saya sudah kerja di perbankan konvensional cukup lama. Tapi niat bekerja ini adalah murni untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk orang tua. Apakah pekerjaan ini masih dianggap Riba, meski niat dalam bekerja ini semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah dan juga pemenuhan kebutuhan keluarga. Mohon pencerahannya.

Rizal – Makassar

Jawaban:

Saudara Rizal yang semoga di rahmati oleh Allah subhanahu wata’ala.

Pada prinsipnya, sebuah amalan yang hukumnya haram, tidak bisa berubah hukumnya menjadi mubah atau boleh karena niatnya yang mulia. Karena di dalam syariat Islam, masing-masing ada timbangannya, amalan yang dhahir (nampak) memiliki standar dan amalan bathin (hati) juga memiliki standart.

Standar dari amalan hati adalah hadist Nabi, beliau bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya:”Sesungguhnya amalan terlaksana karena niat, dan sesungguhnya seseorang mendapat pahala sesuai dengan niatnya”. HR Al-Bukhari & Muslim.

Adapun standar amalan dhahir adalah sabda Nabi:

وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:”Dan barang siapa melakukan amalan yang tidak ada perintahnya (dalilnya) dari kami, maka amalan tersebut tertolak”. HR Al-Bukhari & Muslim.

Maka, kolaborasi antara dua hal inilah, yang menjadikan amalan kita diterima dan mendapat pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah; sebuah Ibadah dhahir, tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wat’ala, jika tidak dihiasi dengan niat yang mulia (ikhlas), dan niat yang mulia tidak akan diterima oleh Allah, jika amalannya berupa maksiyat. Jadi ini adalah kaedahnya, kendati ada pengecualian-pengecualian tertentu di dalam prakteknya, namun tetap mengacu kepada dalil-dalil yang ada.

Jika kaedah di atas dipraktekkan kepada realita anda, maka hukum bekerja di perbankan adalah haram, sebab berinteraksi dengan transaksi riba, dan di dalam transaksi riba ada 5 golongan yang terciprat getah dosanya, mereka terlaknat oleh lisan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Jarir bin Abdullah:

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه، وقال: هم سواء

Artinya:”Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  melaknat pemakan riba, dan orang yang menyerahkan riba, pencatatnya, dan dua orang saksinya, dan Rasulullah mengatakan: dan mereka semuanya sama (dalam laknat)”. HR Muslim.

Hadits diatas memaparkan dengan jelas, bahwa Riba adalah maksiyat, bahkan masuk dalam kategori dosa besar, karena berkonsekwensi laknat dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, oleh karena itu berinteraksi dengan riba haram hukumnya, dan hukum ini tidak bisa berubah menjadi halal hanya karena niat yang baik dan mulia, sebab nanti bisa meluas, sebab akan dianalogikan dengan kemaksiatan yang lain, sehingga semua kemaksiatan boleh di lakukan jika niatnya baik dan mulia, misalnya boleh mencuri jika hasilnya diniatkan untuk disedekahkan dll.

Hanya ada satu keadaan yang membolehkan kita bekerja di BANK riba, yaitu keadaan gawat dan dharurat, yaitu suatu keadaan yang dapat mengakibatkan seseorang dan keluarganya ke dalam jurang kebinasaan atau kesusahan yang amat sangat, namun ada syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan:

  • Sudah berupaya mencari pekerjaan halal, namun tidak mendapatkan atau tidak punya modal.
  • Jika ia tidak bekerja di tempat tersebut, maka kemungkinan besar akan terjatuh ke dalam kebinasaan atau kesusahan yang serius.
  • Bekerja hanya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan saja, jika keadaan gawat dan darurat telah hilang maka harus resign dari pekerjaan tersebut.

Dalil dari pengecualian ini adalah kaedah-kaedah sebagai berikut:

  • لا محرَّم مع الضرورة، ولا واجب مع العجز

Artinya: tidak ada yang diharamkan jika dalam keadaan darurat, dan tidak ada kewajiban jika dalam keadaan tidak mampu

  • الضرورة تبيح المحضورات

Artinya: keadaan darurat membolehkan Sesuatu yang diharamkan.

Yang perlu digaris bawahi adalah, syarat dan ketentuan berlaku bagi yang terjatuh dalam kondisi ini, dan harus diperhatikan dengan serius, sebagaimana kami isyaratkan diatas.

Menilik keadaan anda, seharusnya anda tidak berada dalam keadaan darurat, sebab anda sudah cukup lama bekerja di tempat tersebut.

Adalah merupakan bagian yang sangat berat dalam kancah kehidupan, jika kita harus keluar dari zona nyaman dan aman, namun jika Ridho Allah yang menjadi tujuan dan harapan, maka sedikit “pengorbanan” harus diupayakan, dan jika diringi dengan doa kepada Allah dengan penuh kejujuran, maka semua urusan akan dimudahkan insya Allah.

Salah seorang ulama kita mengatakan: menjalani hidup dengan menapaki jalan yang di ridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala, lebih sulit dan susah dibandingkan dengan mati di atas jalan Allah subhanahu wata’ala.

Karena menjalani hidup dengan menapaki jalan yang diridhoi oleh Allah membutuhkan kesabaran, ketabahan, pengorbanan, dan istiqomah sampai ajal datang menjemput.

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ust. Lukman Hakim, Lc, M.A
(Alumni S1 Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah dan S2 Jurusan Dirasat Islamiyah Konsentrasi Hadits di King Saud University Riyadh KSA)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Susun Visi Misi Kota Wakaf, Musyawarah BWI Kab. Wajo dan Kemenag Libatkan Wahdah Wajo

WAJO, wahdah.or.id – Perwakilan Dewan Pengurus Daerah Wahdah Islamiyah...

Kembali Memimpin Wahdah Islamiyah Jeneponto, Ustaz Basir Mengajak Peserta Musda V Bersatu Memberikan Yang Terbaik Untuk Butta Turatea

JENEPONTO, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah...

Apresiasi Pemerintah untuk Wahdah Islamiyah Soppeng: Dedikasi Tanpa Henti, Capaian yang Menginspirasi

SOPPENG, wahdah.or.id - Sukses menggelar Musyawarah Daerah (Musda) V...

Wahdah Maluku Utara Sukses Gelar Mukerwil ke-VII, Ini Tiga Point Pembahasan yang Disoroti

TERNATE, wahdah.or.id —Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah Maluku...