Assalamualaikum Saya ingin bertanya..jika suatu barang yang dulu nya saya dapatkan dari hasil judi ( barang tersebut berupa gitar dan rokok) lalu barang tersebut saya musnahkan dengan cara dibakar Dan asap pembakaran tersebut terkena pada pakaian atau benda lain dirumah kita dan setelah kita cuci baju kita yang terkena asap tersebut,,,ada unsur kimia dari asap yang tidak bisa dihilangkan (menurut penelitian partikel asap yang menempel sulit untuk dibersihkan) Yang ingin saya tanyakan Apakah baju atau benda lain yang terkena asap tersebut juga dihukumi haram dan boleh kita gunakan dikarenakan ada unsur kimia dari asap yang tidak bisa dihilangkan dan masih menempel di pakaian dan peralatan lain di rumah kita (mohon penjelasannya ustadz agar saya tidak merasa was was)
Panza
Palembang
Dijawab oleh: Dr. Asri Muhammad Shaleh, Lc., M.A. (Ketua Komisi Muamalah Dewan Syariah Wahdah Islamiyah)
Wa alaikumussalam.
Pembahasan tentang alat musik dan rokok, sekalipun ada perbedaan pendapat, namun pendapat yang lebih kuat adalah hukumnya haram.
Namun yang perlu dicermati bahwa haramnya suatu benda tidak serta merta menjadikan benda itu menjadi najis sehingga tidak boleh disentuh atau menghalangi sholat ketika mengenai badan pakaian atau tempat ibadah.
Misalnya seseorang ketika mendapatkan uang dari hasil merampok, korupsi, mencuri atau judi, maka uang itu adalah uang haram namun zatnya bukan najis.
Hal ini disebut haram lighairih (haram karena ada faktor eksternal) karena mendapatkannya yang melanggar syariat.
Maka begitu pula dengan gitar dan rokok, sekalipun haram hukumnya namun dia bukan najis, karena unsur kehadirannya adalah adanya faktor eksternal, dimana musik dianggap melalaikan dan sebagian ulama menyebutnya dengan khamarnya hati, begitu juga dengan rokok, karena merokok dapat membahayakan kesehatan baik diri perokok itu sendiri maupun orang lain yang menghirup asapnya, maka dalam Islam hal itu harus dihindari.
Sehingga ketika dibakar dan asapnya mengenai pakaian maka asapnyapun bukan najis, sehingga tidak perlu untuk mebersihkannya melebihi dari kapasitas yang lumrah dengan mencuci biasa saja.
Beda halnya dengan babi misalnya, maka dia adalah najis secara zat (haramun lidzatih) sehingga tidak boleh untuk dikonsumsi atau mengenai badan, pakaian dan tempat ibadah.