Hubungan Islam dan Negara Berjalan Mundur

Date:

Deklarator KPPSI, H Aswar Hasan

Hubungan Islam dan Negara Berjalan Mundur

(Wawancara Khusus,Fajar Rabu 26 Agustus 2009)

ULAH aparat kepolisian yang melakukan pemantauan terhadap materi dakwah di masjid-masjid selama Ramadan, menimbulkan kontra di kalangan aktivis dakwah. Bagaimana para aktvis Islam harus bersikap? Berikut wawancara Wartawan Fajar, Aswad Syam dengan Deklarator Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI), H Aswar Hasan, Selasa, 25 Agustus di Lantai I Masjid Al Markaz Al Islami Jenderal Muhammad Yusuf. Petikannya:

Bagaimana Anda melihat sikap protektif yang dilakukan aparat kepolisian?

Saya melihat, kebijakan umum di tubuh Polri mengenai penanganan terorisme menyangkut agama itu, sangat rawan. Masalah agama itu sesuatu yang fundamental. Kedua, Islam merupakan agama yang mayoritas dianut masyarakat kita dan rentan melahirkan stigma. Ini sangat rawan, saya menilai ini merupakan tindakan ceroboh, apalagi ini sudah berlangsung tiga hari.

Tapi Kapolri kan sudah melakukan klarifikasi?

Memang benar. Tapi, itu sudah sampai pada tingkat yang sangat gawat dan meresahkan, baru Kapolri melakukan klarifikasi. Tapi permasalahannya, apakah klarifikasi itu bisa "membersihkan" stigma yang sudah telanjur tercipta.

Pangdam IV Diponegoro, Mayjen Haryadi Sutanto pada 17 Agustus lalu, sampai mengatakan, jika ada orang asing yang memakai sorban, jubah, dan berjenggot, laporkan saja kepada aparat keamanan. Ini artinya apa, aparat sudah menjustifikasi dan sudah terjadi penangkapan.

Mengenai penangkapan Jemaah Tablig (JT), bagaimana Anda melihatnya?

Semua orang tahu, bagaimana gerakan aktivis JT, mereka itu adalah kelompok yang sama sekali tidak ingin menyentuh masalah politik, masalah khilafiah atau sesuatu yang dipertentangkan umat Islam. Mereka hanya sekadar mengajak orang ke masjid.

Dan dampak dari dakwah JT itu, banyak anak jalanan dan preman yang kemudian menjadi sadar, banyak anak-anak yang tadinya rajin meminum minuman keras menjadi sadar dan berhenti. Ini artinya, JT ikut membantu menciptakan stabilitas keamanan, ketertiban dari perspektif agama. Kenapa aparat justru mengamankan mereka.

Menurut Anda, apa yang tergambar dari sikap over protektif aparat tersebut?

Ini artinya aparat kepolisian sangat tidak paham peta-peta dakwah, dan sangat tidak paham karakteristik gerakan teroris yang mereka kejar. Dan lebih celakanya lagi, ini dilakukan secara over acting dan melahirkan kebencian yang tidak perlu, melahirkan keprihatinan, ini bisa mengantar pada sebuah streotipe yang mengantarkan umat Islam vis to vis dengan pemerintah.

Ini artinya, kita mundur lagi pada zaman orde baru. Ini sangat tidak kita inginkan. Menarik untuk ditelusuri, aparat keamanan tidak memahami peta dakwah. Kedua, perubahan pola gerakan teroris tidak terpetakan.

Buktinya seperti data yang ditayangkan televisi, bahwa pelaku pengeboman di Ritz Carlton dan JW Marriott, itu sama sekali tidak menampilkan performance sesuai dengan yang aparat keamanan curigai, pakai sorban, berjenggot.

Mereka umumnya pakai jaket, pakai topi, kok ketika mereka memburu di lapangan orang bersorban yang dikejar. Ini menjadi pertanyaan kenapa aparat terkesan tidak konsisten dalam melakukan pola penindakan.

Secara massif di lapangan dengan pola penindakan pencegahan intelejen yang mereka lakukan. Ini kontradiktif. Kenapa JT dikejar-kejar, karena tidak paham peta dakwah, mereka memata-matai.

Kemudian tidak paham pola gerakan pelaku terorisme mutakhir, sehingga sangat rentan menimbulkan stigma. Stigma ini bisa melahirkan streotipe yang merusak relasi negara dan agama yang selama ini sudah berjalan cukup harmonis.

Idealnya, bagaimana aparat bersikap?

Aparat kepolisian seharusnya menciptakan ketenteraman, menciptakan kenyamanan dalam beribadah. Tidak sebaliknya, malah menciptakan kecemasan, keresahan dalam melaksanakan dakwah. Contoh dampaknya, aktivis dakwah yang melakukan pesantren ramadan tidak ada, karena anak-anak dan pembina-pembinanya mulai takut.

Bukan takut apa, para aktivis dakwah melihat ada kasus salah tangkap, sekalipun mereka merasa tidak bersalah, dan mereka memang tidak bersalah. Aparat seharusnya melibatkan umat dan merangkul ulama-ulama dalam pemberantasan terorisme, bukan malah memata-matainya.

Kalau pemerintah, peran apa yang harus dimainkan?

Menurut saya, harus ada public statement dari pemerintah mengklarifikasi persoalan tersebut, karena ini bisa mengarah kepada rusaknya relasi antara gerakan Islam dan pemerintah yang selama ini sudah mulai berjalan kondusif, secara aspiratif dan kritis melalui kran demokrasi. Tidak boleh lagi ada intrik-intrik.

Meskipun kita bersyukur Kapolri sudah memberikan klarifikasi, tapi kenyataan di lapangan sudah terjadi pemantauan dan malah ada salah tangkap. Stigma ini tidak bisa lenyap begitu saja, pemerintah harus turut memberikan klarifikasi. Harus ada follow up di tingkat provinsi, tingkat kabupaten, untuk menenangkan masyarakat dan tidak boleh lagi ada kejadian salah tangkap.

Sebelumnya Kadiv Humas memerintahkan adanya pemantauan, sementara itu kemudian diklarifikasi Kapolri. Menurut Anda, ada apa di tubuh Polri?

Dengan adanya pernyataan Kapolri tidak menjadi jaminan, karena sekarang sudah ada salah tangkap. Selain itu, ini bisa melahirkan antipati dan sikap ketidakpercayaan masyarakat. Dalam membangun sebuah kemitraan, seharusnya aparat kepolisian bersama-sama dai ikut memberantas terorisme, bukan malah mencurigai para dai.

Harusnya mereka merangkul para dai. Jadi polisi tidak paham peta dakwah, kemudian terjadi tindakan overakting dan ini melahirkan sikap yang seolah-olah tidak profesional. Ada aktivis dakwah yang ditangkap, kemudian dilepaskan. Apakah sesederhana itu, tanpa memikirkan dampaknya.

Apa imbauan Anda kepada umat Islam?

Umat tidak perlu resah, terlebih ketika kapolri memberikan pernyataan. Kita hanya tinggal mengejar pernyataan Kapolri dan menagihnya untuk dilaksanakan di lapangan. Kemudian umat jangan terprovokasi dengan gerakan ideologi yang tidak mainstream.

Umat bersama ulama dan tokoh dakwah lainnya, juga harus mengambil tindakan aktif turut serta melakukan pencegahan gerakan ideologi berbau terorisme. Selain itu, bagi ulama, dakwah harus jalan terus.

Saya juga menolak keras terorisme, karena sekarang ini, orang menjadi takut berbicara jihad, padahal konsep jihad tidak seperti itu melakukan pengeboman dan tindakan teror, belajar untuk sesuatu yang positif juga merupakan jihad. Dan itu perintah Alquran. Karena perbuatan teroris, ada suasana tidak nyaman bagi umat dalam melakukan anjuran agama. (*)

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Wahdah Islamiyah Kalimantan Tengah Gelar Mukerwil dan Mukerda, Teguhkan Soliditas untuk Dakwah dan Umat

PALANGKA RAYA, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah...

Menghadapi Tantangan Dakwah, Wahdah Sulbar Adakan Lokakarya Tuk Tingkatkan Kapasitas dan Komitmen Kader

MAMUJU, wahdah.or.id – Dalam upaya memperkokoh dakwah yang berbasis...

Programkan Gerakan 5T, Mukerwil VII DPW Wahdah Banten Siap Wujudkan Banten yang Maju dan Berkah

BANTEN, wahdah.or.id – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Wahdah Islamiyah...

Capai Skor IIWCP Kategori “BAIK”, Nazhir Wahdah Islamiyah Raih Piagam Apresiasi Dari Badan Wakaf Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Badan Wakaf Wahdah Islamiyah, Ustaz...