Adat kaum pria timur tengah adalah menggunakan kain di kepala mereka, yang disebut sebagai ‘imamah. Demikian eratnya ‘imamah ini dengan hidup mereka, sampai pernah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berwudhu pun tidak membuka ‘imamah beliau ketika wudhu membasuh kepala. Beliau shallallahu alaihi wasallam saat membasuh kepala, hanya bagian ujung awal rambut di dahi, lalu membasuh ‘imamah di kepala beliau shallallahu alaihi wasallam.

Di hari pernikahan Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan Zaenab binti Jahsy, turunlah perintah untuk berhijab/bertabir (dengan kain yang dibentangkan) bagi kaum muslimin, ketika hendak bertemu dengan Para Bunda Kaum Muslimin, yakni istri-istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tidak lama berselang dari hari itu, turun juga perintah untuk berjilbab, yakni mengenakan kain yang menutupi kepala dan tubuh wanita muslimah.

Beda jilbab wanita dengan ‘imamah adalah, jika ‘imamah hanya sampai bahu, maka jilbab sampai menutupi tubuh (dada dan punggung). Kaum wanita muslimah mengenakan jilbab ini setelah mereka mengenakan kain kepala sebelumnya.

Sejak turun perintah berjilbab ini ini, maka kaum Yahudi yang tidak masuk Islam pun mencela kaum muslimin. Para pria Yahudi menghina perintah jilbab ini, dengan cara: mereka mengenakan jilbab dan niqab/cadar sebagaimana kaum wanita muslimah. Tapi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan kaum muslimin tidak peduli dengan berbagai hinaan itu, karena ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas segala, bahkan di atas seluruh dunia dan seisinya. Kaum muslimah tetap berjilbab ketika keluar dari rumah-rumah mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala memuliakan wanita beriman, dan akan terus demikian hingga hari kiamat. Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat derajat mereka dan kehormatan mereka dengan syariat Islam, setelah mereka terhina oleh kaum pria di seluruh dunia, dengan berbagai budaya di berbagai negara/daerah. Penghinaan atas kaum wanita ini sangat keji sangat bertentangan dengan hak asasi manusia.

Budaya Yunani dengan filsafatnya, terus mambahas apakah wanita itu memiliki ruh dan akal, atau tidak sama sekali. Budaya India mewajibkan wanita untuk membakar dirinya bersama jenazah suaminya yang meninggal, karena wanita tidak memiliki hak untuk hidup tanpa suaminya. Budaya Jahiliyah mewajibkan bayi-bayi perempuan harus dikubur hidup-hidup. Budaya Fir’aun mewajibkan bayi-bayi perempuan harus dibuang ke Sungail Nil sebagai persembahan.

Di budaya Yahudi dan Nasrani dengan kitab mereka yang sudah diubah, bahkan masih tertulis sampai sekarang, menghina perempuan dengan sangat jauh dari hak asasi manusia. Perempuan di mata mereka, adalah barang semata, tidak punya kesempatan belajar agama dan taat kepada Allah.

Di Yahudi, ketika mereka haid, maka otomatis mereka akan menjadi najis. Semua yang mereka sentuh ketika haid, juga akan menjadi najis dan harus dicuci. Ketika ada benda yang terkena darah haid, otomatis benda itu akan najis selama 7 hari, dan tidak boleh digunakan. Kalau para wanita itu sedang menyusui, maka dia tidak boleh menyusui anak-anaknya juga menyentuhnya ketika haid, karena sedang dalam kondisi najis.

Di Nasrani, pernikahan adalah penjara bagi wanita, karena tidak ada kesempatan untuk bercerai atau berpisah dari suaminya. Walau pun suaminya sezalim apapun terhadap istrinya, maka si istri harus tetap tahan dengan kondisi itu. Jika para istri itu melepas penutup kepala mereka (baca: jilbab), maka wajib digunduli. Jika si istri takjub melihat pria asing/ajnabi (bukan suami atau keluarka), maka matanya harus dicungkil.

Islam datang memuliakan kaum wanita, dan mengangkat kehormatan mereka dengan setinggi-tingginya. Mereka pun harus dijaga dari pandangan-pandangan syahwat pria atas fisik mereka, dan wajib atas wanita untuk dilindungi dibalik hijab dan jilbab. Kaum wanita di Islam memiliki hak bercerai dari pernikahan, bila pernikahan itu tidak lagi menjaga hak-hak pernikahan: nafkah, cinta, dan kasih sayang. Kaum wanita di Islam memiliki hak menuntut ilmu dan belajar agama dengan setinggi-tingginya tanpa batas, bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memiliki sebuah hari khusus untuk memberi taklim/kuliah agama bagi khusus wanita di dalam masjid di Madinah Munawwarah. Sungguh sebaik-baik hak asasi manusia ada pada islam.

Ada pun masa kini, klaim atas hak asasi manusia dari dunia barat, merupakan kemunduran yang sangat parah dlam peradaban manusia. Barangkali kemunduran ini hampir mencapai penghinaan wanita pada masa dulu. Wanita saat ini tidak lain hanyalah barang semata. Aurat mereka boleh diumbar dan “dicicipi” oleh seluruh mata pria jalang. Bukan saja zina itu boleh oleh dunia barat, bahkan berprofesi sebagai pezina pun merupakan hak asasi manusia versi mereka.

Di sisi lain, budaya Yahudi dan budaya Nasrani pun masih menghina kaum wanita tanpa henti dan tidak dihapus dari ajaran mereka. Maryam/Maria di mata Yahudi tetaplah pezina dan harus dihukum rajam, walau pun di mata Nasrani beliau adalah bunda “tuhan” (Isa/Yesus). Belum selesai, di mata Nasrani pun masih ada beberapa penghinaan lainnya, bahkan hingga penghinaan ke para nabi dan para istri nabi.

Demikianlah Allah subhanahu wa ta’ala memuliakan manusia dengan syariatnya, terutama kaum wanita yang tertindas di masa lalu yang mengatasnamakan budaya dan agama manusiawi. Islam diberikan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai rahmat kepada kaum wanita, hingga sampai ada 50.000 orang Nasrani langsung masuk Islam di masa lalu, karena hak-hak mereka langsung terangkat dengan Islam.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala melindungi Indonesia, yang telah merdeka dari penjajah atas perjuangan para ulama Islam dan syuhada. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala terus menjaga Islam dan ulama Islam di Indonesia, demi kejayaan Indonesia yang membawa kebaikan ke seluruh dunia.

Bogor, 19 Agustus 2016

Abu Al-Faatih
Sang Perindu Kemerdekaan HAM

Artikulli paraprakDapatkah Arwah Kembali Ke Rumah Pada Hari Ke 3,7 dan 40 Setelah Kematiannya?
Artikulli tjetërAngan-Angan Manusia Yang Telah Meninggal Dunia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini