Dalam era modern ini, kita seringkali dihadapkan dengan berbagai budaya atau doktrin yang sebagiannya meruntuhkan nilai-nilai fitrah yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang memiliki akal pikiran, dan perasaan. Tragisnya, budaya atau doktrin yang menafikan keotentikan fitrah manusia tersebut tidak jarang dibela mati-matian oleh beberapa kalangan yang mengklaim diri sebagai ulama plus dan menobatkan diri sebagai pahlawan sejati HAM. Pornografi atau LGBT yang heboh akhir-akhir ini adalah di antara sekian kasus yang sengaja mereka gembar gemborkan dengan dalih kebebasan, HAM, dan keadilan lewat logika dan doktrin usang yang menunjukkan kebejatan fitrah pengusungnya.
Fitrah yang merupakan sifat atau tabiat asli manusia yang diciptakan atasnya, adalah perkara pertama dan utama yang mesti dijaga dan dipertahankan oleh manusia dalam kehidupannya, sebab bila fitrah ini tercoreng atau berubah maka pasti akan mengeluarkan manusia dari tabiat aslinya dan pasti berakibat fatal bagi agama dan lingkungan sosialnya. Fitrah ini sengaja ditanamkan oleh Allah Ta’ala dalam diri manusia dengan banyak tujuan dan hikmah tertentu, di antaranya agar mereka bisa hidup dalam suasana bahagia, aman, dan sejahtera. Fitrah seorang laki-laki yang mencintai lawan jenisnya misalnya, akan berpengaruh positif terhadap kelangsungan keturunan umat manusia, atau fitrah manusia yang menyukai harta, setidaknya akan berdampak baik pada keberlangsungan hidupnya karena ia akan berusaha untuk mendapatkannya dan menafkahi hidupnya dengan harta tersebut.
Namun, karena fitrah suci ini dikhawatirkan bisa berubah oleh hawa nafsu manusia sendiri, maka Allah yang menciptakan fitrah ini menurunkan agama dan syariat-Nya dengan tujuan utama menjaga fitrah suci manusia dan memperingatkan manusia agar tidak melampaui batas dengan merubah fitrah dasar penciptaan mereka. Sebab itu, fitrah manusia dan syariat islam sama sekali tidaklah bertentangan, bahkan kecocokan keduanya laksana kecocokan rantai dengan gear, keduanya akan terus berputar dan berjalan bersama secara baik dan terus menerus kecuali bila salah satunya rusak. Demikian pula agama dan fitrah, karena urgennya keduanya maka adanya kerusakan dan pelanggaran terhadap salah satunya pasti akan memberikan dampak negatif terhadap diri manusia, juga terhadap hubungannya dengan Allah Ta’ala, atau hubungannya dengan manusia atau makhluk lainnya.
Lantaran kecocokan agama islam dengan fitrah manusia ini, maka islam sering kali disebut sebagai agama fitrah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah diatas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ar-Rum: 30).
Juga dalam sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam:
[ ما من مولود إلا يولد على الفطرة، فأبواه يهودانه أو ينصرانه، أو يمجسانه ]
Artinya: “Setiap anak dilahirkan diatas fitrah (yaitu agama islam), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikan agamanya yahudi atau nasrani atau majusi.” (HR Bukhari: 1319).
Oleh karena itu, Iblis dan anak buahnya dari bangsa Setan senantiasa berusaha membujuk manusia untuk melanggar keduanya, atau pun salah satunya agar mereka terombang ambing dalam kesesatan dan maksiat. Allah Ta’ala telah menukilkan ucapan Iblis ini dalam Al-Quran ketika bertekad menyesatkan mereka:
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah) fitrah / ciptaan Allah, lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisa`: 119)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa menjalani hidup sesuai fitrah yang ditakdirkan Allah Ta’ala adalah suatu jalan petunjuk dan kebaikan, sebaliknya hidup dengan merubah fitrah lahir manusia adalah jalan Iblis dan suatu kesesatan yang nyata. Sebut saja pernikahan lawan jenis, ia merupakan fitrah yang diakui oleh semua manusia, dengannya kehidupan mereka bahagia dan bisa melahirkan generasi keturunan mereka. Orang yang ingin merubah fitrah ini dengan melakukan pernikahan sejenis, maka telah keluar dari fitrah aslinya, sebab mereka tercipta untuk menikah dengan lawan jenisnya sebagaimana makhluk-makhluk lainnya, bukan sesama jenis. Sebab itu, orang yang melakukan hal ini atau membela LGBT mati-matian adalah orang-orang yang tidak hanya mencoreng keabsahan agama yang jelas-jelas mengharamkan hal itu, tapi lebih dari itu mereka telah merusak citra fitrah mereka sendiri sehingga seakan lebih hina dari hewan yang tidak mengenal kelainan pernikahan sejenis atau virus LGBT.
Fitrah manusia diciptakan oleh Allah Ta’ala secara sehat dan tanpa cacat apa pun, sehingga ketika Dia menurunkan agama-Nya, dengan sendirinya fitrah ini akan langsung nyetel dengan agama tersebut ibarat nyetelnya pena dengan penutupnya, atau pedang dengan sarungnya, dan fitrah akan bisa sejalan dengan agama tersebut secara mudah tanpa adanya banyak kesulitan. Contoh kecilnya adalah ketika Allah memerintahkan kita untuk memperindah suara saat membaca Al-Quran, Dia hanya memerintahkan itu tanpa harus menjelaskan secara detail antara suara yang baik dan suara yang buruk, sebab fitrah manusia lah yang membedakan antara keduanya. Juga Dia memerintahkan agar memakai wewangian, namun tanpa menjelaskan bau yang wangi itu seperti apa, karena hal itu sudah diketahui oleh manusia dari sisi fitrah mereka. Ironisnya, orang yang tidak memahami keberadaan fitrah ini juga tidak akan bisa memahami aturan-aturan agama Allah Ta’ala. Sebab itu, bila Iblis atau Setan tidak bisa merubah keberadaan agama dan fitrah dalam diri seorang manusia secara bersamaan, maka alternatif pertama dan utama baginya adalah menggoda mereka agar merubah fitrah penciptaan mereka, karena perubahan fitrah tidak hanya memiliki kekuatan dari segi doktrin dan hawa nafsu yang mendorongnya, namun juga membuat akal manusia tak bisa berfungsi sama sekali, sehingga untuk mengembalikan seseorang ke fitrah aslinya sangat membutuhkan waktu dan kesulitan yang tidak sedikit, berbeda dengan perubahan ajaran agama yang bisa diluruskan dengan dalil yang masih bisa dicerna oleh akal pikiran manusia. Bandingkan antara orang yang mengidap penyakit homo-seksual dan tukang judi misalnya. Pengidap homo-seksual tentunya lebih susah diobati dan sulit dikembalikan ke fitrah aslinya dan ajaran agamanya dari pada tukang judi yang cukup diberikan dalil wahyu ataupun logika.
Juga target Iblis dan para Setan dalam merubah fitrah manusia ini berangkat dari kesadaran mereka bahwa bila ada satu jenis fitrah saja yang dirubah, serta merta akan meruntuhkan ragam ajaran dan adab-adab islam. Misalnya, kasus LGBT, bila diloloskan dan diakui dalam negeri-negeri islam, maka berapa banyak ajaran islam yang akan tercoreng dan runtuh karenanya ? Jawabannya semua ajaran islam akan diruntuhkan, mulai dari ajaran thaharah (bersuci) hingga urusan pernikahan dan talak, karena semuanya tidak sejalan dengan hawa nafsu dan kelainan fitrah yang mereka banggakan. Bahkan wacana “fiqh WARIA” yang kedengarannya indah, rasional, dan kontemporer itu, tidak lain hanyalah pintu utama untuk mencabut keabsahan dan hakikat Fiqh Islam dari akar-akarnya.
Sungguh, alangkah indahnya hidup dalam koridor fitrah insani yang suci, dan tertata dalam aturan syariat ilahi yang penuh hikmah, dengan keduanya kebahagiaan hakiki dunia-akhirat akan diraih, dan keridhaan Allah Ta’ala akan dicapai, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan generasi pertama umat ini dalam kehidupan mereka. Dengan menyatukan keduanya, kejayaan agama, dan keridhaan Allah yang mereka impikan menjadi kenyataan, dan janji Allah berupa surga bagi mereka pun pasti kan terwujud, sebab Dia tidaklah menyalahi janji. Sebab itu, wajib bagi umat ini untuk selalu meneladani mereka dengan kembali ke fitrahnya yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala, sebab ia adalah umat yang fitrah yang dipimpin oleh seorang nabi yang sangat memperhatikan fitrah, sebagaimana yang dikatakan oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Nabi kita di malam isra’ mi’raj; “Engkau dan umatmu telah meraih suatu fitrah.” (HR Bukhari: 5610). Wallaahu a’lam.