Aku dan Wahdah Islamiyah

(Hidayah tidak akan datang dengan mudah)

Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016

Oleh Abu Wawan Laskar Merah Putih

Alhamdulillah, segala puji bagi ALLAH SWT, atas segala limpahan anugerah dan karunia dari Sang Maha Razzaq. Untuk kesehatan, kemudahan dan petunjuk. Serta untuk keluarga, istri dan anak-anak titipan-Nya yang selalu menjadi Qurrota ‘a’yun di keluarga kami. Dan tentu saja, puji syukur atas hadiah yang diberikan oleh ALLAH SWT berupa teman dan sahabat yang selalu membuka mata, mengajak istiqomah di jaan-Nya.

Saya meyakini ;  Tidak ada sesuatu yang kebetulan, semua saling bertautan.

Saya sedang berupaya mengumpulkan kenangan satu demi satu, sebelum akhirnya memutuskan untuk bergabung di Lembaga Wahdah Islamiyah DPD Kolaka. Setiap keping kenangan itu seolah saling memburu untuk dituliskan kata demi kata, agar kisah ini bisa sampai ke tangan para pembaca.

BISMILLAH

Sebelum mengenal lembaga ini, sejujurnya saya adalah orang yang sangat antipati dengan orang-orang kafir. Masa kecil saat masih menuntut ilmu di Pesantren Al-Muhajirin Desa Margolembo Kecamatan Maungkutana Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan sepertinya meninggalkan kesan buruk di hati saya. Mungkin inilah salah satu sebab mengapa saya menaruh rasa benci teramat dalam kepada mereka. Bagaimana Tidak ?! kawan-kawan saya seringkali dipukuli oleh orang-orang Non Muslim, yang memang adalah penduduk mayoritas di daerah itu. Kawan-kawan acapkali kena pukul tanpa sebab.

Sebab lainnya saya membenci mereka adalah tontonan yang sering disuguhkan oleh si kotak ajaib, pun lewat media cetak. Berita berupa doktrin yang acapkali berbagi informasi tentang keadaan menyedihkan dari Timur Tengah. Saudara semuslim saya, selalu menjadi korban pembantaian orang-orang kafir

Dua hal inilah, yang kemudian hari melatar belakangi saya memutuskan untuk tidak pernah sedikit pun mau berhubungan dengan orang-orang kafir. Dendam benar-benar tertanam di dada.

Tragedi Bom Bali di Tahun 2002 yang didalangi oleh Amrosi dan kawan-kawan Rahimakumullah telah mengetuk hatiku untuk bersujud penuh rasa syukur kepada Sang Khaliq. Syukur walhamdulillah, ternyata ada orang-orang yang memiliki pemahaman yang sama denganku. Saya anggap mereka telah menunaikan niatku untuk menghabisi para kufara. Tidak kunafikan, sungguh besar hasratku untuk bergabung bersama mereka. Hanya saja, restu dari kedua orang tua tak bisa saya dapatkan. Terlebih lagi tak ada izin dari istri tercinta, yang saya persunting di tahun yang sama.

Saat Amrosi dan kawan-kawan seperjuangannya di Tragedi Bom Bali diklaim sebagai kelompok teroris, kemudian ditangkap oleh pemerintah, hingga di kemudian hari dijatuhi vonis hukuman mati, sungguh membuat batin saya kecewa. Berita itu terang saja membuat saya sedih dan terpuruk. Setiap kali saya bersujud, saya memohn perlindungan kepada ALLAH SWT untuk mereka.Saya meminta agar Sang Maha Perkasa menunjukkan kuasanya. Saya berharap sebuah keajaiban akan berlaku, seperti yang terjadi pada para pemuda Al-Kahfi. Tetapi keinginan saya tak pernah sekalipun terwujud. 2008, mereka pun dieksekusi.

Kejadian ini tak pernah membuat semangat saya gentar ataupun surut. Meski setelahnya, banyak orang dan kelompok yang dianggap teroris dan telah diamankan oleh pihak pemerintah bahkan telah dieksekusi mati. Keinginanku sangat kuat untuk membantai siapa saja yang berseberangan dengan agama yang saya yakini, ISLAM.

Setelah pernikahan kami berusia 5 (lima) tahun, saya pun berniat untuk mandiri. Saya dan keluarga kecil pindah ke rumah kontrakan di Jalan Sunu Kabupaten Kolaka. Rumah kontrakan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dan saksi, pertama kalinya saya mengenal Wahdah Islamiyah.

Di sana, kami mengenal seorang ummahat. Hubungan kekeluargaan kami sudah sangat dekat, laiknya saudara kandung meski tidak dilahirkan dari rahim yang sama. Persaudaraan Islam yang begitu indah. Dari Ummahat itu, perlahan kami pun mengenal kawan-kawannya. Tetapi meski dengan kedekatan yang begitu erat, ajakan untuk bergabung di lembaga mereka tak serta merta kusambut.

Benarlah yang dikatakan oleh para Murabbi-Murabbi ku di lembaga ini beberapa waktu kemudian setelah aku bergabung ;

“Hidayah tidak akan datang dengan mudah. Hanya orang-orang pilihan ALLAH  SWT yang akan mendapatkannya…”

Pada tahun 2013, istriku mengutarakan niatnya. Ia meminta restu untuk ikut menimba ilmu di lembaga ini. Lembaga di bawah pimpinan DR. Zaitun Rasmin, yang pernah diberitakan oleh sebuah stasiun televisi di negeri ini  (Metro TV) sebagai sebuah lembaga teroris. Sependek ingatan saya, kala itu saya memberinya jawaban :

“ Kalau saja itu menurutmu baik, silahkan dicoba..”

Dicoba, tentu saja kita mafhum maknanya. Mafhum bahwa sesuatu yang dicoba, namun tidak sesuai dengan ‘rasa’ yang kita inginkan, kita masih bisa meninggalkannya. Jawaban itu saja yang saya beri, karena saya pun saat itu masih sangat buta paham tentang lembaga ini.

Setiap kali istriku tercinta pulang dari ta’lim atau tarbiyah (nama yang masih sangat asing saya dengar saat itu), ia akan berbagi pengalamannya. Beberapa penggal ilmu disertai hadits yang diperolehnya , dibagikannya juga untuk saya.

Dusta jika saya tak khawatir di awalnya. Rasa was-was muncul terhadap istri saya. Jangan-jangan, ia bergabung di jamaah itu…. yang seringkali mengetuk pintu rumah orang mengajak sholat, kendati sang pemilik rumah masih sementara makan. Berangkat dari kekhawatiran itulah, saya pun berniat mencari tahu tentang siapa saja yang ada di balik lembaga itu. Tetapi kesibukan mengumpul rupiah mengejar dunia, membuat niat itu seringkali tak terwujud.

Hingga suatu ketika. Mungkin tak salah jika kemudian saya berkata, peribahasa ini mewakili keseluruhan perasaan saya. Rasa was-was, takut dan penasaran. Peribahasa itu adalah, pucuk dicinta..ulam pun tiba. Niat saya untuk mencari tahu dimudahkan oleh ALLAH SWT. Istri saya meminta izin untuk mengadakan tarbiyah di rumah kami. Saya tak perlu bersusah. Hemat saya, ini saatnya untuk sedikit memperoleh informasi tentang lembaga ini. Lembaga tempat istriku ‘menimba ilmu agama’. Istriku mengantongi izin, rumah kami terbuka untuk tarbiyah. Saya pun memutuskan untuk tidak berangkat kerja hari itu. Kesempatan tak selalu datang dua kali. Peluang ini tak boleh diabaikan.Saya sedikitnya akan memperoleh informasi awal tentang lembaga ini dari rumah saya sendiri.

Di luar rumah, saya mencuri-curi dengar mereka melakukan tarbiyah mengaji, yang mereka sebut dengan istilah ‘Dirosa’. Dirosa inilah yang membuat saya sadar bahwa tak pernah ada kata cukup untuk belajar. Menuntut ilmu tak kenal batas usia. Pun umur, bukanlah faktor penghalang bagi mereka untuk menuntut ilmu.

Saya akhirnya jatuh cinta pada Wahdah Islamiyah. Mendengar mereka mengaji, saya membatin…. “Saya akan menuntut ilmu seperti mereka”.  Tak pelak lagi, istriku tentu saja girang bukan main saat saya menyampaikan niat untuk bergabung. Ia memberi saran agar saya mengikuti taklim pekanan (rabu malam). Informasi yang saya peroleh ternyata tidak valid. Akibatnya di rabu malam, saya datang setelah taklim selesai, ba’da isya.Ternyata taklim pekanan dilakukan ba’da maghrib.

Alhamdulillah wa syukurillah, jika berniat baik..maka Allah akan memudahkan jalannya. Meskipun ta’lim telah selesai, tak berarti tempat itu sepi. Para ikhwah masih ramai berdiskusi, mereka pun bersiap untuk makan bersama. Sebuah kesyukuran, ternyata ada beberapa ikhwah yang sebelumnya telah saya kenal, bergabung di lembaga ini. Sebut saja Ustadz Muslim, akhi Kukun, Abu Mutma, dan beberapa nama lainnya.

26 Desember 2014, saya resmi bergabung di Wahdah Islamiyah DPD Kolaka. Tarbiyah bersama para Tholabul ‘Ilmi di Holaqoh Abdurrahman bin ‘Auf, murabbi pertama saya adalah Ustadz Zulfikar Hafidzahullah.

Dari Ta’lim dan tarbiyah inilah saya mengetahui bahwasanya, muslim diwajibkan berlemah lembut terhadap sesama manusia. Diharamkan manusia membunuh manusia lainnya, meskipun ia adalah seorang kafir. Saya benar-benar tercerahkan. Hampir saja saya berada di jalan yang salah, memelihara dendam terhadap orang-orang kafir, bahkan pernah berniat untuk menghabisi mereka. Maka jika kemudian, ada yang menyatakan dirinya seorang muslim…lalu membunuh atau memerangi lainnya, maka mereka bukanlah seorang muslim. Seperti termaktub dalam Al-Qur’an, Surah An-Nisa Ayat 93 ;

Artinya : Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.

Tak cukup banyak yang tahu tentang saya di lembaga ini. Disebabkan oleh jarangnya saya mengikuti kegiatan umum yang melibatkan banyak ikhwah. Pekerjaan menuntut saya hadir tanpa libur. Menafkahi anak istri tetaplah kewajiban.

Suatu waktu, namaku ramai diperbincangkan di dalam maupun di luar lembaga. Misi khusus dari para Asatizah dalam mengumpulkan info sehubungan fitnah dari lembaga tetangga yang alhamdulillah berhasil kujalankan tanpa kendala. Misi ini sangatlah mulia bagi saya. Penunjukan langsung dari ketua DPD dan ketua yayasan terkait nama yang kusematkan di depan nama kuniyahku…. “Laskar Merah Putih”

Langkah lembaga tetangga semakin gencar memfitnahku dan juga memfitnah lembaga ini. Terlebih saat mereka mengetahui bahwa saya dan beberapa ikhwah sedang berlatih memanah. Mereka menuduh bahwa latihan memanah kami adalah bagian dari pergerakan teroris. Padahal mereka pun tahu bahwa Rosulullah SAW juga telah memerintahkan kita untuk senantiasa berolahraga, memanah dan berenang.

Perjalanan dalam mempelajari agama ALLAH, berdakwah dan mengajak orang untuk berhijrah menjemput hidayah, memang tak selalu berjalan mulus. Baru saja saya mengalaminya pada saat memperkenalkan sunnah Sang Nabi Junjungan tentang memanah. Masyarakat resah. Akibatnya, rumah kami didatangi oleh petugas dan keluarga saya diinterogasi. Busur serta anak panah yang sering kami gunakan dalam kegiatan belajar, dipinjam oleh petugas. Meski pada akhirnya saya tahu bahwa busur dan anak-anak panah tersebut dijadikan barang sitaan dan barang bukti, sebagai penguatan laporan masyarakat. Kami disangka teroris. Tetapi cobaan tersebut tidaklah membuat semangat saya surut untuk tetap memperkenalkan sunnah memanah, terkhusus kepada masyarakat di sekitar. Kami bukan teroris, kami hanya memperkenalkan sunnah. Bukankah hanya memanah, melatih kuda dan berenang sebagai olahraga yang utama dalam islam ? Ada beberapa hadits yang menyinggung tentang masalah ini, diantaranya ;

‘An Jabir bin Abdillah rodhiyallahu anhu, qoola Rosulullah :

Kullu syain laisa fiihi dzikrullah, fahuwa lahuwa wa laibun, illaa arba’u mulaa  ‘abah: Arrajuli’mroatahu, wa ta’diiburrajuli farosahu, wa masyyuhu bainal gardaini, wa ta’limurrajulissabaaahah… ( rowaahu An-Nasai)

Artinya ; Dari Jabir bin Abdillah Rodhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah bersabda : Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah, merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau dan permainan, kecuali empat hal : senda gurau suami ke istrinya, melatih kuda, berlatih memanah dan mengajarkan renang (Hadits Riwayat An-Nasai).

Sebuah penggal hadits yang diriwayatkan Ahmad juga berbunyi, bahwasanya Rosulullah bersabda :

‘…….Berlatihlah memanah dan berkuda. Dan  jika kalian memilih memanah, maka hal itu lebih baik daripada berkuda’

Belajar memanah dapat melatih manusia untuk bersikap tenang dan menstabilkan emosi. Orang yang tidak tenang, selalu bertindak ceroboh, pemarah, kurang kesabaran, ataupun kurang sehat mentalnya tidak akan menjadi pemanah yang baik.Belajar memanah dapat melatih fisik dan emosi serta keseimbangan tubuh untuk meletakkan target pada sasaran.Mungkin itulah mengapa memanah lebih prioritas di mata Rosulullah.

Saat ini saya berupaya melegalkan kegiatan memanah ini di bawah naungan PERPANI Kolaka yang diketuai oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemkab Kolaka, Bapak Drs. H. M. Ismail Bella, M.Si. Tujuan paling mendasar adalah menarik minat anak muda untuk berkumpul, memperkenalkan amalan sunnah yang lain, mengajak tarbiyah menjemput hidayah di lembaga tercinta, Wahdah Islamiyah.

Semoga Allah senantiasa memberi hidayah, menjaga istiqomah orang-orang yang telah menunjukkan kebaikan kepada kami dan senantiasa meneguhkan hati kami di dalam agama-Nya, serta perlindungan dan kesehatan agar tetap bisa berdakwah di jalan-Nya. Amiin.

Artikulli paraprakPENGAJIAN AKBAR “JALAN MENUJU SURGA” – Wahdah Sidrap
Artikulli tjetërSahabat… Kita Semua Mencari Kebahagiaan Bukan ?!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini