Hati Yang Bening..
كان إبراهيم النخعي أعور العين ..
و كان تلميذه سليمان بن مهران أعمش العين ( يعني ضعيف البصر )
و قد روى عنهما ابن الجوزي في كتابه (المنتظم )
أنهما سارا في احدى طرقات الكوفه يريدان الجامع
و بينما هما يسيران في الطريق قال الإمام النخعي :
يا سليمان هل لك أن تأخذ طريقاً و أخذ آخر فإني أخشى إن مررنا سوياً بسفهائها،
ليقولون أعور و يقود أعمش فيغتابوننا و يأثمون
فقال الأعمش : يا أبا عمران ؛ و ما عليك أن نؤجر و يأثمون
فقال إبراهيم النخعي : يا سبحان الله ! بل نسلم و يسلمون خير من أن نؤجر و يأثمون.
Ibrahim An Nakhoi adalah seorang yang matanya juling. Dan salah seorang muridnya bernama Sulaiman Bin Mihron adalah seorang yang lemah pandangan matanya (Rabun).
Imam Ibnul Jauzy meriwayatkan dari keduanya dalam kitab “المنتظم” .
Bahwa Imam Ibrohim dan Sulaiman Bin Mihron pernah berjalan bersama di salah satu jalan yang ada di Kota Kufah. Mereka berdua ingin menuju ke Masjid Agung Kufah.
Maka ketika perjalanan mendekati kota, Imam Ibrahim An Nakhoi berkata pada muridnya,
“Wahai Sulaiman.. bisakah engkau mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang aku lalui?.
Karena aku khawatir jika kita jalan berbarengan, orang-orang yang tidak mengerti akan berkata,
‘Si Juling memandu Si Rabun’.
Mereka akan mengghibah kita dan akhirnya merekapun berdosa”.
Sulaiman Bin Mihron menimpali,
“Wahai Abu Imron.. (Ibrahim An Nakhoi) apa masalahmu jika mereka mengghibah kita, maka kita akan dapat pahala dan mereka berdosa?”.
Imam Ibrohim An Nakhoi menjawab,
“Subhanalloh.. Bahkan kita selamat dari dosa dan mereka juga selamat dari dosa itu lebih baik daripada kita dapat pahala sementara mereka dapat dosa gara-gara kita”.
? Subhanalloh…
((نسلم و يسلمون خير من أن نؤجر و يأثمون))
Kita dan mereka selamat dari dosa itu lebih baik daripada kita mendapat pahala, sementara mereka mendapatkan dosa..”
Ucapan ini hanya akan keluar dari orang yang memiliki hati yang bening.
Jiwa yang menginginkan kebaikan untuk bersama, bukan jiwa yang hanya mementingkan kebaikan sendiri dengan tidak mempedulikan yang lainnya.
Jiwa yang memahami betul sabda Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam,
(لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه)
“Tidaklah sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, sampai ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya..”
✍? Oleh Reky Abu Musa, Lc
Wonosari, Gunungkidul