Di dalam hadits riwayat Abu Daud :
“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dilihat di daerah araj, beliau menyiram air keatas kepalanya karena panas dan haus dan beliau saat itu sedang berpuasa” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Dan apabila air tersebut tidak disengaja tertelan maka puasanya tidak batal.
2. Memasuki waktu subuh dalam keadaan junub
di riwayatkan dari Aisyah Ummul Salamah :
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena jima’ dengan isterinya, kemudian ia mandi dan berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Bersiwak atau bersikat gigi
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali akan berwudhu” (HR. Bukarai dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa bersiwak itu berlaku bagi bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak membedakan antara keduanya.
4. Berkumur dan istinsyaq
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam membolehkan kepada orang yang berpuasa untuk berkumur-kumur dan instinsyaq (memasukkan air kedalam hidung) namun melarang untuk berlebih-lebihan ketika istinsyaq. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan berpuasa” (HR. Ashabussunan)
5. Bercengkrama dan mencium istri
Aisyah istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata :
“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mencium dan bercengkrama dalam keadaan berpuasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling bisa menahan diri” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun bagi yang tidak dapat mengendalikan diri hendaknya tidak melakukan hal ini karena di khawatirkan akan keluarnya mani yang dapat membatalkan puasanya, diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata :
“Kami pernah berada di sisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, maka datanglah seorang pemuda seraya berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium (istriku) sedang aku dalam keadaan berpuasa?” Beliau menjawab : “Tidak”, kemudian datang pula seorang yang sudah tua dan dia berkata : “Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium (istriku) sedang aku dalam keadaan berpuasa?”, beliau menjawab : “Ya”, sebagian kamipun memandang kepada temannya yang lain, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya aku mengetahui maksud kalian saling memandang satu sama lain, ketahuilah bahwasanya orang tua (lebih bisa) menahan dirinya” (HHR. Ahmad dan Ath Thabrani)
6. Bercelak, tetes mata atau selainnya yang di masukkan ke mata
Benda-benda ini tidak membatalkan puasa karena mata tidak mempunyai hubungan sampai tenggorokan.
7. Mencicipi makanan
Hal di perbolehkan selama makanan tersebut tidak sampai ketenggorokannya, berkata Ibnu Abbas :
“Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan berpuasa selama tidak sampai ketenggorokan” (R. Bukhari secara Mua’llaq)
8. Berbekam
Berbekam atau mengeluarkan darah kotor dari tubuh semula merupakan salah satu dari pembatal puasa, namun kemudian hukum ini di hapus berdasarkan hadits Ibnu Abbas ia berkata :
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berbekam, padahal beliau sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim)
9. Menelan ludah tidak membatalkan puasa, karena tidak ada dalil tentang batalnya puasa karena menelan ludah (Lihat Fatawa Asy Syiam hal. 251)
10. Orang yang mimisan (hidung berdarah) puasanya tetap sah, karena mimisan itu timbul bukan atas dasar kehendaknya
11. Mencuci telinga atau memasukkan tetesan ke dalam hidung atau oksigen yang dimasukkan melalui hidung apabila bagian yang masuk tenggorokan tidak di telan
12. Pil-pil pengobatan yang diletakkan di bawah lidah untuk pengobaan sariawan atau lainnya selagi di hindari masuknya kedalam ternggorokan
13. Penggunaan obat kumur tidak membatalkan puasa selagi tidak di telan. Dan orang yang menambal lubang giginya lalu rasa benda itu ada di tenggorokan maka hali itu tidak merusak puasanya. Semnikian pula dengan melobangi gigi atau mencabut gigi.
14. Suntukan yang buka sebagi pengganti makanan atau minuman akan tetapi hangy untuk pengobatan seprti suntikan penisilin, insulin atau suntika imunisisasi maka haol tersebut tidak membatakkan puasa, baik obat itu disuntukkan keotot ataup[un pembuiluh darah, namun sebaaiknnya hal itu dilakukan di malam hari sebagi sikap hati-hati
15. Memasukkan pipa (keteter) kelobang aliran air seni
16. Oksigen buatan yang dilakikan di mulut asal di hindari tertelannya sesuatu di dalam tenggorokan
17. bebda-benda yang diserap kulit seperti bahan cairan atau mingak angin atuau benda lainnya yang mengadung bahan medis atau kimia
18. Gas pembius yang tidak diberi bahan cair sebagai suplemen
19. Memasukkan alat atau benda medis ke otak atau sumsum
20. Pengambilan darah untuk kepentingan pemeriksaan tidak membatalkan puasa
21. Cuci darah (hemodialisa) yang mengaharuskan di keluarkannya darah secara keseluruhan untuk di bersihkan kemudian dikembalikan lagi dengan ditambah bahan kimia dan suplemen seperti zat gula, garam atau lainnya, maka hal ini tidak dianggap membatalkan puasa. Namun hendaknya dokter muslim selalu memberi nasehat kepada pasien untuk menunda hal-hal tersebut diatas (no. 14-24) yang tidak berbahaya atas penundaannya sampai waktu berbuka tiba, karena hal yang dimikian lebih berhati-hati
22. Seorang wanita yang berusaha mencegah datang bulan (haidh) dengan meminum jamu/ pil penahan haidh agar dapat berpuasa sebulan penuh, maka hal ini tidak mengapa dengan syarat hal tersebut tidak membahayakan baginya. Namun yang lebih afdhal baginya adalah membiarkan kebiasaan haidhnya dan mengqadha puasanya sesudah itu, karena demikianlah yang dilakukan oleh isteri-isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan isteri-isteri generasi salaf
23. Darah istihadhah (pendarahan pada rahim) tidak mempengaruhi sahnya puasa
Orang-orang yang boleh berbuka
Diantara rahmat Allah yang agung kepada hamba-hamba-Nya yang lemah adalah memberi rukhsah (keringanan) pada mereka untuk berbuka, dan diantara mereka adalah :
1. Musafir
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :
“dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah : 185)
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Bukanlah suatu kebajikan melakukan puasa dalam safar” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Sakit
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala membolehkan orang yang sakit untuk tidak berpuasa sebagai rahmat dari-Nya dan kemudahan bagi orang yang sakit tersebut. Sakit yang yang dimaksudkan adalah sakit yang apabila dibawa berpuas maka akan menyebabkan suatu mudharat atau semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan akan memperlambat proses penyembuhannya. Adapun sakit ringan seperti batuk, pusing dan sejenisnya, tidak boleh berbuka karenanya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala di surat Al Baqarah ayat 185.
3. Haid atau Nifas
Aisyah berkata :
“Kamipun ketika puasa mendapatkan haidh, namun kami hanya diperintahkan untuk mengqadha puasa, tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Wanita atau laki-laki yang lanjut usia yang sudah tidak berdaya dan setiap harinya makin bertambah lemah hingga meninggal dunia, maka keduanya tidak wajib untuk berpuasa. Berkata Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (QS. Al Baqarah :185)
beliau mengatakan : “Orang yang dimaksud adalah laki-laki dan perempuan yang lanjut usia yang tidak mampu untuk berpuasa, maka keduanya harus memberi makan setiap harinya satu orang miskin”
Adapun orang tua yang sudah lupa ingatan dan pikun maka ia tidak berkewajiban apa-apa begitupula keluarganya karena ia sudah bebas dari beban kewajiban. Namun apabila terkadang ingat terkadang tidak maka ia wajib berpuasa di waktu masih ada ingatannya dan tidak wajib di waktu hilang ingatannya
5. Wanita hamil dan menyusui
Wanita hamil atau menyusui di bolehkan berbuka puasa, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah memberi keringanan puasa ……bagi wanita hamil dan menyusui” (HHR. Ashabussunan)
Dan jika udzur tersebut telah hilang maka wanita hamil atau menyusui mengganti puasa yang ia tinggalkannya
Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tetap menolong kita untuk selalu ingat dan bersyukur kepada-Nya, serta beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya, dan semoga Allah menutup bulan suci Ramadhan ini dengan memberikan ampunan-Nya kepada kita dan memasukkan kita sebagai orang-orang yang bertaqwa. Amin
Maraji’
Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq
Sab’un masalah fish Shiam, Syaikh Muhammad Shalil Al Munajjid