Hakekat Dari Dzikrullah atau Menyebut Allah

Date:

Hakekat Dari Dzikrullah atau Menyebut Allah

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ، مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ »

Berkata Abu Musa Al-Asy’ary radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Permisalan orang yang menyebut Allah dan yang lalai dariNya, ialah permisalan orang yang hidup dan orang yang telah mati.”[1]

Dzikrullah atau menyebut Allah sangat banyak jenis dan macamnya. Namun jika ingin digeneralisir maka ia terbagi ke dalam dua jenis, sebagaimana diriwayatkan dari Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu; Pertama, bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya, hal ini sejatinya adalah dzikrullah. Kedua, dzikrullah dengan lisan seorang hamba, dan kedua-duanya adalah amalan kebajikan yang diganjar pahala di sisi Allah subhanahu wata’ala.

Orang yang mengingat Allah subhanahu wata’ala dengan menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya lebih mulia dibandingkan seorang yang mengingat Allah dengan lisannya namun di saat yang sama ia juga melanggar perintah dan mengerjakan laranganNya. Sedangkan kedudukan yang tertinggi ialah orang yang sanggup menggabungkan keduanya, antara takwa dan dzikrullah dengan lisannya.

Dzikrullah adalah ibadah yang sangat agung di sisi Allah subhanahu wata’ala. Karena keagungannya, Allah menciptakan golongan malaikat yang secara khusus ditugaskan untuk mencari-cari orang yang terpaut pada dzikrullah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ لِلَّهِ مَلاَئِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ، فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا: هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ، قَالَ: « فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا ».

“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari ahli dzikir. Jika mereka telah mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, mereka saling mengajak: “Kemarilah kepada hajat kamu”. Maka para malaikat mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka hingga ke langit dunia.”[2]

Keutamaan lainnya bahwa dzikrullah adalah satu diantara beberapa ibadah yang Allah perintahkan untuk diperbanyak. Allah berfirman:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.

“Dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.”[3]

Dzikrullah merupakan pertanda taufiq dari Allah subhanahu wata’ala. Mengapa ? sebab ia adalah ibadah yang tak membebani seseorang sedikitpun, tidak harta, pikiran maupun tenaga. Sehingga hal ini sudah cukup menjadi pembeda yang sangat nampak antara hamba Allah dan hamba dunia. Bahkan lebih jelas lagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan permisalan antara seorang yang mengingat Allah dan orang yang lalai dariNya, ibarat orang yang hidup di tengah orang yang telah mati.

At Thibi rahimahullah menjelaskan bahwa permisalan orang yang mengingat Allah subhanahu wata’ala ibarat orang yang hidup karena ia telah berhias dengan cahaya kehidupan, beramal dengan ketaatan, yakin akan ilmu dan makrifatullah sehingga hatinya menjadi mantap dan kokoh, sedangkan permisalan orang yang lalai dari Allah ibarat orang yang telah mati, karena batinnya kosong akan Allah maka dzahirnya menjadi bangkang kepadaNya.[4]

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah juga menambahkan bahwa maksud permisalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut karena orang yang hidup akan memberikan manfaat kepada siapa yang dicintainya, sebagaimana ia sanggup memberi mudharat kepada siapa yang memusuhinya, maka demikian halnya orang yang senantiasa mengingat Allah subhanahu wata’ala.[5]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwasanya Allah berfirman dalam hadits qudsiNya:

« أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ».

“Aku sebagaimana persangkaan hamba kepadaKu, dan Aku akan bersamanya jika ia mengingatku. Apabla ia menyebutKu dalam dirinya maka Aku menyebutnya dalam diriKu, dan bila ia menyebutKu dalam keramaian maka Aku akan menyebutnya dalam keramaian yang lebih mulia.”[6]

Inilah makna manusia yang hidup di tengah orang-orang yang telah mati. Ia hidup karena Allah ‘azza wa jalla mengingatnya, menyebut namanya, bangga kepada hambaNya. Ia hidup karena Allah yang Maha Hidup telah bersamanya. Olehnya, jika engkau hendak mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, maka carilah kedudukan Allah subhanahu wata’ala di sisimu.

 

[1] HR. Bukhari nomor 6407.

[2] HR. Bukhari nomor 6408.

[3] QS. Al-Anfaal 45.

[4] Syarhul Misykaat 5/1722.

[5] Fathul Bari 11/211.

[6] HR. Bukhari nomor 7405 dan Muslim nomor 2675.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Kolaborasi WIZ dan ASBISINDO: 139 Anak Yatim dan Dhuafa Dapat Santunan Serta THR

MAKASSAR, wahdah.or.id - LAZNAS WIZ bersama Perkumpulan Bank Syariah...

Pekan Terakhir Ramadan, 750 Paket Iftar Didistribusikan WIZ dan KITA Palestina ke Jalur Gaza

GAZA, wahdah.or.id - Kehidupan masyarakat di Gaza Palestina saat...

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...