Hadits Kedua Arbain (Bag.4)
Berikut ini Lanjutan Penjelasan Hadits Kedua Arbain:
“ . . . . . dan berkata : Ya, Muhammad,…”
Perkataan ini memberikan faidah:
1. Ini menunjukkan bahwa orang tadi tidak beradab sehingga bertambah keyakinan para sahabat bahwa orang ini datang dari jauh dan bukan sahabat, sebab jika ia seorang sahabat maka tentu akan mengatakan “Ya, Nabiyallah” atau “Ya, Rasulallah” sebagai pelaksanaan dari perintah Allah dalam QS. 24 :63
áÇó ÊóÌúÚóáõæÇ ÏõÚóÇÁó ÇáÑøóÓõæáö Èóíúäóßõãú ßóÏõÚóÇÁö ÈóÚúÖößõãú ÈóÚúÖðÇ ÇáäæÑ 63
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)
Dalam Tafsir Jalalain, Imam Suyuthi ÑÍãå Çááå ketika menafsirkan ayat ini mengatakan: hendaknya kamu memanggil dengan Ya Nabiyallah atau Ya Rasulallah dan tidak boleh dengan namanya.
Dan ini adalah salah satu bentuk pengagungan kita kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dan hal ini telah dicontohkan langsung oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an tidak satu kali pun Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memanggil Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan “Ya, Muhammad”. Bahkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengatakan dalam QS At-Tahrim ,ketika menegur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan panggilan wahai nabi:
íóÇÃóíøõåóÇ ÇáäøóÈöíøõ áöãó ÊõÍóÑøöãõ ãóÇ ÃóÍóáøó Çááøóåõ áóßó ÊóÈúÊóÛöí ãóÑúÖóÇÉó ÃóÒúæóÇÌößó æóÇááøóåõ ÛóÝõæÑñ ÑóÍöíãñ
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
. Dan ketika Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memanggil nabi sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mulai dari bapak manusia yaitu, Adam Alaihissalam hingga para Ulul Azmi , Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memanggil mereka dengan nama-namanya.
ÞóÇáó íóÇÂÏóãõ ÃóäúÈöÆúåõãú ÈöÃóÓúãóÇÆöåöãú ÝóáóãøóÇ ÃóäúÈóÃóåõãú ÈöÃóÓúãóÇÆöåöãú ÞóÇáó Ãóáóãú ÃóÞõáú áóßõãú Åöäøöí ÃóÚúáóãõ ÛóíúÈó ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖö æóÃóÚúáóãõ ãóÇ ÊõÈúÏõæäó æóãóÇ ßõäúÊõãú ÊóßúÊõãõæäó
Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al Baqarah :33)
ÞóÇáó íóÇäõæÍõ Åöäøóåõ áóíúÓó ãöäú Ãóåúáößó Åöäøóåõ Úóãóáñ ÛóíúÑõ ÕóÇáöÍò ÝóáóÇ ÊóÓúÃóáúäö ãóÇ áóíúÓó áóßó Èöåö Úöáúãñ Åöäøöí ÃóÚöÙõßó Ãóäú Êóßõæäó ãöäó ÇáúÌóÇåöáöíäó
Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Hud:46)
æóäóÇÏóíúäóÇåõ Ãóäú íóÇÅöÈúÑóÇåöíãõ
Dan Kami panggillah dia : “Hai Ibrahim, (QS. Ash Shaffat : 104)
ÞóÇáó íóÇãõæÓóì Åöäøöí ÇÕúØóÝóíúÊõßó Úóáóì ÇáäøóÇÓö ÈöÑöÓóÇáóÇÊöí æóÈößóáóÇãöí ÝóÎõÐú ãóÇ ÁóÇÊóíúÊõßó æóßõäú ãöäó ÇáÔøóÇßöÑöíäó
Allah berfirman: “Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS. Al A’raaf :104)
ÞóÇáó Çááøóåõ íóÇÚöíÓóì Åöäøöí ãõÊóæóÝøöíßó æóÑóÇÝöÚõßó Åöáóíøó æóãõØóåøöÑõßó ãöäó ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ æóÌóÇÚöáõ ÇáøóÐöíäó ÇÊøóÈóÚõæßó ÝóæúÞó ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ Åöáóì íóæúãö ÇáúÞöíóÇãóÉö Ëõãøó Åöáóíøó ãóÑúÌöÚõßõãú ÝóÃóÍúßõãõ Èóíúäóßõãú ÝöíãóÇ ßõäúÊõãú Ýöíåö ÊóÎúÊóáöÝõæäó
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”. (QS. Ali Imran :55)
tapi “Ya (Wahai) Muhammad” tidak ada. Ini menunjukkan keutaman nabi kita. Kalau Allah Subhaanahu Wa Ta’ala saja tidak menyebutkan “Ya, Muhammad” maka tentu kita lebih tidak pantas untuk mengatakan “Ya, Muhammad”. Demikian pula para sahabat dan istri-istri beliau tidak pernah memanggil beliau dengan namanya.
Walaupun kata Muhammad disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 4 kali namun berbentuk kabar bukan panggilan
1. QS. Ali Imron :144
æóãóÇ ãõÍóãøóÏñ ÅöáøóÇ ÑóÓõæáñ ÞóÏú ÎóáóÊú ãöäú ÞóÈúáöåö ÇáÑøõÓõáõ ó…
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, …
2.QS. Al Ahzab :40
ãóÇ ßóÇäó ãõÍóãøóÏñ ÃóÈóÇ ÃóÍóÏò ãöäú ÑöÌóÇáößõãú æóáóßöäú ÑóÓõæáó Çááøóåö æóÎóÇÊóãó ÇáäøóÈöíøöíäó æóßóÇäó Çááøóåõ Èößõáøö ÔóíúÁò ÚóáöíãðÇ
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
QS. Muhammad:2
æóÇáøóÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ æóÚóãöáõæÇ ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö æóÁóÇãóäõæÇ ÈöãóÇ äõÒøöáó Úóáóì ãõÍóãøóÏò æóåõæó ÇáúÍóÞøõ ãöäú ÑóÈøöåöãú …..
Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, ….
QS. Al Fath :29
ãõÍóãøóÏñ ÑóÓõæáõ Çááøóåö æóÇáøóÐöíäó ãóÚóåõ ÃóÔöÏøóÇÁõ Úóáóì ÇáúßõÝøóÇÑö ÑõÍóãóÇÁõ Èóíúäóåõãú …..
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, …..
o Perkataan Jibril dengan “Ya, Muhammad” mengandung dua kemungkinan:
1. karena ingin menyamarkan dirinya dengan berlaku seperti orang Badui atau
2. larangan dalam ayat tersebut tidak berlaku bagi para malaikat atau hal ini terjadi sebelum turunnya ayat tadi .[1]
o Ini penghormatan penuntut ilmu kepada syaikhnya. Syaikh Bakar bin Abdullah dalam “Hilyatu Tholibil Ilmi”[2] mengkiaskan hal ini dengan ulama kita sehingga tidak pantas kita langsung memanggil namanya namun dengan panggilan : “Wahai syaikhku ,wahai syaikh kami atau wahai ustadz…”.
ÃóÎúÈöÑúäöíú Úóäö ÇáÅöÓúÜáÇóã…
“. . . . Beritahukan aku tentang Islam !. . . . .”
Beberapa pelajaran dari perkataan ini :
o Anjuran bertanya untuk mendapatkan ilmu sekaligus menunjukkan bahwa seorang alim tidak boleh menyembunyikan ilmunya atau kikir walaupun ditanya oleh orang yang tidak beradab kepadanya.
Inilah yang dikatakan ulama bahwa :
” bertanya adalah kunci ilmu” (ÇáÓÄÇá ãÝÊÇÍ ÇáÚáã ), menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziah ÑÍãå Çááå ilmu itu ada beberapa tingkatan yang paling pertama adalah pertanyaan yang baik/tepat, beliau mengatakan bahwa diantara manusia ada yang tidak memiliki ilmu disebabkan hal ini; entah karena memang dia tidak bertanya atau dia bertanya dengan pertanyaan yang tidak terlalu penting seperti orang yang bertanya tentang sebuah permasalahan yang sebenarnya walaupun tidak diketahui tidak akan membahayakan lalu dia meninggalkan hal yang dibutuhkannya dan ini banyak terjadi kepada para penuntut ilmu yang jahil (akan hakikat ilmu yang bermanfaat)[3]
Dan Allah menyebutkan dua kali dalam Al-Quran :
ÝóÇÓúÃóáõæÇ Ãóåúáó ÇáÐøößúÑö Åöäú ßõäúÊõãú áóÇ ÊóÚúáóãõæäó
“maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” ( Qs. 16:43 dan Qs. 21 :7 )
► Dan dalam sebuah hadits ditunjukkan bahaya tidak bertanya atau bertanya tetapi bukan kepada ahlinya
Úóäú ÌóÇÈöÑò ÞóÇáó ÎóÑóÌúäóÇ Ýöí ÓóÝóÑò ÝóÃóÕóÇÈó ÑóÌõáðÇ ãöäøóÇ ÍóÌóÑñ ÝóÔóÌøóåõ Ýöí ÑóÃúÓöåö Ëõãøó ÇÍúÊóáóãó ÝóÓóÃóáó ÃóÕúÍóÇÈóåõ ÝóÞóÇáó åóáú ÊóÌöÏõæäó áöí ÑõÎúÕóÉð Ýöí ÇáÊøóíóãøõãö ÝóÞóÇáõæÇ ãóÇ äóÌöÏõ áóßó ÑõÎúÕóÉð æóÃóäúÊó ÊóÞúÏöÑõ Úóáóì ÇáúãóÇÁö ÝóÇÛúÊóÓóáó ÝóãóÇÊó ÝóáóãøóÇ ÞóÏöãúäóÇ Úóáóì ÇáäøóÈöíøö ÃõÎúÈöÑó ÈöÐóáößó ÝóÞóÇáó ÞóÊóáõæåõ ÞóÊóáóåõãú Çááøóåõ ÃóáóÇ ÓóÃóáõæÇ ÅöÐú áóãú íóÚúáóãõæÇ ÝóÅöäøóãóÇ ÔöÝóÇÁõ ÇáúÚöíøö ÇáÓøõÄóÇáõ …ÑæÇå ÃÈæ ÏÇæÏ
Dari Jabir beliau berkata:Kami mengadakan safar, maka ada seseorang diantara kami yang tertimpa batu yang menyebabkan luka pada bagian kepalanya, kemudian ketika malam hari dia mimpi basah, maka dia bertanya kepada teman-temannya:”Apakah kalian memandang bahwa saya memiliki rukhshah(keringanan) untuk bertayammum?” Mereka menjawab:”Kami tidak mendapatkan rukhshah bagimu selama anda masih mampu mempergunakan air” Akhirnya dia mandi yang menyebabkan dia meninggal dunia. Maka ketika kami pulang dari safar dan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu disampaikan kepada beliau, maka beliau bersabda:”Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh mereka!kenapa mereka tidak bertanya dulu jika mereka tidak mengetahui?karena sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya…..” (HR.Abu Dawud)
► Sahabat Ibnu Abbas ÑÖí Çááå ÚäåãÇ ketika ditanya “Bagaimana engkau bisa mendapatkan ilmu yang begitu luas ini? Beliau menjawab:
ÈöáöÓóÇäò ÓóÄõæúáò æó ÞóáúÈò ÚóÞõæúáò
“dengan lisan yang sering bertanya dan hati yang memahami.”
► Kata Imam Mujahid (seorang ahli tafsir tabiin dan murid terkemuka shahabat Ibnu Abbas)
áóÇ íóÊóÚóáøóãõ ÇáúÚöáúãó ãõÓúÊóÍúíò æóáóÇ ãõÓúÊóßúÈöÑñ
“tidak akan menuntut ilmu seorang yang pemalu dan sombong”.[4]
Orang yang malu dan sombong tidak mau bertanya sehingga tidak memperoleh ilmu.
o Kunci ilmu adalah bertanya dengan memperhatikan adab-adabnya. Bertanya untuk suatu masalah atau tujuan mengajarkan, adapun untuk berdebat atau berbangga–bangga maka hal itu dilarang
o Pertanyaan yang didahulukan adalah yang terpenting dan mendasar sebagamana Jibril Alaihissalam bertanya pertama kali tentang Islam, kemudian Iman lalu yang paling tinggi masalah Ihsan dan hari Kiamat
o Jika ada seseorang bertanya dengan pertanyaan yang kurang tepat atau tidak penting maka boleh seorang alim menjawab yang tidak sesuai dengan pertanyaan, jika tidak dibutuhkan Contoh ketika para sahabat bertanya tentang apa-apa yang boleh dipakai ketika Ihram maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab tentang apa-apa yang tidak boleh[5]
ÞóÇáó : ÕóÏóÞúÊó
“. . . Jibril mengatakan “Kamu benar”.
Pelajaran dari perkataan ini :
o Ini menunjukkan boleh bertanya dengan beberapa pertanyaan dalam satu majelis.
o Keharusan seorang mukmin membenarkan dan mengambil sebuah kebenaran .
ÇáúßóáöãóÉõ ÇáúÍößúãóÉõ ÖóÇáøóÉõ ÇáúãõÄúãöäö ÝóÍóíúËõ æóÌóÏóåóÇ Ýóåõæó ÃóÍóÞøõ ÈöåóÇ
” Kalimat hikmah (kebenaran) itu adalah barang muslim/mukmin yang hilang maka dimana saja ia temukan ia mengambilnya .” [6].
Contoh sebuah hadits ketika Abu Hurairah yang mengambil ilmu dari syaitan[7]
Adapun sifat orang-orang mukmin dalam Qs39 :33
æóÇáøóÐöí ÌóÇÁó ÈöÇáÕøöÏúÞö æóÕóÏøóÞó Èöåö ÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÊøóÞõæäó ÇáÒãÑ: 33
Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya,mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Tidak boleh seorang mukmin menolak suatu kebenaran meski dari orang di bawahnya atau lebih muda darinya. Imam Waki’ berkata: “Seseorang tidak bisa menjadi alim hingga dia mengambil hadits dari orang di atasnya , orang yang setingkat ( sama) dengannya dan orang yang di bawahnya”, dan Imam Bukhari mengatakan bahwa: “Seseorang tidak bisa menjadi ahli hadits yang sempurna sampai ia menulis (mengambil hadits) dari orang di atasnya , orang yang setingkat ( sama) dengannya dan orang yang di bawahnya” [8]
Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa tidak akan masuk surga orang yang punya kesombongan walaupun sebesar biji dzarrah. Dan dijelaskan bahwa salah satu ciri sombong adalah menolak kebenaran
áóÇ íóÏúÎõáõ ÇáúÌóäøóÉó ãóäú ßóÇäó Ýöí ÞóáúÈöåö ãöËúÞóÇáõ ÐóÑøóÉò ãöäú ßöÈúÑò … ÇáúßöÈúÑõ ÈóØóÑõ ÇáúÍóÞøö æóÛóãúØõ ÇáäøóÇÓö
“Tidak masuk surga orang yang memiliki kesombongan dalam hatinya walaupun sebesar biji dzarrah,…kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu )
o Dari perkataan Jibril Alaihissalam :”Kamu Benar” kita mengambil pelajaran bahwa sepantasnya seorang guru memuji muridnya yang ketika ditanya lalu menjawab dengan benar, dan ini dinamakan dalam dunia pendidikan sebagai ta’ziz
o Seorang murid hendaknya melihat kondisi gurunya sebelum bertanya agar tidak mengganggunya (Lihat : QS.33:53)
ÝóÚóÌöÈúäóÇ áóåõ íóÓúÃóáõåõ æóíõÕóÏøöÞõåõ …
“‘Kami heran dia yang bertanya dia pula yang membenarkan”
o Mereka heran karena ilmu yang dibawa oleh nabi tidak diketahui kecuali darinya (nabi sendiri), padahal orang ini tidak pernah diketahui bertemu dengan Nabi atau mendengar darinya , tetapi ternyata orang tersebut bertanya dengan pertanyaan seorang yang alim, muhaqqiq (peneliti) dan mushaddiq (yang membenarkan) , sehingga merekapun heran.[9]
[1] Lihat : Ta’liqaat ‘Alaa Al Arbain An Nawawiyah oleh Syaikh Al Utsaimin
[4] Lihat Fathul Bari (1:301)
[5] Lihat syarah Ibnu Daqieq Al- Ied terhadap Umdatul Ahkam
[6] Atsar ini disebutkan dalam beberapa riwayat seperti dalam sunan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah namun derajatnya dhaif jiddan. Lihat Dhoif Sunan Tirmidzi (hal 320)
[7] Shohih Bukhari (5010), Ibnu Khuzaimah di Shohihnya (4/91-92. No:2424) & Al-Baghowi di kitabnya Syarhus Sunnah (4/460)
[8] Hadyu As Saari (hal.271)
[9] Syarah Arbain An-Nawawi, Ibnu Daqieq Al-‘Ied (hal. 31)