PALU, wahdah.or.id – Wahdah Islamiyah menggelar Silaturahim Akbar bersama korban Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi Sulawesi Tengah di Kompleks Pengungsian Bukit Suharto, Kelurahana Petobo, Palu, Kamis (1/11/2018).

Kegiatan dimulai sejak Kamis pagi yang digelar dengan beberapa rangkaian, antara lain Tausiyah Agama, Pembagian Paket Logistik, Pembagian Paket Ceria, dan Makan Siang Bersama.

Tausiyah Agama diisi langsung oleh Pimpinan Umum Wahdah Islamiyah, Ustad Muhammad Zaitun Rasmin.

Di hadapan ratusan warga yang hadir dia berpesan, sebagai orang beriman, musibah apapun yang terjadi, walaupun membuat kita sedih, namun kita harus mengakui bahwa musibah itu tidak terlepas dari ketentuan Allah Ta’ala.

“Dalam menghadapi kejadian seperti itu, kita harus semakin memperkuat keimanan terhadap takdir Allah Taala, bahwa apapun yang terjadi, semuanya adalah kehendak Allah. Kita harus meyakini ketika Allah berkehendak, maka ada kebaikan yang diharapkan untuk kita,” tuturnya.

Untuk semakin menguatkan keyakinan warga, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini mengangkat kisah tentang keutamaan berprasangka baik terhadap takdir Allah.

“Ada cerita yang menarik, dan kisah ini telah masyhur diangkat oleh para Ulama sebagai peneguh keimanan. Suatu ketika, tersebutlah seorang Sultan yang berkuasa dalam suatu negeri. Hingga terjadi dalam suatu waktu, ibu jari tangan sang Sultan terputus akibat insiden kecil. Maka peristiwa ini tersebar di kalangan petinggi Kesultanan. Seorang Menteri yang terkenal setia dan selalu mendampingi Sultan khususnya ketika berburu, tiba-tiba menasehatkan kepada sang Sultan dengan berkata ‘Fii Khayran’ yang artinya ‘itu adalah kebaikan’ . Sang Sultan tiba-tiba marah dan memenjarakan si Menteri tersebut akibat perkataannya. Selang beberapa hari kemudian, Sang Sultan keluar istana untuk menekuni hobinya yakni berburu. Hingga sampai pada suatu ketika, sang Raja diculik oleh sebuah Suku Jahiliyah di tengah padang pasir. Salah satu kepercayaan Suku ini adalah jika ada orang pertama yang mereka jumpai dalam pengembaraan maka harus dikorbankan dengan cara disembelih. Namun beruntung, suku tersebut kemudian melepaskan sang Sultan karena menjumpai adanya kecacatan pada dirinya, yakni ibu jari yang telah terputus. Ketika kembali ke Istana, Sultan sangat bergembira dengan kebebasannya dan membebaskan Menteri yang pernah djpenjarakannya. Saat keluar, sang Sultan bertanya kepada sang Menteri perihal perkataannya ‘Fii Khayran’ saat dijebloskan ke penjara. Sang Menteri menjawab, jika ia tidak dipenjara maka ia lah yang akan menemani Sultan berburu, dan ketika tertangkap oleh Suku Jahiliyah, maka Suku itu akan menyembelih sang Menteri karena berbadan sempurna dibanding sang Raja yang cacat, ” kisahnya.

Perkataan sang Menteri ‘Fii Khayran’ menurut Ustad Zaitun, adalah perkataan yang terlontar karena keimanan, karena meyakini bahwa segala sesuatu adalah kebaikan.

“Maka kisah ini memberikan pelajaran besar bagi kita untuk berprasangka baik kepada segala sesuatu yang terjadi pada kita. Insya Allah rumah kita yang hancur akibat Gempa akan diganti oleh Allah dengan rumah yang lebih baik. Keluarga kita yang hilang akan diganti dengan kebaikan, dan keadaan lainnya, ” pungkas Ketua Majelis Ulama dan Dai Asia Tenggara ini.

“Walaupun kita kehilangan, namun kita masih beruntung karena diberi kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk hidup menghirup udaraNya. Kita adalah manusia-manusia pilihan yang mendapat karunia kehidupan, dan berbagai karunia lainnya. Terutama adalah apa yang terpancar dari wajah bapak dan Ibu yakni wajah-wajah yang penuh keimanan,” sambungnya.

Di akhir tausiyah, ustad Zaitun berpesan agar seluruh warga yang hadir mempertebal keimanan mereka, dengan tidak mudah dirayu dengan bantuan sembako atau yang lainnya, agar meninggalkan Islam.

“Ujian apapun, kita harus selalu siap mempertahankan keimanan, siap?, ” sapa ustad Zaitun yang disambut dengan teriakan ‘Siap’ oleh ratusan warga dan relawan yang hadir.

” Palu Sigi dan Donggala, bahkan Indonesia akan bangkit dan menuju ke arah yang lebih baik,” tutupnya.

Silaturahim Akbar Wahdah Islamiyah ini juga dihadiri oleh Ustad Bachtiar Nasir yang ikut memberikan tausiyah kepada warga yang hadir.

Di tempat kegiatan ini telah berdiri beberapa tenda hunian sementara Wahdah Islamiyah yang menjadi salah program terbesar Wahdah di Sul-Teng yakni pembangunan Hunian Sementara untuk korban gempa yang kehilangan rumah.[]

Laporan: Rustam Hafid (Relawan Media Wahdah Islamiyah)

Artikulli paraprakAdab di Dalam Masjid
Artikulli tjetërUstadz Zaitun Serahkan Hunian Sementara Untuk Korban Gempa Palu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini