Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguhnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS An-Nisa :32)
Ayat di atas menggambarkan secara indah keserasian relasi antara kedua jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan yang menunjukkan bahwa islam diturunkan sebagai agama kasih sayang (rahmah) untuk alam semesta, bukan untuk membanding-bandingkan antara laki-laki dan perempuan.
Ajaran islam disusun bukan berdasarkan jenis kelamin, sehingga tafsir Alqur’an dan khazanah keislaman pun tidak pernah ditulis berdasarkan hal ini. Namun dalam perkembangannya pendekatan berbasis gender pun merambah kedalam studi islam, misalnya fiqh dalam perspektif gender, tafsir dalam berbasis gender, dll. Feminisme dan kesetaraan gender (gender equality) saat ini menjadi tren baru masyarakat modern. Di hampr seluruh belahan dunia, gender telah menjadi keniscayaan global dan secara perlahan merambah kedalam semua link kehidupan bahkan menjadi tolak ukur untuk mengindentifikasikan keadilan, kemakmuran dan kemajuan sebuah bangsa dan kemajuan pembangunan di sebuah Negara.
Sebagai sebuah gerakan yang menjelma menjadi sebuah ideologi dan bahkan membentuk pendekatan baru dalam ilmu sosial, feminisme dan paham kesetaraan gender sejatinya masih menyimpan banyak permasalahan serius baik di dataran istilah, konsep maupun latar belakang sejarahnya.
Dari dataran istilah, feminisme mempunyai defenisi beragam, adalah madeleine palleter melihat feminisme sebagai paham yang beragam, tidak tunggal dan senantiasa berkembang. Ia mengatakan bahwa setiap feminis memilki pandangan pribadi sendiri tentang feminisme. Keberagaman feminism bisa dilihat dengan adanya perbedaan internal dikalangan tokoh-tokoh feminis sendiri. (S. Henri, Gender : Dari Wacana Transnasional-kontroversial Menjadi RUU Seksis, jurnal islamia : 2012)
menurut Dr. Ratna Megawangi seorang feminis Indonesia, feminisme dalam pengertian yang lebih luas adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan dan direndahkan oleh kebudayaan dominan baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. (Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? ,Bandung : Mizan, 1999)
Menurut the new encyclopedia of britanica disebutkan bahwa : “Feminsm is the belief, largely originating in the west, in the social, economic and political equality pf the sexes, represented worldwide by various institutions committed to activity on behalf of women’s rights and interest”. (feminisme adalah keyakinan yang berasal dari barat berkaitan dengan kesetaraan sosial, ekonomi, dan politik antara laki-laki dan perempuan).
Dalam kamus oxford advanced learner’s dictionary dikatakan bahwa “feminism is the belief and aim that women should have the same rights and opportunities as men” (feminisme diartikan sebagai kebebasan perempuan dan persamaan peran antara perempuan dan laki-laki dalam hal tanggung jawab dan hak istimewa dalam masyarakat) (Dzilfikri Fahmi, Teori Feminis: Sejarah dan Keragaman Pemikiran Feminis, Makalah edisi revisi : 2013)
Sebagian kalangan feminis mengartikan bahwa feminisme merupakan perjuangan melawan seksisme sebagai paradigma penindasan. Sebagian lainnya mengartikan sebagai komitmen untuk mengakhiri supremasi kulit putih, dominasi laki-laki dan eksploitasi ekonomi. Sementara itu adapula yang memaknai bahwa feminisme adalah penciptaan sikap untuk merangkul kebersamaan, yang meliputi perjuangan apa yang disebut dengan seksisme, rasisme, dan kelas. Namun ada pengamat yang mengartikan bahwa feminisme berawal dari pernyataan seorang perempuan tentang kekuatannya. Di mana pada awalnya ia bukanlah suatu teori melainkan tindak personal pribadi. (S. Henri, Gender : Dari Wacana Transnasional-kontroversial Menjadi RUU Seksis, jurnal islamia : 2012)
Dari keberagaman definisi di atas, maka untuk menyimpulkan feminism sebagai suatu pemahaman dan teori yang komprehensif tidaklah mudah. Karena feminisme merupakan paham yang sangat relatif, beragam dan masing-masing perempuan mempunyai definisi yang berbeda tergantung pada perspektif yang digunakan berdasarkan pengalaman dan tindak personalnya sendiri. Oleh karena itu istilah ini lebih tepat digunakan istilah “feminisms” (feminisme-pluralis) daripada “feminism”.
Jika paham ini masih bersifat relatif, lalu bagaimana mungkin seorang feminis memberikan bobot yang sama dari sebuah pengalaman pribadinya untuk mengatakan bahwa semua wanita memilki kesamaan? mungkinkah feminisme diterima sebagai sebuah konsep sementara dalam hal pendefinisiannya saja masih menuai banyak perbedaan, bahkan dari tokoh-tokohnya sendiri pun masih berbeda dalam mendefinisikan istilah ini. Jika paham ini diterapkan maka hanya akan menimbulkan kekacauan berpikir dan kontroversi dari kalangan kaum feminis sendiri sebab Ada banyak kasus dimana mereka yang mengkampanyekan hak-hak perempuan untuk berkiprah di ranah publik pada saat yang sama justru mempekerjakan perempuan sebagai pembantu di rumahnya. Allahu A’lam
Ustadz Sabri Gunawan