Pertanyaan:
Saya ingin meminta penjelasan, saya pernah membatalkan puasa pada Ramadhan yang lalu. Saya berbuka sehari dan mengqadhanya dua hari sebelum Ramadhan tahun ini. Apakah hal ini boleh atau tidak?
Jawaban:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
Bila anda berbuka (membatalkan puasa) tanpa udzur, maka anda telah melakukan satu dosa besar yang mengharuskan anda bertaubat nashuha kepada Allah dan menyesali dosa yang buruk tersebut serta berazam untuk tidak mengulanginya, karena berbuka (membatalkan puasa) pada bulan Ramadhan tanpa ‘udzur merupakan dosa besar. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah berkata, “Siapa yang sengaja membatalkan puasanya tanpa udzur, maka hal itu termasuk dosa besar”. Bahkan Imam Adz-Dzahabi secara tegas mengatakan bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa udzur, sakit, atau sebab lain, maka ia lebih buruk dari pezina, penipu, dan peminum khamar, bahkan diragukan keislamannya.
Selain itu anda wajib meng-qadha (ganti) puasa yang batal tersebut. Jika anda batal dengan berhubungan suami istri, maka selain qadha anda juga harus membayar kaffarat. Kaffaratnya adalah memerdekakan seorang budak. Bila tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu maka memberi makan kepada 60 orang miskin.
Adapun bila anda berbuka (membatalkan puasa) karena udzur yang dibenarkan syariat seperti safar atau sakit maka aanda tidak berdosa. Tapi anda harus meng-qadha sebelum masuk Ramadhan berikutnya. Bila anda telah melakukan hal itu maka beban anda telah selesai dan tidak ada kewajiban yang lain (selan qadha). Dan tidak masalah bila meng-qadhanya dua hari sebelum Ramadhan, dan hal ini bertentangan dengan larangan Nabi mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari dan atau dua hari sebelumnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhshah); boleh berpuasa bagi yang melakukan puasa dengan alasan atau sebab yang jelas seperti yang terbiasa puasa sunnah. Karena tidak boleh berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan, “Kecuali bagi yang terbiasa puasa, hendaknya ia tetap berpuasa”. (Muttafaq ‘alaihi).
Bila boleh berpuasa tathawwu’ (sunnah), maka puasa Fardhu lebih boleh lagi. Ibn Hajar berakata dalam Fathul Bari, “Makna pengecualian (dalam hadits tersebut) bahwa siapa yang memiliki kebiasaan rutin dibolehkan berpuasa kaerena ia telah terbiasa berpuasa, sehingga puasanya tidak dianggap mendahului puasa Ramadhan. Disamakan dengan hal itu puasa Qadha dan nadzar karena hukumnya wajib. Sebagian ulama berkata, “Dikecualikan (boleh puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan) puasa qadha dan nadzar. Kebolehan hal itu berdasarka dalil-dalil qath’i tentang wajibnya menunaikan keduanya. Sehingga dalil qath’i tidak dibatalkan oleh dalil dzan”. (trj:sym).
Sumber: http://fatwa.islamweb.net/, Fatwa No. 126807, 120929, & 1104