1. Berikut ini jawaban dari Komisi Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Besar Saudi Arabia tentang  mengambil denda atas keterlambatan cicilan yang kami nukilkan lengkap dengan pertanyaannya

 Pertanyaan:

Saya membeli sebuah barang dari jenis biklin buatan Perancis dari sebuah perusahaan mobil Arab seharga 430.000 real dengan uang muka dan sisanya dicicil perbulan sebesar 28.000 real. Dalam kertas perjanjian mereka ditandatangani pembayaran kelebihan sebesar 2% atas keterlambatan cicilan perbulan dan apabila saya tidak sanggup menyelesaikan cicilan secara sempurna dalam tempo tiga tahun  maka sisa untuk mereka 90.000 real. Kami meminta fatwa – jazakumullahu khair – tentang kelebihan 2% tersebut, apakah boleh mereka mengambilnya ataukah hal ini tidak sesuai dengan syari’at dan saya berhak untuk tidak membayarnya?

 Jawaban :

Apabila keadaannya seperti yang  anda sebutkan maka sesungguhnya persyaratan 2%  atas keterlambatan pembayaran cicilan dari waktu yang telah ditentukan adalah riba yang diharamkan dalam Al Quran dan Sunnah dan ijma’ atas hal tersebut. Oleh karena itu anda tidak boleh membayar kelebihan tersebut dan tidak boleh pula perusahaan mobil Arab tersebut mengambilnya, karena dengan yang demikian itu mu’amalah ini menjadi mu’amalah ribawiyah yang diharamkan dan tidak sah berdasarkan firman Allah I:

 æÃÍá Çááå ÇáÈíÚ æÍÑã ÇáÑÈÇ

 “Dan Allah menghalalkan  jual beli dan mengharamkan riba.”

 Wabillahittaufiq

(Fatawa Lajnah Da-imah, jilid 13 hal. 316)

 Maka berdasarkan fatwa di atas, mengambil denda atas keterlambatan cicilan tidak dibenarkan karena hal tersebut tergolong riba yang diharamkan.

 Semoga Allah I senantiasa memberi petunjuk ke jalan yang lurus.

 

2. Bacaan basmalah dalam sholat jahar, dijaharkan atau disirkan?

 Terdapat dua pendapat di kalangan ulama Islam dalam masalah ini, pendapat yang pertama  mengatakan bahwa bacaan basmalahnya disirkan dan pendapat ini didasarkan pada beberapa dalil diantaranya:

  1. Hadits ‘Aisyah r.a dia berkata:

ßÇä ÑÓæá Çááå r íÓÊÝÊÍ ÇáÕáÇÉ íÇáÊßÈíÑ æÇáÞÑÇÁÉ ÈÇáÍãÏ ááå ÑÈ ÇáÚÇáãíä

Artinya : "Adalah Nabi r memulai sholat dengan takbir dan (memulai) bacaan dengan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin." (HR. Bukhari-Muslim).

  1. Hadits Anas r.a :

Ãä ÇáäÈí  ræ ÃÈÇ ÈßÑ æ ÚãÑ ßÇäæÇ íÝÊÊÍæä ÇáÕáÇÉ ÈÇáÍãÏ ááå ÑÈ ÇáÚÇáãíä

Artinya : "Bahwasanya Nabi r dan Abu Bakar dan Umar, mereka memulai shalat dengan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin." (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam riwayat öAhmad, An-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah disebutkan :

áÇ íÎåÑæä ÈÈÓã Çááå ÇáÑÍãä ÇáÑÍíã

Artinya : "Mereka tidak menjaharkan Bismillahirrahmanirrahim."

Dan dalam riwayat lain dari Ibnu Khuzaimah disebutkan :

ßÇäæÇ íÓÑæä

Artinya : "Adalah mereka mensirrkan (tidak mengeraskan Bismillahirrahmanirrahim)."

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah r  membuka bacaan dalam sholat beliau dengan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, adapun basmalah maka dia tetap dibaca namun dengan tidak mengeraskan suara (disirrkan).

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa basmalah dibaca dengan cara  dijaharkan. Pendapat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Nu’aim Al Mujmir dia berkata : "Saya pernah shalat dibelakang Abu Hurairah r.a maka beliau membaca bismillahirrahmanirrahim kemudian beliau membaca ummul Qur-an (Al Fatihah) sampai ketika beliau mengucapkan waladh-dhallin beliau mengucapkan amin dan beliau mengucapkan Allahu Akbar setiap kali beliau sujud dan bangkit dari duduk, kemudian beliau berkata setelah salam : "Demi yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalatnya Rasulullah r diantara kalian." (HR. Nasa-i dan Ibnu Khuzaimah)

Hadits Abu Hurairah ini menunjukkan bahwa Rasulullah r biasa mengeraskan basmalah ketika shalat. Akan tetapi hadits ini dilemahkan oleh sebagian ulama hadits seperti Az-Zaila’iy, Ibnu Taimiyah dan Al Albani. Oleh karena itu pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama karena hadits-haditsnya shahih sementara dalil bagi pendapat kedua keshahihannya diperselisihkan para ulama hadits.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bacaan bismillahirrahmanirrahim dalam sholat-sholat jahriyyah (subuh,maghrib dan isya) tidak dikeraskan/dijaharkan.

 

3. Hukum qunut terus-menerus pada waktu shalat subuh

 Qunut adalah salah satu ibadah dalam shalat, oleh karena itu pelaksanaannya harus sesuai dengan contoh dan petunjuk dari Nabi r . Sebagian ulama menganggap bahwa qunut pada waktu shalat subuh adalah sunnah yang tidak pernah ditinggalkan nabi sampai meninggalnya beliau, akan tetapi pendapat ini tidak dilandaskan pada dalil-dalil yang shahih. Setidaknya ada dua hadits yang mereka jadikan landasan dalam masalah ini:

1. Hadits Anas bin Malik y dia berkata : "Senantiasa Rasulullah e melakukan qunut pada shalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia." (HR. Ahmad).

Akan tetapi hadits ini dha’if (lemah) sebagaimana dijelaskan para ulama hadits seperti Ibnul Jauzy, Az Zaila’iy, Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim. Sebab kelemahannya adalah karena di dalam sanadnya ada seorang periwayat yang bernama Abu Ja’far Ar-Razi dimana beliau ini diperbincangkan oleh para ulama hadits, berkata Imam Ahmad dan An Nasa-I : dia bukan periwayat yang kuat, berkata Abu Zur’ah : banyak salahnya, berkata Al Fallas : buruk hafalannya.

Disamping itu hadits ini isinya bertentangan dengan hadits lain dari Anas bin Malik yang lebih kuat darinya bahwa Nabi e tidak pernah malakukan qunut kecuali jika beliau hendak mendoakan kebaikan bagi suatu kaum atau mendoakan kebinasaan bagi suatu kaum (HR. Al Khatib). Juga bertentangan dengan hadits Abu Hurairah dimana dia berkata : "Adalah Rasulullah e tidak melakukan qunut dalam shalat subuh kecuali jika beliau hendak mendoakan kebaikan bagi suatu kaum atau mendoakan keburukan bagi suatu kaum (HR. Ibnu Hibban). Kedua hadits ini disahihkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Syaikh Al Albani.

      Hadits yang mereka jadikan landasan ini dalam istilah ilmu hadits dinamakan     hadits yang mungkar karena dia lemah dan bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat darinya. Hadits mungkar tidak dapat dijadikan hujjah.

2. Hadits Abu Hurairah  y dia berkata : "Demi Allah aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalatnya Rasulullah e," dan Abu Hurairah biasa qunut pada satu raka’at dari shalat subuh (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini sahih, akan tetapi hadits ini tidak menunjukkan bahwa Abu Hurairah terus menerus melakukan qunut pada waktu subuh. Qunut yang dilakukan Abu Hurairah sebenarnya adalah qunut nazilah sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain dari Abu Hurairah dimana dia berkata: "Sungguh  saya akan memperlihatkan cara shalatnya Rasulullah e," maka Abu Hurairah melakukan qunut pada rakaat terakhir  dari shalat zhuhur, isya dan subuh setelah dia mengucapkan sami’allahu liman hamidah lalu dia mendoakan orang-orang beriman dan melaknat orang-orang kafir (HR. Bukhari dan Muslim).

            Disamping itu ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa qunut subuh terus menerus bukanlah contoh Rasulullah e  dan sahabat-sahabat beliau sebagaimana diriwayatkan dari Abu Malik Al Asyja’iy dia berkata : "Aku berkata kepada bapakku : wahai bapakku anda pernah shalat di belakang Rasulullah e , Abu Bakar, Umar , Utsman dan (juga di belakang) Ali bin Abi Thalib di Kufah ini selama lima tahun, apakah mereka semua melakukan qunut? Berkata bapakku : "Wahai anakku (perbuatan itu) diada-adakan." (HR. Ahmad, An Nasa-I dan Ibnu Majah, berkata Al Hafizh sanadnya hasan).

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melakukan qunut subuh terus-menerus adalah amalan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah e  dan tidak pula dari para sahabatnya oleh karena itu amalan tersebut tidak dapat dilakukan karena pelaksanaan sebuah ibadah haruslah didasarkan pada sunnah Rasulullah e.

Artikulli paraprakFADHILAH MEMPELAJARI HADITS
Artikulli tjetërHukum Menyimpan Uang di Bank berbunga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini