Diantara faktor penyebab futur yang menimpa seorang aktivis dakwah adalah tidak adanya keselarasan antara kemampuan dan potensi dengan pekerjaan atau tuga dakwah yang diemban.
Di antara kesalahan yang banyak dilakukan oleh para juru dakwah adalah mereka berusaha melakukan pekerjaan atau ativitas yarg tidak selaras dan atau berbeda dengan tabiat atau skill yang dimilikinya. Misalnya, ada di antara mereka yang tarjun di dunia tulis-menulis, padahal dia tidak dapat menghasilkan tulisan yang baik. Atau ada yang memilih bidang orasi atau public speaking, padahal dia tidak dapat berbicara lancar. Dan seterusnya.
Perang dalam dirinya pun tak terhindarkan. Perang antara kemampuan dan potensinya dengan beban yang dipikulkan kepadanya. Penderitaannya bertambah berat dari hari ke hari, terutama saat pekerjaan yang sebenarnya tidak dikuasainya itu benar-benar dibutuhkan.
Maka pekerjaan itu benar-benar menjadi beban yang sangat memberatkan dirinya sehingga dia menjadi senang saat terbebas dari pekerjaan itu walau untuk sementara waktu seperti berhentinya pelajaran karena libur atau ujian dan lain sebagainya. Akhirnya, jati dirinyalah akan tampak. Dia pun menjadi bosan dan futur, lemah dan berhenti.
Sebenarnya seseorang itu bebas memilih pekerjaan atau aktivitasnya. Pun medan dakwah tidak terbatas pada satu atau dua bidang saja. Jika seseorang telah tahu bahwa potensinya tidak mendukungnya untuk aktif di suatu pekerjaan, hendaklah dia meninggalkan pekerjaan itu dan mencari pekerjaan yang lainnya. Dengan begitu dia tidak menyia-nyiakan tenaga dan umurnya.
Bahkan kadangkala juga tidak menyia-nyiakan niat. Seseorang yang berusaha bekerja untuk sementara waktu walaupun dia tidak memiliki potensi dalam hal itu, mengingat setiap keadaan ada aktivitas yang tepat untuknya, berbeda dengan orang yang terus-menerus bekerja disini padahal dia tahu bahwa dia tidak berpotensi sama sekali dan hanya membebani dirinya sendiri dengan sembarang aktivitas. Padahal Allah telah berfirman,
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah [2]: 286)
Dan Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian mampui!” mengerjakan sesuatu yang kalian Dari sini,
Mestinya para ulama dan para murabbi menggali skill dan potensi murid-murid mereka sedini mungkin. Dengan begitu mereka dapat mentarbiyah para murid dengan baik sehingga kelak mereka dapat mengemban tugas yang sesuai dengan keahlian mereka dan mampu mengerjakan yang terbaik Apalagi sebagian murid kadangkala berbasa-basi dengan gurunya dan tidak berterus terang akan beratnya beban yang dipikulkan di pundaknya dan ketidaksukaannya kepadanya, dikarenakan dia tidak berpotensi di bidang itu.
Akan tetapi ada dua hal yang penting diperhatikan terkait hal ini:
Pertama, ada beberapa pekerjaan yang dengan latihan, belajar, dan praktik yang terus-menerus. Sehingga seseorang yang kurang berpotensi di dalamnya bisa menjadi terbiasa dan cenderung kepadanya. Tentu saja dibutuhkan tenaga dan waktu yang lebih. Apalagi jika tidak ada yang mampu mengerjakannya dengan suka hati dan berpotensi, padahal pekerjaan itu sangat dibutuhkan.
Dalam kondisi seperti ini seorang akh/aktivis dakwah mau tidak mau harus berusahamemantaskan diri mengurusi pekerjaan tersebut. Hendaknya ia memantaskan diri dengan terus belajar, berlatih, dan banyak praktik. Di sini berlaku kaidah ala bisa karena biasa.
Kedua, apa yang disebutkan di atas adalah untuk perkara perkara yang masuk dalam kategori fardhu kifayah dan sunnah. Sedangkan perkara yang bersifat fardhu ‘ain, maka tidak ada pilihan baginya untuk tidak mengerjakannya selama tidak ada udzur syar’i.