Diantara faktor penyebab futur di jalan dakwah adalah tidak menyadari tantangan dan rintangan yang menghadang.

 

Salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan para juru dakwah dan para penuntut ilmu adalah ketidaksadaran mereka terhadap realita mereka sendiri. Karena ketidaksadaran itu mereka pun tidak sadar terhadap besarnya rintangan atau tantangan yang menghadang umat ini. Rintangan atau tantangan yang datang darimusuh-musuh mereka, baik dari luar maupun dari dalam

 

Hakikat rintangan atau tantangan ini telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an tidak hanya di satu tempat. Allah berfirman:

ولن ترضى عنك اليهود ولا النصر حتى تتبع ملتهم

 

Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. (Al-Baqarah [2]: 120)

 

ودا لو تكفرون كما كفروا فتون سواء

 

Mereka ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir. (An-Nisa’ [4): 89)

 

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka.” (At-Taubah (9]: 32)

 

“Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka.” (Al-Munafiqun [63]: 4) “Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus.” (An-Nisa’ [4): 102)

 

Kesadaran seorang muslim akan adanya rintangan atau tantangan dari musuh-musuh mereka akan membuat mereka senantiasa berjaga dan bersungguh-sungguh di dalam menghadapi rintangan atau tantangan ini. Sedangkan kealpaannya terhadap adanya rintangan atau tantangan ini akan menjadikannya hidup dengan santai dan tenang-tenang saja. Kehidupan yang membinasakan, sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:

 

ولا تلقوا بأيدي إلى التلكة

 

Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri. (Al-Baqarah [2]: 195)

 

Dengarkanlah ucapan Abu Ayyub Al-Anshari ag tentang ayat di atas, niscaya Anda akan mengerti hakikat rintangan atau tantangan ini. Beliau berkata, “Sesungguhnya ayat ini diturunkan hanya kepada kami, kaum Anshar. Setelah Allah memuliakan agama-Nya dan bilangan orang-orang yang membelanya semakin banyak, sebagian kami berbisik kepada sebagian yang lain, merahasiakan pembicaraan dari Rasulullah . Bisikan itu berbunyi, ‘Sungguh, kita sudah kehilangan banyak harta. Kini tiba saatnya untuk tinggal di Madinah dan mengembalikan apa yang telah hilang itu. Kemudian Allah menurunkan ayat yang mengelirukan keinginan kami itu. Allah berfirman, Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri.” (Al-Baqarah [2]: 195) Keinginan untuk menetap dan mengembalikan harta kami yang hilang. Allah memerintahkan kami untuk tetap berangkat berperang. Maka Abu Ayyub masih tetap berperang di jalan Allah sampai ajal menjelang.”

 

Jika sebuah negara merasakan bahaya yang hendak menerjang daerah perbatasannya, pastilah pemimpin negara itu akan memobilisasi tentaranya dan anak bangsanya untuk menghadapi bahaya itu. Bahkan binatang pun akan melakukan hal yang sama jika merasakan bahaya menghadang. Dia bersiap untuk membela dirinya. Jika bahaya ini hilang, dia pun kemba ke keadaan semula.

 

Demikian pula halnya seorang muslim. Kesadarannya terhadap rintangan atau tantangan akan membuatnya jauh dari kehidupan malas dan lamban. Hilangnya kesadaran ini akan membuatnya merasa berat untuk beraktivitas dan menjadikannya ditimpa futur. Bukankah jika salah seorang dari kita mengetahui adanya pencuri di sekitar rumah kita, kita tidak tidur? Bagaimana jika yang dicuri itu adalah agama, bukan harta dunia? Akan tetapi, Tusukan tidak menyakiti yang mati Yang hina tak ‘kan risih dengan kehinaan

Artikulli paraprak10 Pembatal Keislaman
Artikulli tjetërSiapakah Ulil Amri?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini