“Sesunggunya setiap amal ada saat semangatnya dan setiap saat semangat ada saat FUTUR-nya, . . .”. (Terj. HR. Ahmad dan dinilai Shahih Oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ As-Shaghir).
Hadits riwayat Imam Ahmad di atas menunjukkan bahwa setiap amalan ada saat semangat dan ada pula saat futurnya. Futur artinya lemah setelah bersemangat, terputus setelah kontiniu, dan malas setelah rajin dan bersungguh-sungguh. Ia merupakan penyakit yang kadang menimpa para ahli ibadah, juru da’wah, dan penuntut ilmu. Jika terserang penyakit ini seseorang menjadi lemah, lamban, dan malas setelah sebelumnya semangat, rajin, dan bersungguh-sungguh. Bahkan pada tingkat yang paling parah seseorang terputus sama sekali dari suatu amal ibadah dan da’wah, wallahul musta’an.
Kefuturan biasanya terjadi secara perlahan. Berawal dari gejala dan sebab yang kadang tidak disadari oleh orang yang dijangkitinya. Sehingga seseorang tidak serta merta terputus secara total dari suatu amal setelah sebelumnya ia rajin, bersemangat, dan rutin melakukan suatu amalan. Tetapi berawal dari fenomena malas, bosan dan semacamnya yang tidak disadari dan tidak diatasi.
Oleh karena itu mengenali fenomena, gejala, dan faktor penyebab futur sangat penting, agar mudah menghindarinya atau mudah mengatasinya ketika awal mula datang. Ibarat penyakit mengenali gejala dan sebabnya merupakan salah satu cara menghindari dan mengobatinya ketika telah menimpa.
Pada tulisan terdahulu telah disebutkan faktor yang pertama sebagai penyebab futur, yakni tidak ikhlas dan tidak menjaga keikhlasan. Pada tulisan ini akan dijelaskan faktor berikutnya sebagai salah satu penyebab penyakit futur, yaitu tidak menguasai ilmu syar’i.
Syekh Prof. DR. Nashir bin Sulaiman al-‘Umar mengatakan, “kebodohan merupakan penyakit yang mematikan. Dan yang membuat kebodohan lebih berbahaya lagi karena orang yang bodoh tidak mengerti buruk dari kebodohannya”.
Dalam kaitannya dengan sebab futur sebagai dampak dari kebodohan atau ketiadaan ilmu syar’i pada diri seseorang, Syekh Nashir mengatakan, “Semakin lemah penguasaan ilmu syar’i seseorang Muslim semakin besar potensi untuk dijangkiti penyakit futur. Sebab dia tidak tahu menahu tentang dalil-dalil syar’i yang menganjurkannya untuk beribadah, beramal, dan mencari ilmu. Ia juga tidak tahu pengaruh dari futur itu. Ia tidak tahu bahwa futur dapat melemahkan azamnya. Ia juga tidak mengerti tentang nilai kesabaran dan perannya serta pahala bagi orang-orang yang sabar. Sehingga hal ini membuatnya kurang bersabar dan lebih banyak berkeluh kesah, hingga pada akhirnya ia meninggalkan banyak kewajiban (alias futur)”.
Di sinilah pentingnya ilmu dalam menjaga dan mengarahkan semangat, azam dan tekad seseorang dalam beribadah. Allah Ta’ala telah menegaskan bahwa orang berilmu tidak sama dengan yang tidak berilmu. Allah Ta’ala berfirman, “Apakah sama antara yang mengetahui (berilmu) dengan orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)?” (terj. Qs. Az-Zumar:9).
Ayat ini adalah pertanyaan yang berfungsi sebagai pernyaatan tegas, bahwa tidak sama antara orang berilmu (mengetahui) dengan orang tidak berilmu (tidak mengetahui). Tidak sama karena orang berilmu lebih takut kepada Allah. Orang berilmu ditinggikan derajatnya oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu mari lindungi diri dari futur dengan memperdalam ilmu syar’i. (Bersambung insya Allah)
Sumber: Disarikan dari Kitab Al-Futur; Al-Madzahir, Al-Asbab, Wa Al-‘Ilaj, Karya Syekh. Prof. DR. Nashir bin Sulaiman Al-Umar hafidzahullah dengan sedikit perubahan seperlunya. (sym)