Engkau Dan Kecantikan Istrimu, Renungkanlah!

Date:

Dahulu ketika Yusuf bermimpi bahwa ada sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya, ia menceritakan perihal itu kepada ayahnya (Ya’qub).

Mengetahui ta’wil mimpi itu, Ya’qub memahami bahwa anaknya (Yusuf), kelak akan menjadi seseorang yang lebih baik dari dirinya. Tapi fitrahnya sebagai seorang ayah, lebih mencintai jika anaknya bisa jauh lebih baik dari dirinya, namun itu beda dengan saudara-saudaranya.

Karena itu, Ya’qub berkata kepada Yusuf, “Jangan ceritakan mimpimu pada saudara-saudaramu, sebab mereka bisa membuat tipu daya kepadamu untuk membinasakanmu, sesungguhnya Syaithan bagi manusia adalah musuh yang nyata.” Demikianlah Allah menceritakan kisah ini di dalam al-Qur’an, surah Yusuf ayat yang ke lima.

Mengomentari ayat ini, Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata:

لا يفتر عنه ليلا ولا نهارا ولا سرا ولا جهارا فالبعد عن الأسباب التي يتسلط بها على العبد أولى

Syaithan tidak akan merasa lelah (untuk menjebaknya), baik malam atau siang, sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Karena itu, menjauhi sebab-sebab yang dapat menjadikan diri dikendalikan syaithan terhadap seorang hamba itu lebih utama. (Tafsir as-Sa’di: 454)

Dari kisah ini, sebagian ulama mengatakan bahwa tidak semua nikmat yang ada pada diri kita harus diceritakan pada orang lain. Jika nikmat itu diceritakan lebih berpotensi dapat menjadikan orang lain hasad dan ingin mengambil nikmat itu, maka sebaiknya nikmat itu disembunyikan.

Salah satu contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari adalah hendaknya seorang suami tidak menceritakan kecantikan istrinya pada saudara-saudaranya, atau memamerkan kecantikan istrinya pada orang lain. Sebab potensi hasad akan lebih besar muncul, hingga mereka dikuasai syaithan dan berupaya menghilangkan nikmat itu darinya atau mengambil nikmat itu darinya.

Begitu pula bagi pasangan suami istri, hendaknya tidak mempertontonkan kemesraannya di depan khalayak, atau sosial media. Sebab hal ini lebih mudah mendatangkan hasad, hingga menjadikan Syaithan lebih mudah menggoda untuk menjatuhkan orang yang melihat ke dalam fitnah, atau untuk mereka sendiri.

Karena itu, hakikatnya seorang suami yang baik, ia tidak menginginkan istrinya dipertontonkan, bahkan ia tidak akan senang jika nama istrinya disebut-sebut oleh orang lain yang bukan mahram dari istrinya itu.

Inilah salah satu hikmah dari tidak disebutkannya nama-nama wanita shalihah di dalam al-Qur’an, kecuali Maryam. Sebab Allah menyebut namanya untuk menyucikan namanya atau menjelaskan kedudukannya di muka bumi dari tuduhan orang-orang.

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:

لم يذكر الله عز وجل امرأة وسماها باسمها في كتابه إلا مريم ابنة عمران، فإنه ذكر اسمها في نحو من ثلاثين موضعاً، لحكمة ذكرها بعض الأشياخ، فإن الملوك والأشراف لا يذكرون حرائرهم في الملأ، ولا يبتذلون أسماءهن، بل يكنون عن الزوجة بالعرس والأهل والعيال ونحو ذلك، فإن ذكروا الإماء لم يكنوا عنهن ولم يصونوا أسماءهن عن الذكر والتصريح بها،
فلما قالت النصارى في مريم ما قالت وفي ابنها صرح الله باسمها ، ولم يكن عنها بالأموة والعبودية التي هي صفة لها .

Allah tidak menyebut seorang wanita di dalam kitab-Nya dengan namanya kecuali Maryam Binti Imran. Allah menyebutkan namanya sekitar 30 kali pada tempat yang berbeda-beda. Hal ini memiliki hikmah, sebagaimana disebutkan oleh para ulama. Hikmah itu adalah bahwa dahulu para raja dan orang-orang terhormat tidak menyebut istri-istri mereka di depan banyak orang, dan bukan merupakan kebiasaan mereka menyebut nama-nama istri-istri mereka itu.

Justru mereka menyebut nama istri-istri mereka dengan nama kinayah mereka, misalnya dengan pasangan, keluarga, atau yang seperti itu. Namun jika mereka menyebut budak, mereka tidak menyebut dengan nama kinayahnya atau menjaga nama-nama mereka dari penyebutan secara langsung.

Maka ketika kaum nashrani berkata tentang Maryam apa yang mereka katakan pada anaknya (Isa), maka Allah menyebut namanya secara langsung dan tidak menyebutkannya dengan bentuk umuwwah (bentuk ibu) dan sifat ubudiyyah yang merupakan sifatnya, (Tafsir al-Qurthubi: 6/21-22)

Karena itu Allah memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi agar beliau memerintahkan kepada istri-istrinya, anak-anak perempuannya dan istri-istri kaum mukminin untuk menutup diri mereka dengan jilbab keseluruh tubuh mereka. Allah azza wajalla berfirman:

ياأيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (Al-Ahzab: 59)

Hal ini untuk menjaga nikmat Allah itu (istri), menjaga kemuliaannya, menjaga hubungan cinta kasih dengan suaminya, menguatkan rasa kasih mereka, menjaga agar tidak membuka hasad manusia hingga ingin mengambil kenikmatan itu dan menghilangkannya.

Wallahu a’lam

Oleh Ustadz Abu Ukasyah Wahyu al-Munawy

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Mukernas XVII Wahdah Islamiyah: Menyusun Langkah Strategis untuk Mewujudkan Indonesia Maju yang Berkah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Mengangkat tema "Mengokohkan Soliditas dan Kolaborasi...

Sedekah Hijau untuk Bumi, Sedekah Jariyah Penopang Kehidupan

Wahdah.Or.Id -- Menanam pohon bukan sekadar kegiatan lingkungan hidup,...

Harta Sebagai Jalan Masuk Surga, Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Sampaikan Begini Caranya

Wahdah.Or.Id -- Dalam al qur'an, sejak dulu Allah subhanahu...

Alhamdulillah! Semakin Berkembang, Wahdah Sidrap Kini Memiliki 11 Dewan Pengurus Cabang

DUAPITUE, wahdah.or.id -- Ketua Dewan Pengurus Daerah Wahdah Islamiyah...