Sebelum berdiri keemiran (emirat) di Andalusia oleh Dinasti Bani Umayyah, negeri yang pernah diduduki bangsa Gothik (Visigoth) itu terlebih dahulu dipimpin oleh para gubernur (Al-Wulat). Periode Al-Wulat berlangsung selama 42 tahun dan dipimpin oleh 20 gubernur silih berganti.
Pada masa Al-Wulat, perluasan wilayah Islam gencar dilakukan para gubernur. Khususnya negeri di wilayah utara Andalusia: Prancis. Para gubernur Andalusia, seperti Al-Hurr bin Abdurrahman Ats-Tsaqafi, As-Samh bin Malik Al-Khaulani, dan Anbasah bin Suhaim Al-Kalbi terus membuka kawasan di wilayah terdekat dari Andalusia tersebut.
Usaha para pemimpin Muslim tersebut ada yang sukses ada pula yang tidak. Di antara para pemimpin pasukan itu bahkan ada yang telah mencapai kota Sens yang jaraknya hanya sekitar 30 kilometer dari kota Paris.
Andalusia kemudian dipimpin oleh Gubernur Abdurrahman Al-Ghafiqi, seorang panglima perang yang shalih. Ia melanjutkan perjuangan yang telah dilakukan oleh para panglima sebelumnya, yakni berjihad ke Prancis. Abdurrahman Al-Ghafiqi memasuki wilayah-wilayah yang belum pernah dimasuki oleh para pendahulunya. Ia masuk sampai ke ujung barat Prancis dan menaklukkan kota demi kota. Ia berhasil menaklukkan kota Toulouse dan Tours.
Abdurrahman Al-Ghafiqi kemudian mulai mengatur pasukannya yang berjumlah 50.000 prajurit untuk menghadapi pasukan Kristen di Tours. Ekspansi ini merupakan ekspansi pasukan Muslim terbesar yang masuk ke Prancis. Ada pula yang menyebutkan jumlahnya mencapai 100.000 pasukan.
Pertempuran antara kaum Muslimin di bawah pimipinan ‘Abdurrahman Al-Ghafiqi dan pasukan Kristen Frank di bawah pimpinan Duke Odo dan Duke Charles ini berlangsung di tempat sekitar sepertiga jarak dari Poitiers ke Tours sehingga dikenal dengan Perang Poitiers.
Semula dalam pertempuran sengit yang berlangsung selama enam hari itu -dimulai sejak 18 Sya’ban 114 Hijriyah (12 Oktober 732)-, dimenangkan oleh kaum Muslimin. Namun, disebutkan oleh para sejarawan, karena terpesona dengan harta rampasan perang (ghanimah) mereka pun lengah. Pasukan Frank yang menyadari hal tersebut, berusaha bangkit dan bertempur habis-habisan hingga memperoleh kemenangan.
Kekalahan di Poitiers ini mengingatkan kembali pada pasukan kaum Muslimin pada Perang Uhud. Ketika itu kaum Muslimin telah memperoleh kemenangan di awal. Akan tetapi, karena terlena oleh harta rampasan perang, mereka pun lengah. Dan pasukan kaum Musyrikin berhasil membalikkan keadaan. Seperti itulah keadaan di Poitiers.
Banyak korban yang berjatuhan dari kaum Muslimin. Termasuk sang pemimpin pasukan, Abdurrahman Al-Ghafiqi. Para sejarawan Muslim menyebut pertempuran berdarah ini dengan Balath Asy-Syuhada, istana para syuhada.
Menentukan Nasib bangsa Eropa
Peperangan Poitiers dikategorikan dalam sejarah sebagai salah satu pertempuran historis paling menentukan dalam sejarah Eropa, bahkan dunia. Perang yang menentukan nasib Eropa ke depan. Para sejarawan berpendapat, jika saja ummat Islam menang dalam pertempuran ini, mereka akan lebih mudah masuk ke negeri-negeri berikutnya. Pada akhirnya, negeri-negeri di Eropa akan menjadi negeri Islam.
Edward Gibbon berkomentar, seandainya pasukan Islam yang dipimpin oleh Abdurrahman Al-Ghafiqi menang pada pertempuran itu, mungkin tafsir Al-Qur’an sekarang akan diajarkan di sekolah-sekolah Oxford dan mimbar-mimbarnya dipenuhi dengan orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu Muhammad. Sementara itu, Ernest Lavisse mengatakan bahwa Poitiers adalah Eropa yang diselamatkan kaum Frank dari orang-orang Islam.
Sekilas Panglima Abdurrahman Al-Ghafiqi
Abdurrahman Al-Ghafiqi adalah seorang tabi’in, gubernur yang karismatik, cerdas, fasih, dan administrator yang cakap. Ia pernah berguru kepada sahabat yang mulia, Abdullah bin Umar bin Khatthab Radhiyallahu Anhu. Ia merupakan salah satu di antara dua puluh orang yang pernah menjadi gubernur di Andalusia.
Andalusia pada masa itu dikenal dengan masa para gubernur (Al-Wulat). Masa ini berlangsung sebelum Dinasti Bani Umayyah lewat putera mahkotanya, Abdurrahman bin Muawiyah Ad-Dakhil, memimpin negeri tersebut. Al-Ghafiqi menjabat gubernur Andalusia selama dua periode yaitu pada tahun 721 dan tahun 730 hingga 732 M menggantikan gubernur sebelumnya, As-Samh bin Malik Al-Khaulani.
Ia pernah mengambil bagian dalam pertempuran Toulouse yang dipimpin oleh As-Samh bin Malik tahun 721 M melawan Duke Odo dari Aquitaine. Cita-citanya berjihad di Eropa tak terbendung. Beberapa wilayah di selatan Prancis berhasil dikuasainya. Akan tetapi, kekalahan di Poitiers membuyarkan cita-citanya menguasai Eropa. Ia syahid dalam pertempuran tersebut.
Oleh: Ustadz Mahardy Purnama