Di antara usul atau dasar keyakinan Ahli Sunnah wal Jamaah adalah sucinya hati dan lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam-, dan juga terhadap saudara-saudara mereka yang muslim di setiap waktu dan tempat. Mereka juga senantiasa memanjatkan doa,
( وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ )
“… Dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10)
Hal itu juga sebagai implementasi dari sabda Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam-:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ اَحَدٌكم حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”[1].
Itulah ciri Ahi Sunnah wal Jamaah sebagai “Al-Firqah An-Najiyah”, mereka senantiasa berjalan di atas manhaj ini, saling loyalitas (mencintai dan menolong), saling bersatu, menyayangi, dan menghargai satu sama lain, karena mereka laksana satu tubuh, satu bangunan, dan satu umat, saling memiliki sifat girah (kecemburuan) dan menghormati satu sama lain. Perkara-perkara inilah yang merupakan ciri utama Ahli Sunnah wal Jamaah.
[1]. HR.Imam Bukhari dalam Shahih-nya (1/9) dari hadis Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu-
Karya Syekh Shalih Al-Fauzan
(“Zhahirah At-Tabdi’ wa At-Tafsiq wa At-Takfir wa Dhawabituha”)
Penerjemah Maulana La Eda, Lc, MA
Baca artikel sebelumnya di:
https://wahdah.or.id/ciri-ciri-ahli-sunnah-wal-jamaah/