Aku dan Wahdah Islamiyah
(Dari Masjid Ku Temukan Lenteraku)
Cuplikan naskah peserta lomba menulis Wahdah Islamiyah 2016
Oleh Zulkifli Tri Darmawan
Fajar semburat nan memerah kian nampak dari balik gunung Bawakaraeng. Sang rembulan yang terus setia menemaniku semalaman kini mulai bersembunyi di balik awan pertanda waktu subuh telah tiba. Hari itu adalah hari dimana saya memulai petualanganku di dunia putih abu-abu. Dunia yang memainkan drama anak-anak muda yang selalu bersemangat dalam menjalani hari-harinya. Dunia yang memancing kaula muda untuk selalu berkreasi tanpa batas, bereksplorasi mencari potensi diri, serta dunia pencarian jati diri.
Inilah kisah hidupku. Kisah yang sesungguhnya telah menjadi sebuah babak baru dalam hidup seorang anak kampung dari pelosok desa di pinggiran anak sungai Jeknek Berang. Kala itu, sekitar tahun 2010 silam, saya melanjutkan jenjang pendidikanku ke sebuah sekolah menengah atas di kecamatan Tinggimoncong. SMA Negeri 1 Tinggimoncong, sebuah SMA yang berlokasi di belantara hutan-hutan pinus yang menghias alam butta lappara’. Masa Orientasi Siswa baru telah tiba. Seperti kebanyakan kegiatan MOS di sekolah-sekolah, seluruh siswa dan siswi baru yang sudah mendaftar diharuskan mengikuti semua rangkaian pra MOS hingga pasca MOS dengan tertib. Dalam aplikasinya, kegiatan ini yang seyogyanya telah menjadi aturan serta pranata yang setiap tahunnya menghias tahun ajaran baru diharapkan dengan peran gandanya mampu menjadikan para pelajar baru bisa menyiapkan diri dalam menghadapi seluruh tahapan pembelajaran selama kurang lebih tiga tahun lamanya.
Masa orientasi ini jugalah yang telah menjadi penentu bagi arah kehidupanku selanjutnya. Di masa itulah aku dipertemukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sosok sahabat yang salih. Sahabatku ini bernama Herianto, seorang sahabat yang berasal dari daerah Kanreapia ini adalah sosok yang telah membawaku ke jalan hidayah. Beliau ini adalah murobbi kami di Sekolah. Walaupun usianya baru menginjak 16 tahun, namun untuk urusan ilmu agama, beliau sudah sedikit paham dibandingkan kami yang baru mengenal tarbiyah ini.
Kisah ini bermula saat aku menjadi ketua OSIS di sekolah. Menerima amanah yang begitu besar tanpa adanya modal agama yang kuat menjadikanku minder dalam mengambil amanah kepemimpinan ini. Semenjak aku berkecimpung di dunia pendidikan, baru kali ini aku memegang amanah yang saya rasa terlalu berat untuk di jalani. Aku paham betul tentang nasehat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam kepada setiap umatnya , “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari pemimpin akan ditanyai tetang kepemimpinannya itu”.
Selain Herianto, satu lagi sahabat salih yang juga sekampung dengan beliau, Sukriadi, sosok sahabat yang penuh kehangatan dan toleransi. Dari perawakannya terlukis sebuah titah yang mungkin itu tanda bagi saya pribadi, bersahabat dengannya adalah pilihan yang terbaik untuk duniaku dan akhirat kelak. Selain itu, Herianto yang juga anggota bidang Ketakwaan di OSIS membuat aku selalu mengkonsolidasikan setiap kebijakan yang saya ambil kepada beliau. Aku meyakini bahwa seorang umaro dan juga imaroh harus sejalan dalam pengambilan sebuah kebijakan. Kebijakan yang diambil sudah barang tentu akan membawa maslahat yang lebih jika yang melatarbelakangi pengambilan keputusan tersebut berawal dari unsur agama. Tiada sesuatupun di dunia ini yang bertentangan dengan agama termasuk akal. Akal lah yang harus tunduk terhadap wahyu bukan sebaliknya. Hal tersebutlah yang selalu menjadi kayakinanku sampai saat ini.
Salah satu kisah pertama yang membuatku kagum terhadap beliau adalah saat beliau diseret oleh ibu BK untuk berkeliling ke seluruh kelas-kelas yang ada di sekolahku. Tujuannya tak lain hanyalah untuk memberi contoh kepada siswa lain perihal pelanggaran yang harus dihindari seperti yang Herianto lakukan. Beliau menganggap Herianto telah menyalahi aturan sekolah dengan memakai celana yang diatas mata kaki yang menggantung. Masalahnya disini, sekolah sangat melarang siswanya memakai pakaian yang seperti itu. Menurutnya, celana haruslah sesuai dengan kebiasaan siswa-siswa disini. Tidak bolong apalagi menggantung dan tidak pas dengan ujung atas sepatu. Disinilah saya mulai mencari tahu penyebab beliau melakukan hal yang demikian. Mulanya saya menganggap beliau tidak sengaja melakukan hal itu, namun hampir setiap hari beliau tidak mengganti celananya. Inilah yang membuatku penasaran hingga pada akhirnya aku mengetahui hukum memakai celana yang isbal (dibawah mata kaki) lewat tarbiyah Islamiyah yang digalang oleh beliau seorang diri.
Semenjak menjalani tarbiyah, saya merasa ada sesuatu hal yang lebih dalam hidup ini sebelum dan sesudah menjalani tarbiyah. Sejak dahulu, kedangkalan ilmu agama yang saya miliki membuat segala tindakan yang saya ambil ada-ada saja hambatannya. Misalnya saja nafsu belajar saya yang mungkin dapat dikatakan kurang. Namun, semenjak sahabat saya ini mengajakku tarbiyah, motivasi-motivasi yang bersumber dari kisah-kisah para sahabat, tab’in dan tabi’ut tabi’in serta orang-orang yang salih dimasanya membuat semangat tarbiyahku menjadi berlipat-lipat. Lewat tarbiyahlah saya dapat memacu diri untuk segera bangkit menyongsong prestasi-prestasi yang mulanya hanya sebuah mimpi. Juara I Lomba economic debate contest Tingkat SMA Se-Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, Rangking I di kelas, hingga menjadi peserta terfavorit dalam ajang lomba Orasi ala Komandan yang diselenggarakan oleh salah satu partai besar di Indonesia. Semua itu aku yakini berasal dari Allah Subhananhu Wa Ta’ala. Lewat perantara tarbiyah pulalah anak kampung yang krisis akan prestasi sebelum mengenal tarbiyah, kini bisa menjadi bintang sekolah setelah tarbiyah. Bahkan, bukan hanya saya saja yang berprestasi di dalam halaqah ini, teman-temanku juga ada yang jago bahasa Inggris, jago silat, jago IT, hingga mengikuti beberapa ajang lomba di luar sekolah. Ini membuktikan bahwa anak masjid yang bertarbiyah bukanlah anak yang ketinggalan jaman seperti yang kebanyakan orang katakan, namun sesungguhnya dari masjidlah dunia akan kita genggam.
Kita tahu bahwa Rasullullah dan para sahabatnya setelah menginjakkan kakinya di Madinah, beliau langsung mendirikan Masjid bukanlah rumah jabatan seperti kebanyakan pejabat negara sekarang. Beliau tahu persis, kejayaan umat Islam bermula dari masjid. Masjid bukan sekadar menjadi tempat sujud dan beribadah saja namun masjid memegang peranan penting dalam mentarbiyah para sahabat hingga pada akhirnya mampu menguasai 2/3 dunia, menaklukkan imperium Persia, Romawi hingga Konstantinopel di belahan bumi timur sana. Lewat peran gandanya, dari masjid ku temukan lenteraku. Cahaya yang sempat redup di masa-masa lampau sampai akhirnya berpijar laksana rembulan saat pertama kali tarbiyah.
Berawal dari masjid pulalah saya mengenal Ormas Islam Wahdah Islamiyah, sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Jujur saja, pada awal saya mendengar nama itu, saya berpikir bahwa Wahdah Islamiyah sama halnya dengan ma’had-ma’had atau Jami’atul Al Islamiyah (Kampus) seperti Ma’had Al-Birr di UNISMUH Makassar dan sebagainya. Waktu itu salah seorang murobbi saya yang juga yang berasal dari Al-Birr mengatakan seperti ini ,”ikhwani fillah, sekarang kalian sudah memasuki babak akhir di dunia SMA, sudah saatnya antum-antum sekalian mempersiapkan diri dalam menyongsong dunia kampus di perkotaan. Ketahuilah bahwasanya, kehidupan diperkotaan sangat berbeda dengan kehidupan kalian di desa. Jika ilmu agama antum ini kurang, maka saya pastikan kalian akan terjerumus ke perkara maksiat yang akan membawa kebinasaan bagi perjalanan antum-antum sekalian”. Setelah kata-kata ini keluar dari lisan beliau, maka beliaupun memperkenalkan STIBA, Al-Birr, serta Wahdah itu sendiri. Rencananya sih, beliau sangat menganjurkan kami untuk melanjutkan studi ke sana. Itulah sebabnya saya beranggapan bahwa Wahdah sama halnya dengan UNHAS, UNM, ataupun UIN Alauddin Makassar. Namun, belakangan ini saya baru tahu bahwa Wahdah Islamiyah bukanlah sejenis kampus namun merupakan Ormas Islam terbesar di Indonesia. Sama halnya dengan Muhammadiyah yang bergerak di bidang pendidikan, Nahdlatul Ulama dengan resolusi jihadnya, Hizbut Tahrir dengan semangat khilafahnya. Wahdah Islamiyah juga merupakan Ormas Islam yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, kemasyarakatan, dan sebagainya.
Sama halnya dengan PKS, Wahdah Islamiyah juga menawarkan tarbiyah Islamiyah kepada semua masyarakat muslim di manapun mereka berada. Tak mengenal usia dan jenjang pendidikan, selama dirinya masih berstatus muslim dan muslimah maka mereka diperbolehkan mengikuti kegiatan ini. Liqo’ tarbiyah bertujuan agar seorang muslim dapat mengenal millahnya sendiri, tentunya berdasarkan Alquran dan Ash-Sunnah. Salah satu nilai tambah ormas ini semenjak saya mengenalnya adalah persatuannya. Saat saya membuka Youtube, saya menulis “K.H. Zaitun Rasmin dan Wahdah Islamiyah”, dalam video yang berdurasi kurang lebih 5 menit tersebut saya mendengarkan kata-kata beliau saat mengikuti sidang isbat di Jakarta menjelang masuknya bulan suci Ramadhan. Beliau berkata kepada semua ormas-ormas Islam yang sempat hadir ,”Saya bersama Wahdah Islamiyah sepakat bahwa kami akan mengedepankan persatuan umat Islam di seluruh tanah air. Baik metode Rukyatul hilal ataupun metode hisab semuanya tak jadi masalah. Untuk menjaga kesatuan umat maka kami Wahdah Islamiyah akan mengikuti pemerintah dan hasil sidang isbat ini”. Mendengarkan kalimat itu, masya Allah, saya pribadi begitu takjub dengan kepribadian beliau yang penuh kehangatan dan juga toleransi. Beliau lebih mementingkan persatuan dan kesatuan umat dibandingkan harus konsisten dengan metodenya walaupun metode yang digunakan dapat memecah umat Islam di seluruh Indonesia.
Selain itu, kepedulian sosial dari ormas Islam ini juga terlihat dari berbagai gerakan-gerakan sosialnya. LAZIS Wahdah yang bergerak dibidang Zakat, infaq dan sedekah, adalah salah satunya. Berbagai kegiatan sosial telah dilakukan oleh lembaga ini, mulai dari sedekah prestasi bagi penghafal Alquran, sedekah tahfidz qur’an, sedekah fakir miskin, tunjangan tetap guru mengaji, sedekah bencana alam, sampai kepada sedekah untuk saudara-saudara kita di Palestina. Bahkan Wahdah Islamiyah juga memiliki satu set Ambulans gratis bagi masyarakat yang membutuhkan. Semuanya ditampung termasuk orang-orang non muslim. Ini membuktikan kepada ita semua, bahwa Islam adalah agama yang toleran dan juga penuh kasih sayang terhadap sesama manusia.
Satu lagi gerakan dakwah yang diusung oleh Wahdah Islamiyah lewat media yakni buletin Al-balagh dan juga Ummat TV. Kita tahu bersama bahwa dunia sekarang sudah memasuki era globalisasi yang tentunya dari ujung barat hingga ujung timur, segala persoalan saudara-saudara kita di ujung sana bisa kita tahu lewat media televisi. Bahkan dengan televisi jugalah Islam terkadang disebut agama teroris dan sebagainya. Olehnya itu, menurut kami pribadi, keberadaan Ummat TV serta Al-Balagh sangatlah sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini. Kalaupun masyarakat tak bisa secara langsung menghadiri tarbiyah ataupun taklim-taklim rutin, setidaknya mereka bisa menambah wawasan keagamaannya lewat media tersebut.
Dari sinilah saya dapat memahami bahwasanya Wahdah Islamiyah adalah ormas Islam yang benar-benar ingin meningkatkan kualitas umat melalui berbagai macam pembinaan-pembinaan yang tentunya dibalut dengan kesan harmonis. Tarbiyah sekali lagi telah mengubah arah hidupku. Dengan tarbiyah pulalah kini, seorang anak dari kampung yang dari sisi ekonomi yang tergolong masih kurang namun dengan motivasi yang diberikan dalam tarbiyah mampu membuatku berbuat lebih banyak lagi. “Beasiswa Bidikmisi” adalah beasiswa yang pada akhirnya aku raih dengan kerja keras dan tentunya doa dari kedua orang tua saya. Proses pencerahan yang aku dapatkan dari tarbiyah terus kulanjutkan hingga masa kuliah. Lewat sebuah organisasi kemahasiswaan yakni lembaga dakwah kampus SCMM BEM FMIPA UNM, yang merupakan lembaga dakwah binaan DPP Wahdah Islamiyah Makassar, aku terus memacu diri meningkatkan prestasi-prestasi belajarku. Dari sinilah aku mengenal arti perjuangan hidup yang sesungguhnya. Dari sini pulalah aku tahu bahwa ilmu agama ini sangatlah luas dan dalam menuntutnya dibutuhkan kesabaran yang lebih.
Semenjak saat itu, prestasi yang aku dapati dari hasil tarbiyah kian menunjukkan pencerahannya. Saat aku mengikuti lomba MTQ kategori karya tulis alquran tingkat Universitas, alhamdulillah saya mendapatkan juara kedua. Saat itu saya mengajukan judul “Ashabul Kahfi dalam Perspektif Sains”. Selain itu, lewat tarbiyah pulalah saya termotivasi untuk selalu menulis apalagi kebiasaan para ulama salaf terdahulu adalah menulis. Alhamdulillah, baru pertama kali ini tulisan saya dimuat oleh media koran terkemuka di Makassar, yakni Tribun Timur, Koran Amanah Makassar, serta koran Go Cakrawala. Semua itu tidak terlepas dari peran murobbi saya yang terus menyemangati, memberikan motivasi dan inovasi berlipat-lipat kepada para mutarobbinya.
Sejak mengenal Wahdah Islamiyah, saya menjadi terpancing untuk bergelut di bidang dakwah. Aku pun memutuskan untuk bergabung dengan lembaga dakwah kampus bimbingan ormas Islam ini. Berkecimpung dalam dunia dakwah bukanlah hal yang mengenakkan. Duri dan juga batu cadas terkadang menyerempet hati-hati para pengurus, tidak terkecuali bagi saya pribadi. Hampir setiap harinya, selalu ada amanah-amanah yang dibebankan kepada saya apalagi saya tengah menjabat ketua lembaga dakwah jurusan Fisika. Tanggung jawab dakwah yang saya embang saat ini teramat berat namun aku pribadi yakin akan janji Allah ini, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Q.S. Muhammad: 7). Selain menjadi ketua LDJ saya juga adalah asisten laboratorium di Jurusan Fisika UNM. Aku berkeyakinan bahwa dengan menjadi seorang asisten tentunya akan memudahkan langkahku dalam berdakwah di kampus. Apalagi dengan menjadi asisten, semua mahasiswa yang aku bimbing mudah aku ajak bertarbiyah. Inilah sedikit kisah dari perjalananku mulai dari mengenal Wahdah Islamiyah dengan program tarbiyahnya sampai saat aku berkecimpung dalam dunia dakwah kampus. Semoga kisah ini bisa menjadi renungan bagi kita semua bahwa lewat masjid dan dakwalah semua cita-cita dan impian kita akan terwujud. Wallahu ta’ala a’lam bish shawaab.