Dakwah Dalam Sekam
Pernah lihat api dalam sekam? Lantas bagaimana pula maksudnya jika dakwah yang berada dalam sekam.
Sederhana sekali ketika terbersit kesimpulan “dakwah dalam sekam” karena ibarat api yang berada di dalam sekam, walau pun ia melakukan aktivitas pembakaran (karena ia memang diciptakan dengan fungsi untuk membakar) namun tak sanggup apinya menyulut, menyala keluar apalagi berkobar dan membakar lebih luas lagi. Padahal gabah itu terus saja mengalir mengeluarkan sekamnya sehingga sekam itu terus menumpuk, menggunung tanpa ada usaha api untuk berekspansi, membakar lebih banyak. Asapnya pun tak seberapa, bahkan hampir-hampir tenggelam oleh tumpukan sekam tadi.
Api tidak akan bisa membakar lebih luas lagi karena tak pernah mencoba untuk keluar yang akhirnya ia terkungkung dalam kehimpitan dan tenggelam dalam beban..
Bagaimana Kondisi Dakwah Hari Ini…..
Pertanyaan ini sejatinya menjadi catatan harian bagi para pengemban amanah dakwah ini. Bagaimana kondisi sesuatu itu tentu saja akan dipengaruhi atau terkait dengan berbagai faktor, ada banyak unsur yang menjadi parameter, secara umum dapat dilihat dari dua sisi, intern dan ekstern. Dan faktor intern menjadi faktor yang dominan dalam hal in karena dakwah merupakan jalan perjuangan. Setiap detak nadinya membutuhkan pengorbanan dan pembuktian. Setiap orang yang memilih dakwah sebagai jalan hidup, maka mereka harus mempersiapkan seluruh potensi dan bekal. Harta, waktu bahkan nyawa menjadi taruhannya. Di antara bekal yang vital adalah KOMITMEN.
Bagaimana kondisi dakwah yang terhampar di depan mata kita tergantung dari kondisi waktu dan tempat yang kita jalani. Namun, secara umum yang namanya tribulasi pasti ada tinggal bagaimana mengasah kekuatan demi meminimalisir kelemahan dan memanfaatkan peluang untuk tidak terlalu terbebani oleh ancaman. Wawasan dan pengalaman menjadi suplemen yang tentu saja berharga, oleh karena itu nikmatilah setiap detak nadi perjalanan dakwah anda dan warnailah dakwah setiap jengkal tanah yang anda lalui dengan indahnya ritme pergerakan dakwah.
Subjek dan Realitas Dakwah…
Ber-amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu misi terciptanya manusia di dataran bumi ini, bahkan atas dasar misi inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menghadirkan para Rasul. Berangkat dari realitas yang memprihatinkan, seorang pengemban misi amar ma’ruf nahi munkar ini senantiasa berpikir dan mencari cara/ metode yang tepat untuk mengatasi segala macam keruwetan problematika ummat islam yang ada sekarang.
Dunia kampus sendiri tidak bisa lepas dari wacana ini bahkan cenderung lebih signifikan, mungkin karena terlanjur dikultuskan sebagai social control atau agent of change. Munculnya gerakan-gerakan dakwah kampus di era keterbukaan ini (sejak runtuhnya rezim orde baru) menjawab kehausan para “pengemban misi amar ma’ruf tadi” untuk semakin kreatif dan inovatif dalam menjalankan misinya.
Dunia kampus atau dunia mahasiswa yang ragam warna dan kultur tidak boleh lepas dari analisis mereka dalam menetapkan strategi.
Dalam membaca realitas (keterpurukan ummat) itu sendiri rupanya tidak terlalu sulit, mata kita tidak perlu mancari karena telah dipertontonkan oleh kamaksiatan yang merajalela di sekililing kita (di dunia kampus ini), pendengaran kita yang disuguhi oleh hal-hal yang tidak pantas untuk didengar, bahkan seluruh panca indera kita tidak perlu melibatkan apalagi menguras tenaga otak untuk menganalisis segala bentuk kemungkaran yang sejatinya menjadi agenda harian para aktivis untuk bisa merubahnya. Secara umum dunia kampus menjadi arena paling “basah” untuk digarap oleh motor pergerakan kebangkitan islam ini karena tingkat IQ orang-orang yang ada di dalamnya termasuk di atas rata-rata (karena Allah berfirman dalam QS. Az-Zumar : 9 “…adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”) Faktor lain yang mendukung bangkitnya pergerakan islam di dunia kampus ini adalah faktor budaya ketimuran yang masih lekat dengan kita, masih kental dengan nilai-nilai etika dan moralitas.
Namun tidak juga sesederhana itu, kalangan akademisi juga terkenal dengan sifatnya yang kritis, dan yang parahnya jika kritisnya adalah kritis “jahil” belum lagi iklim akademik kita yang sarat dengan birokrasi yang dengannya kadang para pekerja dakwah tadi masih dituntut untuk beradu strategi agar hal-hal tersebut tidak menjadi ancaman.
Dunia kampus yang menjadi tempat persinggahan berbagai ideologi karena di tempat inilah arus informasi dan komunikasi berlangsung. Bahkan hampir-hampir ia menjadi terminal bagi informasi-informasi tersebut.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi itu sendiri ibarat dua sisi mata pedang yang perlu kejelian dalam memanfaatkannya, kalau boleh dikata ia ibarat buah simalakama, jika menilik akibat globalisasi kebudayaan dan aksi propaganda yang ditimbulkan, seolah kita tak menginginkan adanya teknologi, namun ternyata tidak sesederhan itu, banyak yang dapat kita lakukan dengannya, tinggal bagaimana kita memaksimalkan fungsi positifnya walaupun tak bisa menekan, minimal kita mampu menyeimbangkan arus informasi dan komunikasi yang beredar di ruang publik.
Keterbelakangan kita adalah kurangnya perhatian kita terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta jauhnya kita dari standar menejemen organisasi, membuat kita benar-benar membawa dakwah itu ke dalam sekam. Dan yang lebih parahnya lagi ketika tidak ada kemampuan untuk menyulut api, sebagian dari kita justru mundur secara perlahan. Padahal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Barang siapa tidak pernah lkut berperang (berjihad) dan tidak bercita-cita untuk itu lalu ia mati dalam keadaan tersebut, maka ia mati dalam salah satu cabang kemunafikan.” (HR. ……………)
Konsep perang atau jihad fii sabilillah itu sendiri tak jarang kita jumpai dalam perjalanan keemasan dakwah islam Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Akan kita temukan potret dakwah yang indah berbingkai emas saat di mana keikhlasan dan kesungguhan menjadi warna gerak mereka di masa itu, masa di mana komitmen akan kebenaran menjadi harga yang begitu mahal.
Meretas Komitmen Dakwah
Kala itu Islam masih dianggap agama asing. Sebuah keyakinan yang telah menjadikan hina berhala-berhala Quraisy. Sebuah dien yang menghapuskan kemuliaan die nenek moyang bangsa Arab. Dan orang-orang yang berdiri kokoh di atasnya (ad-dien islam) menjadi musuh besar kaum Quraisy.
Saat itulah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam membuktikan sebuah komitmen. Dengan tekanan dan perlawanan dari seluruh pembesar Quraisy, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam diperintahkan untuk meninggalkan dakwahnya, menghentikan seluruh aktivitas penyebaran ad-dien Islam serta beralih ke agama nenek moyang. Begitu terpukul dan sedihnya hati beliau, tetapi dengan penuh ketegasan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan komitmen dakwahnya di hadapan pembesar-pembesar kaum Quraisy itu seraya berkata
“ Demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu : di tanganku atau aku binasa karenanya”.
Tidak sampai di situ saja, setelah para pembesar Quraisy melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan sahabat-sahabatnya makin hari makin kuat serta kuantitas mereka yang terus bertambah, maka kaum Quraisy meningkatkan gangguan dan siksaan. Banyak di antara sahabat mendapatkan siksaan yang begitu berat bahkan harus mempertahankan nyawa untuk sebuah komitmen, keimanan dan kebenaran.
Salah satu sahabat mulia yang begitu keras mendapatkan siksaan adalah Bilal Radhiyallahu ‘anhu. Seorang budak yang telah diterangi oleh cahaya Islam. Ia harus rela dibakar terik matahari yang menyengat, dadanya ditindih dengan batu dan dibiarkan tersiksa. Dalam kekerasan seperti itu Bilal hanya berkata : “Ahad, ahad”.
Kaum muslimin di luar budak-budak juga mengalami siksaan dan hinaan. Pun demikian halnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, meskipun beliau dilindungi oleh Bani Hasyim dan Banu Al muthallib. Ummu Jamil, isteri Abu Jahal melemparkan najis ke depan rumah Beliau. Sedang di lain waktu Abu Jahal melemparinya dengan isi perut kambing yang sudah disembelih untuk sesajen kepada berhala-berhala. Ditambah lagi, di samping itu semua, kaum muslimin harus menerima kata-kata biadab dan keji ke mana saja meereka pergi. Keadaan seperti itu berjalan cukup lama. Tetapi, kaum muslimin tambah teguh terhadap agama mereka. Semakin besar komitmen mereka akan kebenaran. Dengan dada terbuka mereka menerima siksaan dan kekerasan itu demi akidah dan iman mereka.
Selain penyiksaan fisik, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mendapatkan tekanan berupa bujukan akan harta dan kedudukan. Adalah Utba bin Rabi’’Alaihi Sallam, seorang bangsawan terkemuka suku Quraisy mencoba membujuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dengan memberikan apa pun asalkan beliau mau berhenti dari dakwahnya. Tawaran harta, jabatan, menjadi hakimyang kesemuanya akan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dapatkan dengan mudah asal meninggalkan dakwahnya. Para pembesar Quraisy berusaha melakukan berbagai negosiasi setelah melihat bahwa penyiksaan bukanlah satu-satunya cara efektif menghentikan risalah Beliau. Sehingga, mereka menawarkan kemikmatan-kenikmatan dunia kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Setelah Utba selesai mengutarakan niatnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian membaca surat sajadah. Utba diam mendengarkan kata-kata Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang begitu indah. Dilihatnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bukanlah seorang laki-laki yang didorong oleh ambisi harta, kedudukan atau kerajaan. Akan tetapi, Beliau adalah orang yang mau menunjukkan kebenaran, mengajak kepada kebaikan dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sangat komitmen dengan dakwahnya.
Demikianlah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mempertaruhkan komitmen dakwah. Tidak bergeser sedikit pun dalam mempertahankan kebenaran, padahal periode yang telah dilalui oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya adalah periode yang paling dahsyat yang pernah dialami oleh sejarah ummat. Merekalah yang kemudian menjadi tonggak awal berdirinya kejayaan Islam. Dan dengan komitmen terhadap kebenaran itulah Allah meneguhkan mereka dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
Keteguhan yang harus juga ditemukan oleh para penyeru agama Allah hari ini, karena di sana telah terjadi globalisasi kebudayaan, propaganda, pemurtadan baik secara halus ala gozwul fikr maupun yang terang-terangan. Di sana kebatilan semakin teguh dengan kebatilannya, kemaksiatan semakin terorganisir dan yang bid’ah semakin kreatif dengan kebid’ahannya.
Lalu… di manakah kita di antara sekelumit wajah dunia islam saat ini…? Semoga tidak tenggelam dalam sekam. Wallahul muwafiq. (ree/tnr, MDK al Firdaus)
“minta tolonglah dengan kesabaran dan shalat” (QST…………..)
Maraji’ :
– Pengembangan Masyarakat Islam, Dra. Nanih Machendrawaty, M. Ag/Agus Ahmad Safei, M.Ag/ Bandung 2001
– Wajah Dunia Islam, Dr. Muhammad Sayyid Al Wakil/ Al kautsar 1989
– Panduan Latihan Bagi Gerakan Islam, Dr. Hisam Yahya Altalib/ Jakarta 1996
– Islam dan Globalisasi Dunia, Dr. Yusuf Qardhawi/ Al Kautsar 2001
– Sejarah hidup Muhammad, M. Husaen Haekal
– Bulletin adz-Dzikra, ed. 21/th II rabi’ul awal 1414 H