Contreng Boleh Pakai KTP
Laporan : Baharuddin Moenta
JAKARTA — Dua hari menjelang pemilihan presiden (pilpres), Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan yang akan mengubah secara drastis ketentuan bagi para pemilih. Salah satu putusan penting itu menyebutkan, warga yang tak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pilpres bisa tetap menggunakan hak pilihnya dengan memakai kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor.
Sebelumnya, berdasar ketentuan UU Pilpres No 42 Tahun 2008, pemilih pilpres adalah warga yang namanya terdata dalam DPT. Hal itu tercantum dalam pasal 28 dan pasal 111 ayat 1.
Pasal 28 menyatakan, warga yang ingin menggunakan hak pilih harus terdaftar sebagai pemilih. Berdasar pasal 111 ayat 1 huruf a, pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara adalah yang terdaftar dalam DPT tiap TPS. Atau, ketentuan pasal 111 ayat 1 huruf b, yakni yang terdaftar di DPT tambahan.
Dua pasal itulah yang dibatalkan MK dalam sidangnya Senin sore, 6 Juli. Selanjutnya, pemilih yang namanya tak terdaftar dalam DPT boleh menggunakan KTP dan paspor. "Bahwa hak pilih seseorang adalah hak konstitusional yang tidak bisa dilanggar ketentuan administratif," kata Ketua MK Mahfud MD dalam pembacaan putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta, kemarin.
Dalam pengucapan putusan MK tersebut, hadir anggota KPU Andi Nurpati, dan anggota Bawaslu Bambang Eka Cahya Widodo.
Permohonan uji materiil pasal pembatasan hak pemilih itu diajukan oleh Refli Harun, peneliti Centre for Electoral Reform, dan Maheswara Prabandono, advokat. Keduanya memosisikan warga yang tidak terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu legislatif 9 April 2009.
Atas permohonan tersebut, MK berpendapat bahwa terdaftar di DPT lebih pada prosedur administratif. Hal tersebut tak bisa menggugurkan hak warga negara yang lebih substantif.
Karena itu, pleno hakim konstitusi yang dipimpin Mahfud MD bersama dengan delapan hakim lainnya, memutuskan warga yang tidak terdaftar dalam DPT bisa memilih cukup dengan menunjukkan KTP atau pasport bagi pemilih di luar negeri.
Dalam amar putusannya, MK memutus bahwa ada sejumlah ketentuan terkait dengan penggunaan KTP dan paspor. Warga negara Indonesia yang belum mendaftar dan terdaftar sebagai pemilih bisa menggunakan KTP bagi WNI yang tinggal di Indonesia atau paspor bagi WNI yang berada di luar negeri. "Untuk KTP, harus dilengkapi KK (kartu keluarga) atau dokumen lain," jelasnya.
Selanjutnya, KTP yang dimiliki tidak sembarangan bisa digunakan WNI. Mahfud menyatakan, pemilih yang belum terdaftar harus menggunakan KTP-nya sesuai alamat RT dan RW yang tertera.
Pada ketentuan lain, sebelum menggunakan hak pilih, MK memutus bahwa pemilih yang belum terdata dalam DPT harus mendaftar dulu melalui kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) setempat.
"Pendaftaran menggunakan KTP atau paspor baru (bisa) dilakukan sejam sebelum pemungutan suara berakhir," ungkapnya membacakan putusan.
Mengapa MK membatalkan ketentuan kewajiban terdaftar sebagai pemilih itu? Hakim konstitusi dalam pembacaan pendapat MK menyatakan, hak memilih merupakan hak konstitusional warga (rights to vote).
Hal itu telah tercantum dalam pasal 27 ayat 1 dan pasal 28C ayat 2 UUD 1945. "Pembatasan atau peniadaan hak memilih adalah pelanggaran HAM," tegas Arsyad Sanusi, salah seorang hakim MK, yang membacakan putusan kemarin.
Terlebih, ketentuan konstitusi telah menyebutkan bahwa WNI yang berusia 17 tahun atau telah menikah memiliki hak memilih dan dipilih. Pasal 28 dan pasal 111 ayat 1 dalam UU No 42 Tahun 2008 tersebut merupakan sebuah aturan administratif (fajar.co.id)