Di antara ciri-ciri Ahli Sunnah wal Jamaah adalah senantiasa bersatu karena mereka saling bersaudara. Mereka tidak saling mengafirkan, memfasikkan, dan membid’ahkan satu sama lain, sebab perkara yang seperti ini merupakan ciri utama dari firqah-firqah sesat. Di antara ciri mereka yang lain adalah senantiasa mengaplikasikan wasiat Rasulullah –shallallahu’alaihi wasallam- yang termaktub dalam sabdanya:
من يعش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات الأمور
“Siapa di antara kamu yang hidup (lama) setelahku, ia akan menyaksikan perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah dengan Sunnah-ku dan Sunnah khulafa ar-rasyidin al-mahdiyyin (para khalifah yang diberi petunjuk) setelahku, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu, serta jauhilah kamu akan perkara-perkara yang baru (bid’ah)”[1].
Maka mereka pun tetap berada di atas manhaj rabbani ini sambil berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- dan Sunnah Khulafa Rasyidin, serta manhaj para salaf saleh. Alhamdulillah, hingga kini mereka (Ahli Sunnah) masih senantiasa demikian (konsisten di atasnya). Walaupun jumlah mereka sedikit, akan tetapi mereka memiliki banyak keberkahan dan kebaikan. Mereka juga mengikuti manhaj para sahabat dari kaum Muhajirin dan Ansar dengan baik, dan berpegang teguh dengannya, sebagai pengimplementasian dari firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:
( وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ )
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.'” (QS. Al-Hasyr: 10)
[1]. HR.Abu Daud (4/200), Tirmizi (7/318,319), Ibnu Majah (1/15-16), Ahmad (3/126), Al-Hakim (1/97) dan Ad-Darimiy (1/157), semuanya dari hadis Al-‘Irbadh bin Sariyah -radhiyallahu’anhu-.
Karya Syekh Shalih Al-Fauzan
(“Zhahirah At-Tabdi’ wa At-Tafsiq wa At-Takfir wa Dhawabituha”)
Penerjemah
Maulana La Eda, Lc, MA
Baca artikel selanjutnya di:
https://wahdah.or.id/dasar-keyakinan-ahli-sunnah-wal-jamaah/