Cara Menentukan Musafir Atau Tidak

Date:

Bismillah.
Afwan, ingin bertanya.
Saya lahir dan besar di Kota T.
Alhamdulillah sekarang saya bekerja di kota B yang jaraknya kurang lebih 165 Km (± 4 jam perjalanan darat) dari kota asal saya, Kota T.
Di kota B saya tinggal sendiri, sedangkan anak dan istri tetap di Kota T.
Saya pulang untuk bertemu keluarga di Kota T sekali sepekan, atau sekali dalam dua pekan, dan hanya 3 atau 4 hari di sana kemudian kembali lagi ke Kota B untuk bekerja. Pertanyaan saya:
Apakah saya termasuk musafir?
Jika Ya, maka di Kota mana saya termasuk musafir, apakah di tempat kerja saya di Kota B, atau ketika saya pulang menemui keluarga di Kota T?
Terima kasih.
Jazakumullahu khairan.
Manshur – Tolitoli

Jawaban:
Untuk menentukan apakah Anda musafir atau bukan, maka perlu diperhatikan poin berikut ini:
1. Tempat yang dituju jelas.
2. Jarak minimal 88,7 km (pendapat Syafi’iyyah, malikiyyah, dan hanabilah).
3. Niat safar bukan untuk maksiat.

Jika mengamati permasalahan yang Anda sebutkan, maka tidak diragukan lagi bahwa Anda termasuk musafir; karena tempat yang dituju jelas, jaraknya lebih dari minimal, dan niatnya bukan maksiat.

Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan rukhsah (keringanan) dalam safar maka perlu memperjelas status tempat-tempat yang Anda sebutkan. Berkaitan dengan hal ini, fuqaha membagi tempat tinggal menjadi 3 jenis:
1. Al-Wathan al-Asli, yaitu tempat lahir atau tempat menetapnya keluarga (istri dan anak) dimana tidak ada niat meninggalkan tempat tersebut. Tempat ini bisa saja lebih dari satu tempat. Maka mendatangi tempat ini dihukumi mukim walaupun hanya beberapa hari saja. Kecuali jika meninggalkan tempat ini sekeluarga maka tidak lagi dinamakan al-Wathan al-Asli.
2. Wathan al-Iqamah, yaitu tempat yang dikunjungi dan menetap untuk sementara karena hajat tertentu, namun masih berniat meninggalkannya kapan saja.
3. Wathan al-Sukna, yaitu sama seperti wathan al-Iqamah namun waktunya lebih singkat, yaitu kurang dari jumlah hari safar yang mana setiap mazhab berbeda-beda dalam menentukannya.
(Lihat: al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 27/266-269)

Berdasarkan pembagian di atas, kemudian membandingkan permasalahan yang Anda sebutkan, maka kota T adalah al-Wathan al-Asli, sedangkan kota B adalah wathan al-Iqamah. Jadi hukum-hukum yang berkaitan dengan rukhsah (keringanan) dalam safar, hanya berlaku dalam perjalanan Anda ke kota T atau balik ke kota B, adapun jika sudah tiba maka Anda dihukumi mukim dan bukan musafir. Wallahu a’lam.

Dijawab oleh ust. Ayyub Subandi, Lc
(Alumni Fakultas Hadits Syarif Universitas Islam Medinah Munawwarah tahun 1437 H/2016 M dan Bendahara Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Periode 1437-1442 H)

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Kolaborasi WIZ dan ASBISINDO: 139 Anak Yatim dan Dhuafa Dapat Santunan Serta THR

MAKASSAR, wahdah.or.id - LAZNAS WIZ bersama Perkumpulan Bank Syariah...

Pekan Terakhir Ramadan, 750 Paket Iftar Didistribusikan WIZ dan KITA Palestina ke Jalur Gaza

GAZA, wahdah.or.id - Kehidupan masyarakat di Gaza Palestina saat...

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...