Belakangan nih lagi viral video pendek bekas artis cilik yang dulu populer dengan lagu “diobok-obok” lagi nge-stand up comedy. Dalam video tersebut, artis cilik yang sudah gede itu terlihat membawakan materi yang isinya terkesan menghina umat Islam. Satu video yang viral juga datang dari stand up comedian atau biasa disebut komika yang isinya juga dinilai menghina Islam. Bedanya, yang kedua ini orangnya beragama Islam. Sayang ya, Islam tapi nge-rendahin agama sendiri.
Nah, dua video itu kemudian ditonton jutaan umat Islam di Indonesia. Walhasil, umat Islam pun marah mendengar candaan mereka yang ngerendahin dan menghina Islam itu. Keduanya pun dilaporkan ke pihak berwajib untuk diproses lebih lanjut.
Belakangan kaum muslimin di negeri kita sedang menghadapi banyak cobaan. Makin marak bermunculan penghina-penghina Islam dan ulama padahal mereka mengaku beragama Islam. Yah, walaupun memang Islam KTP. Tapi, kita doakan semoga para pencela dan penghina ulama itu mendapatkan hidayah. Aamiin.
Sahabat pernah ngga’ melihat atau mendengar orang-orang yang mengaku Islam tapi menghina Al-Qur’an, menghina Rasulullah, menghina syariat Islam, atau orang-orang yang selalu mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah, namun penghinaan itu bernada sindiran dan kelihatan becanda? Mereka menghina orang-orang yang rajin shalat ke masjid dengan sebutan “teroris”, misalnya seorang berkata kepada temannya dengan niat becanda, “Lihat sana, teroris pergi shalat ke masjid”, padahal orang yang disebut teroris itu adalah seorang muslim yang rajin dan taat beribadah.
Menghina jenis ini dalam agama kita biasa disebut dengan istihza’. Istihza’, secara bahasa berarti melecehkan. Al-Ashfahani rahimahullah berkata, “Al-Huzu’ (asal kata dari istihza’) adalah senda-gurau tersembunyi. Kadangkala disebut juga senda-gurau atau kelakar.” Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa istihza’ artinya pelecehan dan penghinaan dalam bentuk olok-olokan dan kelakar.
Para ahli ilmu ada yang membagi istihza menjadi dua macam. Yaitu, istihza’ sharih dan istihza’ ghairu sharih. Contoh istihza’ sharih seperti perkataan orang-orang munafik terhadap sahabat-sahabat Nabi,“ Tidak pernah aku melihat orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut ketika bertemu musuh dibanding dengan ahli baca Al-Qur’an ini (yaitu Rasulullah dan para sahabat).”
Adapun istihza’ ghairu sharih merupakan jenis istihza’ yang sangat luas dan banyak sekali cabangnya. Diantaranya adalah ejekan dan sindiran dalam bentuk isyarat tubuh. Misalnya menjulurkan lidah, mencibirkan bibir, menggerakkan tangan atau anggota tubuh lainnya.
Allah Haramkan Istihza’
Kisah istihza’ pernah terjadi di masa Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu Rasulullah telah hijrah dan tinggal di Madinah. Berbeda dengan di Makkah, di Madinah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dihadapkan dengan orang-orang munafik. Mereka adalah orang-orang yang zhahirnya beriman tapi hatinya menyembunyikan kebencian pada Allah dan Rasul-Nya.
Pada Perang Tabuk, seorang munafik melecehkan para penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat dalam suatu majelis. Ia berkata, “Tidak pernah aku melihat orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya, dan lebih pengecut ketika bertemu musuh dibanding dengan ahli baca Al-Qur’an ini.”
Sampailah berita tersebut kepada Rasulullah. Orang munafik itu lalu menemui beliau, sedangkan beliau telah berada di atas ontanya bersiap-siap hendak berangkat. Ia berkata, “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Maka turunlah firman Allah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah: 65-66). Orang munafik itu terus memohon kepada Rasulullah sampai bergantung di tali pelana tunggangan Rasulullah sedang beliau sama sekali tidak menoleh kepadanya.
Nah, apa yang dilakukan oleh orang munafik itu merupakan bentuk istihza’.
Bahaya Istihza’
Istihza’ ini sangat bahaya bagi pelakunya. Para ulama telah menjelaskan dan menyatakan bahwa orang yang menghina Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam alias murtad. Wih, ngerinya! Iya, ini bukan kata saya lho yang bilang. Ini kata ulama-ulama besar kita yang telah diakui keilmuannya.
Syakhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengomentari surat At-Taubah ayat 64-66 yang telah disebutkan sebelumnya, “Ayat ini merupakan nash bahwasanya memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya hukumnya kafir.”
Al-Fakhrurrazi rahimahullah dalam Tafsirnya mengatakan, “Sesungguhnya memperolok-olok agama bagaimanapun bentuknya hukumnya kafir. Karena olok-olokan itu menunjukkan penghinaan, sementara keimanan dibangun atas pondasi pengagungan terhadap Allah dengan sebenar-benar pengagungan. Dan mustahil keduanya bisa berkumpul.”
Ibnul Arabi menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut, “Apa yang dikatakan oleh orang-orang munafik tersebut tidak terlepas dari dua kemungkinan, sungguh-sungguh atau cuma berkelakar saja. Dan apapun kemungkinannya, konsekuensi hukumnya hanya satu, yaitu kufur. Tidak ada perselisihan diantara umat dalam masalah ini.”
Ibnul Jauzi berkata, “Ini menunjukkan bahwa sungguh-sungguh atau bermain-main dalam mengungkapkan kalimat kekufuran hukumnya adalah sama.” Imamnya orang Andalusia, Ibnu Hazm mengatakan, “Nash yang shahih telah menyatakan bahwa siapa saja yang memperolok-olok Allah setelah sampai kepadanya hujjah, maka ia telah kafir.”
Ulama kontemporer dari Arab Saudi, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, turut memberi komentar. Beliau menjelaskan dalam tafsirnya, “Sesungguhnya, memperolok-olok Allah dan Rasul-Nya hukumnya kafir, dan dapat mengeluarkan pelakunya dari agama.”
Nah, masih mau lagi? Rasanya cukup ya? Jelas, sangat jelas hukumnya!
Menjaga Lisan
Jika sahabat sekalian telah mengetahui bahaya dari istihza’ maka wajib untuk menjaga lisan kita dari menghina dan merendahkan muslim lainnya. Seorang muslim hendaknya tidak mudah mencela, menghina, dan menyakiti saudaranya sesama muslim dengan kata-kata yang dapat menyakiti perasaan saudaranya meskipun hal itu terkesan becanda. Kita simak firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan)…” (QS. Al-Hujurat: 11).
Dalam ayat yang agung ini, Allah melarang hamba-Nya mukmin menghina mukmin lainnya. Imam Ibnu Katsir dalam “Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim” mengomentari ayat ini, “…..hal itu sudah jelas keharamannya. Karena terkadang orang yang dihina itu lebih terhormat di sisi Allah dan bahkan lebih dicintai-Nya daripada orang yang menghinakan.”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam “Tafsir Taysiru Karim Ar-Rahman” mengatakan, “Ini juga merupakan hak-hak di antara sesama kaum mukminin, yaitu agar janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, baik dengan perkataan, ucapan, maupun perbuatan yang menunjukkan sikap menghina sesama saudara muslim, karena hal itu haram dan tidak diperbolehkan.”
Beliau melanjutkan, “Menghina menunjukkan rasa kagum pihak yang menghina terhadap dirinya sendiri, yang bisa saja pihak yang dihina lebih baik dari yang menghina. Dan itulah yang lazim terjadi, sebab penghinaan itu hanya dilakukan oleh orang yang hatinya dipenuhi akhlak yang tidak baik dan tercela, jauh dari akhlak yang baik.”
Oleh karena itu, sahabat mesti menjaga lisan, dan tidak lupa menasihati saudaranya yang lain untuk tidak mencela saudaranya muslim yang lain meskipun celaan itu hanyalah candaan. Siapatahu candaan itu membuat hati yang dicela terluka dan sakit hati? Kan bisa bahaya. Semoga Allah selalu menjaga lisan-lisan kita dari mencela saudara-saudara kita terlebih mencela agama-Nya. Amin.
Oleh: Ustadz Mahardy Purnama