Cadar, Adat Atau Syariat?

Date:

Entah apa yang merasuki media sosial kita akhir-akhir ini hingga perdebatan tentang cadar kembali mengemuka ke ruang-ruang diskusi publik, topiknya banyak, diantaranya: Cadar, Adat atau Syariat?

Tidak sedikit kalangan yang menyatakan bahwa memakai cadar adalah bentuk mengikuti budaya Arab dan bukan mengikuti Syariat, benarkah demikian?.

Bila kita meneliti literatur-literatur yang ada, maka kita akan menemukan bahwa cadar adalah sesuatu yang sudah dikenal oleh orang Arab dahulu bahkan di zaman sebelum Nabi shallallahu alaihi wasallam diutus.

Yang menunjukkan hal ini adalah fakta bahwa di dalam syair-syair masyarakat Arab jahiliyah terdahulu, tidak jarang kita menemukan kata “niqab/cadar” terselip diantara bait-bait syair mereka, diantara contohnya adalah perkataan Ummu Amru bintu Waqdan yang mengatakan:

إن أنتم لم تطلبوا بأخيكم# فذروا السلاح ووحشوا بالأبرق

وخذوا المكاحل والمجاسد والبسوا#نقب النساء فبئس رهط المرهق.

Arti dari syair ini kurang lebih mengatakan bahwa lelaki-lelaki yang tidak bisa membalaskan darah saudaranya, maka lebih baik baginya untuk meninggalkan pedang mereka dan berhias layaknya perempuan-perempuan dengan memakai celak,wangi-wangian dan cadar.

Syahidnya adalah perkataan Ummu Amru bintu Waqdan pada syair ini yang melambangkan niqob (cadar) sebagai sebuah bentuk perhiasan bagi wanita, yang mana menunjukkan bahwa mereka telah mengenal cadar bahkan sebelum Islam datang.

Namun fakta lainnya yang menarik adalah, bahwa meski bangsa Arab terdahulu telah mengenal cadar, namun ia bukanlah sebuah adat yang berlaku secara umum, artinya ia dikenal, namun ia bukanlah adat umum wanita Arab secara keseluruhan kala itu. Diantara hal yang menunjukkan hal ini adalah fakta bahwa Aisyah rhadiyallahu anha tidak menggunakan cadar atau penutup wajah yang sejenisnya kecuali setelah turunnya ayat hijab, hal ini terungkap sebagaimana perkataan beliau rhadiyallahu anha ketika meriwayatkan hadis ifki yang menimpa beliau, dimana beliau rhadiyallahu anha mengatakan ketika Shafwan bin Muattal menemukannya:

(فَعَرَفَنِي حِينَ رَآنِي، وَكَانَ رَآنِي قَبْلَ الحِجَابِ..)

“Maka ia (Shafwan bin Muattal) segera mengenaliku ketika melihatku, dan dahulu ia telah melihatku sebelum diwajibkannya hijab”

Hr.Bukhari dan Muslim.

Dalam kisah ini menunjukkan bahwa Aisyah rhadiyallahu anha dahulu tidak mengenakan cadar atau penutup wajah yang sejenisnya sehingga ia dikenali oleh sahabat Shafwan bin Muattal ini, dan tentunya ini tidaklah mengapa karna dahulu hijab belum difardukan oleh Allah Azza Wajalla.

Pada intinya cadar dahulu adalah pakaian yang dikenal oleh bangsa Arab namun ia bukanlah adat yang menyeluruh dikalangan mereka ketika itu.

Namun terlepas dari perdebatan apakah cadar adalah budaya Arab atau bukan, semestinya kita pada ujungnya harus segera meninggalkan perdebatan ini, karena satu hal yang pasti bahwa para ulama kita telah sepakat bahwa cadar/niqob adalah sesuatu yang disyariatkan oleh Allah ta’ala, karena ia termasuk dalam keumuman dianjurkannya menutup wajah bagi para wanita, terlepas dari hukumnya sunnah, wajib atau bahkan sekedar mubah.

Dan perlu kita ketahui bahwa Islam datang dan ada diantara adat jahiliyah yang disetujui olehnya (seperti memuliakan tamu, jual beli di pasar secara umum dan lainnya termasuk cadar) dan adapula yang dibatalkan (seperti adat minum khamar dan adat jual beli dengan riba). Namun demikian ulama kita mengatakan, bahwa bilamana sesuatu tersebut telah disyariatkan, maka tidak peduli apakah dia adalah adat Arab terdahulu atau bukan, maka barangsiapa yang mengerjakannya karna Allah maka ia akan mendapatkan pahala disisi Allah ta’ala, dan barangsiapa mengerjakannya karna niat lainnya, maka ia akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan.

Dan terakhir, kami mengingatkan bahwa musuh-musuh Islam akan selalu berusaha keras agar membuat ummat ini lari daripada agamanya,

Allah berfirman:

(وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ )

“Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup.”

-Sura Al-Baqarah, Ayah 217

Awalnya mereka ingin kita meninggalkan yang sunnah-sunnah, lalu setelahnya mereka berusaha agar kita meninggalkan yang wajib, dan yang menjadi tujuan akhir mereka adalah agar kita murtad atau keluar dari agama ini, wal iyadzu billah.

Semoga Allah menjaga ummat ini,
Wassalam

✍Oleh: Muhammad Harsya Bachtiar, Lc.
(Mahasiswa Pascasarjana Univ.Islam Madinah)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Regenerasi Kepemimpinan Dewan Pengurus Daerah Wahdah Islamiyah Kabupaten Soppeng Merupakan Buah Pengkaderan

SOPPENG, wahdah.or.id - Pengukuhan pengurus Dewan Pengurus Daerah (DPD)...

Berkumpul Di Banjarmasin, DPD Wahdah Islamiyah Se-Kalimantan Selatan Bahas Rencana Strategis Lewat Mukerda

BANJARMASIN, wahdah.or.id - Bertempat di Rumah Quran Wihdatul Ummah...

Targab Nasional Sukseskan GSD 2025, Ustaz Zaitun Paparkan Kemenangan-Kemenangan yang Diraih Kaum Muslimin di Zaman Nabi

MAKASSAR, wahdah.or.id – Departemen Kaderisasi Dewan Pengurus Pusat (DPP)...

Bangun Peradaban Islam Lewat Dialog Pemuda, Wahdah Islamiyah Baubau Launching Kampung Literasi

BAUBAU, wahdah.or.id - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah...