Bolehnya Shalat Tarawih/Shalat Sunat Dengan Duduk

Date:

Dalam malam-malam Ramadhan tidak sedikit jamaah shalat tarawih yang kecapean atau agak kesulitan untuk terus shalat dalam keadaan berdiri apalagi bila shalat tarawihnya sudah direncanakan setengah juz / satu juz per malam. Sebab itu, shalat dengan duduk bagi makmum yang kecapean atau yang membutuhkan mungkin merupakan salah satu solusi dalam shalat sunat termasuk tarawih ini, dan ini tidak boleh dilakukan dalam shalat wajib kecuali orang yang tidak bisa shalat berdiri. Diantara dalil bolehnya shalat duduk dalam shalat sunat ini adalah:

1. HR Bukhari (1115) dari Imran bin Hushain radhiyallahu’anhu bahwa ia bertanya pada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentang shalatnya seseorang dengan duduk, maka beliau bersabda:

إن صلى قائما فهو أفضل ومن صلى قاعدا، فله نصف أجر القائم

Artinya: “Sesungguhnya shalat dengan berdiri lebih utama, barangsiapa yang shalat duduk maka mendapatkan setengah dari pahala shalat berdiri”.

2.Konsensus/Ijma’nya para ulama bahwa seseorang yang shalat sunat, bisa melakukannya dengan duduk walaupun ia bisa shalat berdiri. Namun pahalanya hanya mendapatkan setengah, sebagaimana dalam hadis diatas. Ibnu AbdilBarr rahimahullah berkata: “Mereka (para ulama) sepakat/ijma’ bahwa qiyam (berdiri) dalam shalat wajib (bagi yang mampu) adalah fardhu yang wajib, bukan pilihan, dan mereka juga sepakat bahwa dalam shalat sunat, dibebaskan untuk memilih shalat berdiri (atau duduk)”. (At-Tamhid 1/133).

Terkhusus duduknya sang makmum dalam shalat sunat seperti tarawih, maka Ibnu AbdilBarr juga menukilkan: “Para ulama telah ijma’ akan bolehnya shalat duduk dibelakang imam yang berdiri dalam shalat sunat”. (Al-istidzkar 5/389).

Ijma’ juga ini dinukil oleh Ibnu Hazm (Al-Muhalla 2/95), Ibnu Qudamah (Al-Mughni 2/567), An-Nawawi (Syarah Shahih Muslim 6/253) dan selain mereka.

Pada dasarnya seorang muslim wajib untuk shalat berdiri, jika tidak sanggup maka dengan duduk, jika tidak sanggup maka dengan berbaring, namun Ijma’nya para ulama mengkhususkan bahwa dalam shalat sunat tidak perlu ada syarat ketidaksanggupan untuk bisa shalat duduk, bahkan ia boleh shalat duduk walaupun ia sanggup untuk shalat sunat berdiri. Namun wajib diperhatikan bahwa para ulama sama sekali tidak membolehkan seseorang untuk shalat sunat dengan berbaring selama ia bisa berdiri atau duduk. Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Seseorang tidak boleh shalat wajib dengan duduk atau berbaring kecuali bila dalam kondisi tidak mampu, ia juga tidak boleh shalat sunat berbaring menurut pendapat kebanyakan ulama salaf dan ulama khalaf (belakangan)… bahkan telah maklum bahwa shalat sunat berbaring (tanpa udzur) adalah bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh seorangpun dari kalangan salaf”. (Majmu’ Fatawa 23/242).

Al-Khaththabi rahimahullah juga berkata: “Saya tidak menghafal dari seorang ulamapun yang meringankan bolehnya shalat sunat berbaring, sebagaimana mereka membolehkan shalat sunat duduk…”. (Ma’aalim As-Sunan 1/225).

Cara Shalat Duduk

Dalam Sunan Shughra (1661), Imam Nasai meriwayatkan suatu hadis dari jalur Abu Daud Al-Hafri, dari Hafsh bin Ghiyats dari Abdullah bin Syaqiiq dari Aisyah radhiyallahu’anha berkata:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مُتَرَبِّعًا

Artinya: “Saya melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam shalat dengan duduk bersila”.

Namun hadis tatacara shalat duduk bersila ini telah dinilai dhoif oleh Imam Nasai sendiri dalam komentarnya: “Saya tidaklah menganggap hadis ini kecuali merupakan hadis yang salah”.

Para ulama mengomentari bahwa hadis dhoif karena Hafsh bin Ghiyats salah dalam meriwayatkannya, karena diselisihi oleh rawi-rawi lainnya tanpa menyebutkan lafadz “duduk bersila”. Ibnul-Mundzir rahimahullah berkata: “Hadis riwayat Hafsh bin Ghiyats telah dikritik akan keshahihan sanadnya, karena hadis ini juga diriwayatkan sekelompok rawi dari Abdullah bin Syaqiq tanpa menyebutkan lafadz “duduk bersila”… dan bila demikian, maka tidak ada sunat tertentu yang shahih mengenai tata cara shalat duduk”. (Al-Awsath 4/376).

Senada dengan Ibnu Mandah, Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dalam Mukhtashar Qiyam Lail (hal.201) berkata: “Tidak ada satupun riwayat dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang menyebutkan shalat duduk beliau,yang menerangkan tata cara shalat duduk beliau, kecuali dalam hadis Hafsh bin Ghiyats namun ia salah dalam meriwayatkannya..”.

Kesimpulannya; Seseorang yang shalat duduk hendaknya memilih tatacara duduk apa saja yang mudah baginya, bisa dengan bersila, duduk tawarruk, iftirasy, atau tata cara duduk lainnya, wallaahu a’lam.

(Disadur dan diringkas dari: Masaail Shalaat Al-Lail –Syaikh Muhammad Al-Furaih: 40-45)

Oleh Maulana La Eda, L.c

Maulana La Eda, L.c
Maulana La Eda, L.c
Maulana La Eda, Lc. Hafizhahullah (Mahasiswa S2 Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Islam Madinah)

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Tutup Mukernas XVII Wahdah Islamiyah, Ustaz Zaitun Rasmin: Terima Kasih Bapak Prabowo Kami Doakan Bapak Sehat Selalu

MAKASSAR, wahdah.or.id - Mukernas ke-XVII Wahdah Islamiyah yang digelar...

Pendidikan Karakter Membangun Generasi Emas 2045: Komitmen Wahdah Islamiyah Mendukung Program Mendikdasmen RI

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik...

Ketua Komisi 7 DPR-RI Ajak Wahdah Islamiyah Aktif di Politik untuk Kesejahteraan Umat

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Komisi & Dewan Perwakilan Rakyat...

Wahdah Islamiyah Perluas Jangkauan Dakwah di 253 Daerah Indonesia dan 5 Negara Di Dunia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah, organisasi dakwah yang terus...