Pada waktu-waktu ibadah yang utama seperti bulan Ramadhan, banyak wanita yang sangat ingin memaksimalkan ibadahnya seperti shalat tarawih namun terhalang oleh haid. Ada juga yang merasa berat jika harus mengqadha’ puasa yang ditinggalkan selama haid di luar bulan Ramadhan, dikarenakan orang-orang di sekitarnya tidak berpuasa, sehingga ia meminum obat yang bisa menahan haid ini.
Dari segi hukum, maka ulama membolehkan minum penahan haid dengan niat di atas dengan syarat obat tersebut aman menurut keterangan ahli medis.
Tapi sebaiknya ini tidak dilakukan, walaupun dengan niat memaksimalkan ibadah di bulan ramadhan, dan hendaknya setiap wanita menerima haid itu sebagai ketetapan dari Allah al-Hakiim. Karenanya tidak didapati dari wanita-wanita di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula pada masa setelahnya – padahal mereka jauh lebih baik dari wanita masa kini – memaksakan diri melakukan hal ini. Apalagi tidak sedikit di antara wanita yang memakai obat-obat tersebut kebiasaan haidnya terganggu, merasakan keletihan dan mungkin saja membahayakan rahim.
Namun jika seorang wanita meminum obat penahan haid sehingga darah haid tidak keluar pada waktu kebiasaan haidnya maka hukumnya sama dengan wanita yang suci lainnya, boleh baginya melakukan hal-hal yang dilakukan oleh wanita yang suci seperti shalat atau puasa dan ibadahnya sah.
Perlu diperhatikan juga bagi wanita yang dalam masa ‘iddah thalaq raj’i (talak yang boleh dirujuk yaitu talak satu dan dua), tidak boleh baginya meminum obat penahan haid kecuali dengan izin suami yang mentalaknya karena tidak keluarnya darah haid berpengaruh pada masa ‘iddah. Wallahu a’lam.[]
Oleh: Ummu Hafsah, Lc. (Dosen STIBA Makassar)
Wah…pembahasannya bagus…mungkin banyak muslimah yg belum berfikir sampai di situ….