Kita membaca ayat-ayat Allah sedang tak ada lagi hati yang tersentuh olehnya. Airmata tak sanggup lagi membasahi pipi-pipi kita tatkala membaca kisah-kisah pilu perjuangan salaf al shalih. Bahkan sebagian dari kita merasa biasa-biasa saja mendengar kabar kematian seseorang, ia tak lagi menjadi sebaik-baiknya nasihat dan pemutus kenikmatan. Saat shalat seorang hamba tak mampu lagi menahkodai jiwanya agar tak melanggar batasan-batasan Allah. Rintihan-rintihan anak yatim, anak-anak terlantar sudah terdengar mengganggu telinga-telinga kita, akantetapi hati tetap diam membeku tak mampu merajai raga beramal salih menunaikan hak-hak mereka.
Tiap hari berlezat-lezat dengan tema gibah-an yang baru, mengupdate kesalahan-kesalahan terbaru saudaranya, menstalking setiap kekeliruan mereka, menjadikan status pada dinding hati dengan tinta hitam, dipajang agar menjadi pembanding dan pengukur hati yang telah ternoda kesombongan, “duh, aku memang jauh lebih suci darinya.” Oh hati, di mana kah engkau telah berlabuh? Apakah pada tepian pasir berlumpur itu, pada dalamnya pengaruh jiwa yang selalu menyeru kepada keburukan?!
Seorang yang arif pernah ditanya,”wahai sang arif! dalam jiwaku ada dua ekor serigala yang selalu bertarung, serigala manakah yang akan menjadi pemenang di kemudian hari?.” Sang arif menjawab,:”serigala yang paling sering engkau beri makan.” Begitulah jiwa, jika yang sering diberi makan adalah hasrat untuk berbuat buruk dengan daging-daging maksiat, maka ia yang akan menjadi pemenang di kemudian hari. Wahai jiwa yang senantiasa menyeru kepada keburukan, janganlah engkau pernah berputus harap atas rahmat rabbmu. Allah ‘azza wa jalla berbefirman dalam surah al-zumar ayat ke-53,:
۞قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ٥٣
53. Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Setiap kedurhakaan akan melahirkan nuktah hitam dalam hati seorang hamba, semakin sering ia bermaksiat semakin bertambah pula nuktah-nuktah itu, dan pada setiap nuktah hitam akan melahirkan kesempitan dalam kehidupan. “Wahai hamba yang berdosa! Bila engkau merasakan hembusan balasan (balasan atas kemaksiatan), maka janganlah engkau banyak berisik. Jangan sekali-kali engkau berkata,”aku sudah bertaubat dan menyesal, namun kenapa balasan yang tidak aku suka tidak hilang juga dariku?!”mungkin saja karena engkau belum bersabar (dalam taubat).”(Ibnu al Jauzi, Mukhtashar Shaid al khathir, hal 108).
Bukankah setiap anak cucu Adam adalah pendosa, dan sebaik-baik mereka adalah yang bersegera bertaubat?! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,:
كل ابن آدم خطاء, فخير الخطائين التوابون
“setiap anak cucu adam adalah pembuat kesalahan, maka sebaik-baik pembuat kesalahan itu adalah mereka yang gemar bertaubat.” (HR. Ahmad, No. 13049) hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibn Majah serta al darimy dalam kitab-kitab mereka.
Jika kita melihat hadits ini, maka ia merupakan kabar gembira bagi setiap dari kita yang sering terjatuh ke dalam perbuatan dosa, bahwa hal itu adalah sebuah fitrah dan kebaikan, jika setelah keterjatuhan itu setiap dari kita bersegera untuk bertaubat dengan sabaik-baiknya taubat. Akan tetapi, ia akan menjadi bencana jika seorang hamba terus memberi makan hawa nafsunya dengan perkara haram dan lupa untuk bertaubat, bahkan semakin menikmati maksiat-maksiatnya.
Olehnya itu, maka yang menjadi kewajibanmu adalah selalu tetap mendiami mihrab taubat, duduk seperti duduknya orang yang meminta pemberian, dan engkau menjadikan makananmu adalah kegelisahan hati, dan menjadikan minumanmu adalah tangisan, karena boleh jadi datang pembawa kabar gembira yang menyatakan diterimanya taubatmu, sehinga Ya’qub yang dirundung sedihpun kembali bisa melihat (kesedihan Ya’qub menangisi Yusuf alaihimassalam). Dan apabila engkau meninggal dalam penjara kesedihanmu, maka boleh jadi kesedihan dunia menggantikan kesedihan akhirat, dan dalam hal ini terdapat keberuntungan yang sangat besar.”(Ibnu al Jauzi, Mukhtashar Shaid al khathir, hal. 109).
Duhai jiwa, jika engkau terjatuh, maka bangkitlah bertaubat, jika terjatuh lagi maka bangkitlah kembali! kemudian bersabarlah engkau dalam mihrab taubat itu sampai kesalahan-kesalahanmu terhapuskan oleh kesucian taubat-taubatmu. Wallahu ta’ala a’lam.
Ditulis oleh: Rusdy Qasim (Mahasiswa Universitas Islam Madinah)