Diantara nikmat besar yang Alloh anugerahkan terhadap seorang hamba adalah manakala diberikan kemudahan dalam melaksanakan aneka ketaatan pada-Nya.
Namun, perlu dipahami bahwa syaithon tidak akan pernah berhenti untuk menjerumuskan manusia ke dalam kebinasaan.
Alloh berfirman,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.
Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
[Al-A’raf/7:16-17]
Sehingga pelaku kebaikanpun tidak serta merta aman dari godaan syaithon ini.
Oleh karena itu setelah melaksanakan ketaatan, seorang hamba diperintahkan untuk mengiringinya dengan istighfar meminta ampun pada Alloh.
Dan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam mencontohkan untuk mengiringi kebaikan itu dengan taubat.
Misal;
1. Setelah sholat
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَإِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Apabila Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi Wasallam selesai shalat (sesudah salam) beliau beristighfar tiga kali, dan berdoa: Allaahumma Antas Salaam wa minkas Salaam Tabaarakta Dzaljalaali wal ikraam (Ya Allah Engkau Maha Penyelamat dari Engkaulah keselamatan Engnkau Maha Baik wahai Dzat yang Agung dan Mulia).”
(HR. Muslim)
2. Setelah haji (seusai wukuf di arafah)
Alloh berfirman,
فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ (198) ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا…
Apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril-haram. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah;
(QS. al-Baqarah: 198 – 199)
3. Setelah selesei dari tugas kenabian
Alloh berfirman,
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ . وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
(QS. an-Nashr: 1–3)
Dari sini dapat kita ambil pelajaran bahwa setelah melaksanakan ketaatan-ketaatan pada Alloh, hendaknya kita mengirinya dengan taubat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Taubatnya manusia dari perbuatan baiknya adalah dari sisi;
1. Taubat dari menyepelekan dan kurang maximalnya kebaikan tersebut
2. Taubat dari persangkaannya telah selamat dari kesalahan seperti ahli bid’ah
3. Taubat dari rasa ujub dan perasaannya telah beribadah dengan kekuatannya dengan melupakan rahmat Alloh.
Sehingga dikatakan bahwa mengikhlaskan amalan dari segala yang merusaknya itu lebih berat dari kesungguhan dalam beramal itu sendiri.
(Majmu’ Fatawa 11/687-688)
Salatiga Jawa Tengah
5 Ramadhan 1439 H
Oleh: Reki Abu Musa, Lc
_______
S’moga Esok Lebih Baik…