Air yang berubah warna, aroma dan rasanya karena sesuatu yang suci maka ia tetap sebagai air yang suci dan mensucikan, selama airnya lebih dominan dan masih disebut air muthlak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang air laut:
هو الطهور ماؤه
“Air laut itu thahur (suci dan mensucikan)” HR. Abu Dawud dan lainnya.
Asy-Syaikh al-allamah Abdullah Ibn Abdirrahman al-Bassam rahimahullah berkata:
أن الماء إذا تغير طعمه او لونه أو ريحه بشيء طاهر فهو باق على طهوريته ما دام ماء باقيا على حقيقته ولو اشتدت ملوحته أو حرارته أو برودته ونحوها
“Bahwasanya air jika rasa, warna atau aromanya berubah karena sesuatu yang suci maka ia tetap dalam kesuciannya selama air masih dalam bentuk hakikatnya (benda yang larut tidak merubah kemutlakannya-pent) walau rasa asinnya begitu kuat, panas, dingin atau selainnya.” (Taudhihul Ahkam: 1/73)
Imam syafi’i rahimahullah berkata:
وَإِذَا وَقَعَ فِي الْمَاءِ شَيْءٌ حَلاَلٌ فَغَيَّرَ لَهُ رِيحًا أَوْ طَعْمًا وَلَمْ يَكُنِ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَتَوَضَّأَ بِهِ وَذَلِكَ أَنْ يَقَعَ فِيهِ الْبَانُ أَوْ الْقَطِرَانُ فَيَظْهَرُ رِيحُهُ أَوْ مَا أَشْبَهَهُ وَإِنْ أُخِذَ مَاءٌ فَشِيبَ بِهِ لَبَنٌ أَوْ سَوِيْقٌ أَوْ عَسَلٌ فَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَهْلَكًا فِيهِ لَمْ يُتَوَضَّأْ بِهِ ِلانَّ الْمَاءَ مُسْتَهْلَكٌ فِيهِ إنَّمَا يُقَالُ لِهَذَا مَاءُ سَوِيْقٍ وَلَبَنٍ وَعَسَلٍ مَشُوْبٌ
“Apabila pada air jatuh sesuatu yang halal (suci) lalu merubah aroma atau rasanya,dan air itu tidak mustahlak (kemutlakan air tidak berubah-pent) maka tidak mengapa berwudhu dengannya. Misalnya, ketika kayu jatuh di dalamnya atau pelangkin (ter) sehingga aromanya muncul, atau yang semisalnya. Dan apabila air dicampurkan dengan susu, atau tepung, atau madu sehingga air itu mustahlak (air tidak mutlak lagi) maka tidak boleh lagi berwudhu dengannya, karena air bukan air mutlak lagi, melainkan ia disebut dengan air tepung, susu atau air campuran madu.” (al-Um: 1/7)
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:
وإن كان يسيرا ، بأن وقع فيه قليل زعفران فاصفرَّ قليلاً ، أو صابون أو دقيق فابيض قليلاً ، بحيث لا يضاف إليه ، فالصحيح منهما أنه طهور ؛ لبقاء الاسم هكذا صححه الخرسنيون وهو المختار
“Jika yang tercampur itu sedikit, misalnya kunyit jatuh di air sehingga menguningkan air itu sedikit, atau sabun atau tepung sehingga airnya sedikit memutih, namun sir itu tidak di sandarkan pada perubahannya, maka yang benar dari keduanya adalah dia tetap suci sebab penamaannya masih tetap disebut air, demikian ulama khurasan menshahihkannya dan pendapat ini yang terpilih.” (al-Majmu’: 1/103).
Dari penjelasan ini, karena kaporit bukanlah sesuatu yang najis maka tidak mengapa berwudhu dengan air yang mengandung air kaporit. Wallahu a’lam.
Oleh Ustadz Abu Ukasyah al-Munawy