Beribadah Sesuai Sunnah Nabi ﷺ

Date:

Beribadah kepada Allah merupakan tujuan penciptaan manusia. Ibadah merupakan ritual yang menghubungkan antara hamba dengan Rabbnya, dengannya setiap hamba berhak meraih imbalan atas janji Allah Azza wa Jalla setelah kehidupan dunia yang menjadi tempat pengujian ibadah itu.

Karena itu, Allah mengutus para Nabi dan Rasul sebagai orang-orang yang menjadi perantara wahyu-wahyu-Nya untuk sampai kepada manusia, membawa kabar gembira dan peringatan, serta mengajarkan manusia perihal tata cara yang benar dalam beribadah kepada-Nya. Sebab jika tidak diarahkan, seringkali manusia melakukan amalan-amalan yang dianggapnya sebagai kebaikan, namun ternyata amalan itu justru menyelisihi syariat-syariat Allah yang telah dibawa oleh para Nabi dan Rasul. Tidak sedikit pula dari mereka ada yang menjadikan amalan mereka sebagai amaliyah kesyirikan, namun tetap menganggapnya sebagai kebaikan karena berhukum menggunakan perasaan yang tidak didasari dengan ilmu.

Hal seperti ini pernah terjadi pada orang-orang Arab di masa dakwah Nabi, mereka menjadikan patung-patung sebagai tandingan bagi Allah lalu menganggapnya sebagai kebaikan yang mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga tidak mungkin ditinggalkan. Allah kemudian mengabadikan kisah mereka, sebagai pelajaran bagi kita, bahwa terkadang apa yang kita anggap sebagai kebaikan tidak baik di sisi Allah. Allah berfirman:

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari kesyirikan. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata: “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Terjemahan QS. Az-Zumar: 3)

Syaikh Abdul Lathif Ibnu Muhammad Hassan hafizhahullah berkata, “Oleh karena itu, Allah sangat keras mengingkari orang-orang yang meniti jalan dalam peribadatannya tidak sesuai dengan apa yang disyariatkan Allah.” (Huquq an-Nabi Baina al-Ijlal wa al-Ikhlal)

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang membuat syariat untuk mereka pada agama yang tidak diizinkan Allah?” (Terjemahan QS. Asy-Syura: 21)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa melakukan satu amalan yang tidak pernah kami perintahkan maka amalannya akan tertolak.” (HR. Muslim)

Dari nash-nash ini, para ulama beristimbath bahwa amalan-amalan yang dianggap manusia sebagai kebaikan atau ibadah yang tidak pernah diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka amalannya tertolak. Dengan amalan yang mereka ada-adakan itu, mereka hakikatnya juga telah menuduh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhianati risalah Allah tentang pengutusannya dalam mengajarkan manusia tata cara ibadah yang benar. Padahal Allah telah menjelaskan di dalam al-Qur’an bahwa agama ini telah sempurna, para sahabat juga berkata, “Tidaklah perkara-perkara yang mendekatkan diri kita kepada surga kecuali telah diajarkan oleh Rasulullah dan tidaklah perkara-perkara yang menjauhkan diri kita dari neraka melainkan telah dijelaskan olehnya.”

Maka hendaknya tetesan-tetesan air mata cinta pada sang Nabi tidak menjadikan diri kita berlebih-lebihan dalam memuji dan menyanjungnya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam menyanjungku sebagaimana orang-orang Nashrani sangat berlebih-lebihan dalam menyanjung Isa Ibnu Maryam.” (HR. Bukhari)

Jalan cinta kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dilihat dari seberapa besar pengakuan cinta terhadapnya, lalu dengan pengakuan itu kita membuat amalan-amalan yang tidak pernah diperintahkannya. Pembuktian cinta kepadanya justru dilihat dari seberapa besar semangat kita dalam menaati perintah-perintahnya, menjalankan sunnah-sunnahnya dan tidak menyakitinya dengan membuat amalan baru yang tidak pernah diajarkannya.

Bahaya melakukan amalan Ibadah yang tidak diperintahkan Nabi

  1. Amalannya akan tertolak

Manusia tidak diperintahkan untuk sekedar memperbanyak amalan, akan tetapi amalan itu harus benar sesuai petunjuk Nabi. Allah Azza Wa jalla berfirman:

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)

Imam as-Sa’di rahimahullah berkata, “Maksudnya yang ikhlas dan benar amalannya.” (Tafsir as-Sa’di: 1032)

Fudhail Ibnu Iyad rahimahullah berkata, “Amalan dikatakan benar jika sesuai dengan tuntunan Nabi. Sesungguhnya amalan jika dilakukan secara ikhlas namun caranya tidak benar maka amalannya tertolak. Begitupula jika dilakukan secara benar namun tidak ikhlas maka amalannya tertolak. Suatu amalan dapat diterima jika pelakunya ikhlas dan benar dalam beramal.” (Asbabu Raf’u al-Uqubah Anil Abd: 33)

  1. Terusir dari Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Aku adalah manusia pertama diantara kalian yang menuju telaga, lantas diperlihatkan padaku beberapa orang diantara kalian, hingga jika aku ingin menggandeng mereka, tiba-tiba mereka ditangkap dan dijauhkan dariku, sehingga aku berteriak-teriak ‘Ya Rabbi, itu sahabatku, ya Rabbi, itu sahabatku!” Allah menjawab; “Kamu tidak tahu apa yang perbuat sepeninggalmu!” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda: “Aku berada di telagaku menunggu orang yang datang kepadaku, tiba-tiba orang di belakangku ditangkap dan dijauhkan dariku sehingga aku berteriak-teriak; ‘Itu umatku, itu umatku! ‘Tiba-tiba ada suara menjawab; ‘Kamu tidak tahu! Mereka berjalan dengan melakukan bid’ah, maksiat, dan dosa besar.” (HR. Bukhari)

  1. Diancam dengan siksa neraka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua perkara yang baru diada-adakan (dalam urusan agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di dalam neraka.” (HR. Nasai)

Semoga kita terhindar dari amalan-amalan ibadah yang tak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukuplah kecintaan kita dibuktikan dengan mengikuti sunnah-sunnahnya yang sangat banyak dan terpampang jelas dalam kitab-kitab para ulama Rabbani. Wallahu a’lam.[]

Oleh Muhammad Ode Wahyu, SH.

Artikel ini juga dimuat di Majalah SEDEKAH Plus edisi 24, Tahun Ke II, bulan Januari 2016

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Kolaborasi WIZ dan ASBISINDO: 139 Anak Yatim dan Dhuafa Dapat Santunan Serta THR

MAKASSAR, wahdah.or.id - LAZNAS WIZ bersama Perkumpulan Bank Syariah...

Pekan Terakhir Ramadan, 750 Paket Iftar Didistribusikan WIZ dan KITA Palestina ke Jalur Gaza

GAZA, wahdah.or.id - Kehidupan masyarakat di Gaza Palestina saat...

Pondok Pesantren Abu Bakar Ash-Shiddiq: Wadah Baru untuk Pendidikan dan Dakwah Islam di Kawasan Bontobahari Bulukumba

BULUKUMBA, wahdah.or.id - Proses pembangunan Pondok Pesantren Abu Bakar...

Mitra Wahdah di Gaza: Terima Kasih Wahdah, Terima Kasih Indonesia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah dan Komite Solidaritas (KITA)...