Homoseksual adalah kerusakan moral yang nyata. Jarang sekali ada orang di bumi Indonesia ini yang terang-terangan menyatakan bahwa homoseksual itu wajar. Namun anehnya, akhir-akhir ini nilai yang dianut masyarakat kita perlahan bergeser. Acara-acara TV yang menampilkan sosok gay semakin menjamur. Mereka muncul untuk “mengangkat” diri, bahwa kaum gay sebagai kaum marginal patut untuk mendapatkan hak-hak layaknya masyarakat yang lain. Karena tayangan yang seperti ini, masyarakat pun mulai terbiasa, bahkan penampilan kaum gay dinilai sebagai hiburan.
Gerakan mereka di Indonesia bukanlah gerakan baru. Pada tahun 1969, di Jakarta berdiri organisasi gay pertama, Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD). Disusul pada tanggal 1 Maret 1982, organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia berdiri di Solo. Dalam waktu yang tidak lama, terbentuklah cabang-cabangnya di berbagai kota di Indonesia. Untuk menyerukan ide kelompoknya, pada tahun-tahun berikutnya, kaum gay makin banyak mendirikan organisasi dan komunitas-komunitas sodom pengundang murka Allah.
Dengan dalih hak asasi manusia (HAM) dan pembelaan terhadap kaum minoritas yang terpinggirkan, maka perkawinan sesama jenis ini terus diperjuangkan agar mendapat tempat di masyarakat. Kalangan yang paling banyak memberi dukungan terhadap perilaku disorientasi seksual ini adalah golongan liberal. Bahkan ada buku yang diterbitkan oleh salah satu institusi agama Islam yang berjudul “Indahnya Nikah Sejenis”, adalah kumpulan artikel Jurnal Justisia Semarang, yang penulisnya adalah seorang mahasiswa Islam. Parahnya sebuah seminar dengan tajuk “Gay Jadi, Kawin Juga Boleh” diadakan oleh salah satu universitas Islam di Jogja. Tidak sampai di situ, pada jurnal Justisia edisi 2004 dikatakan bahwa kisah kaum Nabi Luth yang diabadikan di dalam al-Qur’an dianggap hanya sekadar story atau mitos. Gay, lesbian dan waria juga bagian dari fitrah manusia, hal itu tidak menyalahi kodrat, melainkan sesuatu yang wajar, natural dan anugerah dari Allah.
Homoseksual dalam Tinjauan Syari’at
Dalam istilah Islam, homoseksual lebih dikenal dengan nama “al-Liwâth” yang diambil dari kata “Luth” nama seorang Nabi Allah. Dinisbatkan kepada Nabi Allah tersebut, sebab perbuatan semacam itu dilakukan pertama kali oleh kaumnya. Terkadang juga disebut dengan istilah sodomi, dari nama negri kaum Nabi Luth, Sodom.
Para ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah Subhaanahu Wa’taala dan rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mencela dan menghina para pelakunya.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas.” (QS. Al-A’raf: 80-81).
Kisah kaum Nabi Luth ini menampakkan begitu jelasnya penyimpangan mereka dari fitrah. Hingga menanggapi apa yang telah mereka lakukan, Nabi Luth mengatakan bahwa perbuatan bejat seperti itu belum pernah dilakukan oleh kaum sebelumnya.
Kenistaan perilaku homoseksual telah mencapai puncak keburukan. Hampir-hampir kita tidak pernah mendapatkan seekor hewan jantan pun yang mengawini hewan jantan lain. Akan tetapi keanehan itu justru terdapat pada manusia yang telah rusak akalnya dan menggunakan akal tersebut untuk berbuat nista.
Maka pantaslah Allah kemudian mengirim malaikatnya untuk membinasakan Kaum Luth.
“Dan tatkala utusan-utusan Kami (para malaikat) datang kepada Luth, maka ia merasa susah, dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata, “Ini adalah hari yang amat sulit”. Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang keji (homoseksual). Luth berkata, “Hai kaumku inilah putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertaqwalah kepada Allah, dan kalian jangan mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku. Tidakkah ada di antara kalian orang yang berakal?” Mereka (kaumnya) menjawab, “Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu; dan sesungguhnya kamu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki”. Luth berkata, “Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (maka aku akan lakukan)”. Para utusan (malaikat) itu berkata, ”Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tak akan mengganggumu, sebab itu pergilah dengan membawa keluargamu, dan pengikut-pengikutmu di akhir malam, dan janganlah ada seorang pun di antara kalian yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zholim“ (QS. Huud: 77-82).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda akan kekuatiran beliau atas kaum yang menyimpang ini, “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan atas umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad, At-Timidzy dan Ibnu Majah. Dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albany).
Fudhail Ibnu Iyadh berkata, “Andaikan pelaku homoseksual mandi dengan setiap tetesan air langit maka dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak suci.”
Terdapat riwayat dari Khalid bin al-Walid Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ia pernah menemukan di suatu daerah pinggiran perkampungan Arab seorang laki-laki yang menikah dengan sesamanya layaknya menikahi seorang wanita. Maka, ia pun mengabarkan hal itu kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau meminta pendapat para shahabat yang lain, di antaranya ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang mengambil pendapat yang sangat tegas. Ia mengatakan, “Menurutku, hukumannya dibakar dengan api.” Maka Abu Bakar pun mengirimkan balasan kepada Khalid bahwa hukumannya ‘dibakar.’
Sedangkan Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Perlu dicari dulu, mana bangunan yang paling tinggi di suatu perkampungan, lalu pelaku homoseks tersebut dilempar darinya dengan posisi terbalik, kemudian dibarengi dengan lemparan batu ke arahnya.”
Kerasnya hukuman tersebut menunjukkan bahwa homoseksual merupakan perbuatan yang sangat nista sebagaimana dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” (HR. an-Nasa’i).
“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah si pelaku dan pasangannya.” (Diriwayatkan oleh para penyusun kitab as-Sunan).
Semoga saja masyarakat kita tidak mengalami azab seperti azab yang menimpa kaum Nabi Luth, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghujani mereka dengan batu. Tidak tersisa seorang pun melainkan dia terhujani batu tersebut. Hingga kota mereka hanyalah kenangan yang membawa ibrah bagi yang mau berpikir. Allah Ta’ala berfirman, artinya,
“Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”. (QS. Al-Hijr: 74).
Lalu masihkah homoseksual dianggap merupakan prilaku yang wajar? Padahal Allah telah membebaskan manusia dari berbagai penyakit sosial ini, namun mereka sendirilah yang memilih untuk menyiksa dirinya. Dan memilih menunggu-nunggu datangnya azab yang telah Allah janjikan. wal ‘iyadzu billah.
Wallahul Musta’an wahuwa Yahdi as-Sabil, [Marzuki Umar]
(Buletin Al Fikrah)