Para salaf ash-shalih (orang-orang shalih terdahulu) berbeda pendapat mengenai makna mulamasah (menyentuh) dalam firman Allah azza wajalla:

أو لامستم النساء

“Atau kalian menyentuh wanita”. (QS. An-Nisa: 43)

• Ali, Ibn Abbas dan al-Hasan radhiyallahu ‘anhum berpendapat bahwa maknanya adalah hubungan suami istri. Ini merupakan mazhab Hanafiyah.

• Ibn Mas”ud, Ibn Umar dan asy-Sya’bi radhiyallahu ‘anhum berpendapat bahwa maknanya adalah menyentuh dengan tangan. Ini merupakan mazhab Syafi’iyyah.

Ibn Jarir ath-Thabari rahimahullah berkata: “Perkataan yang lebih dekat pada kebenaran dari dua perkataan tersebut adalah pendapat yang memahami bahwa makna firman Allah yang diperselisihkan itu adalah hubungan suami istri bukan makna-makna yang lain dari kata al-Lams (menyentuh). Sebab ada hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam mencium sebagian istri-istrinya kemudian beliau shalat tanpa mengulangi wudhu lagi.”

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyentuh wanita, apakah ia membatalkan wudhu atau tidak.

• Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu, baik itu ketika menyentuhnya disertai syahwat ataupun tidak. Beliau berdalilkan dengan hadits dari ‘Aisyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menciumi sebagian istri-istrinya kemudian beliau shalat tanpa mengulangi wudhunya. Beliau juga berdalilkan dengan hadits dari ‘Aisyah yang mencari Nabi shallallahu’alaihi wasallam tatkala Nabi sedang shalat lail. Ketika ‘Aisyah meraba-rabakan tangannya di atas tanah, ia mengenai kaki Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang sedang shalat.

Adapun ayat tersebut bagi beliau merupakan kinayah dari kata jima’ (hubungan suami istri).

• Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu, baik itu ketika menyentuhnya disertai syahwat ataupun tidak. Dalil beliau adalah keumuman ayat yang diperselisihkan maknanya tadi. Bagi beliau maknyanya bisa dipahami menyentuh dengan tangan atau melakukan jima’ sebagai makna kiyasan. Dan hukum asalnya adalah memahami teks secara hakikat kecuali jika teks ayat tidak bisa dipahami secara hakikatnya, maka untuk memahaminya dipahami secara majaz (makna kiasannya).

• Imam Malik berpendapat bahwa menyentuh wanita disertai syahwat membatalkan wudhu, sedangkan menyentuhnya tanpa disertai syahwat tidaklah membatalkan wudhu.

Imam Ibn Rusyd dalam “Bidayatu al-Mujtahid”nya mengatakan bahwa: “Penyebab perbedaan pendapat diantara mereka adalah karena kata lams (menyentuh) dalam bahasa Arab mengandung makna yang berbeda. Kadang maknanya dipahami secara mutlak bahwa maksudnya adalah menyentuh dengan tangan, dan kadang memang dipahami sebagai makna kiasan dari jima’ (hubungan suami istri).

Tarjih (Sesuai pemahaman Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni)

Dari seluruh pendapat yang ada, maka pendapat yang rajih adalah pendapat yang tidak membatalkannya, ini pula yang dikuatkan oleh Ibn Rusyd al-Maliki rahimahmullahu jami’an.

Diringkas dari kitab Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an karya Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni rahimahullah (1/457-459)

Peringkas: Abu Ukkasyah Wahyu al-Munawy

Artikulli paraprakSTIBA Dicanangkan Berubah Nama Menjadi STIS
Artikulli tjetërHaramkah Mengharap Pahala?

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini