Bismillah…

✏ BAHAYA MENGIKUTI NAFSU

? Alloh berfirman,

(أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا)

(أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا)
[سورة الفرقان 43 – 44]

”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). ” (Al-Furqan 43-44)

Dasar permusuhan, kejahatan dan kedengkian yang muncul dikalangan manusia ialah karena mengikuti nafsu. Siapa yang menentang nafsunya berarti membuat hati dan badannya menjadi tentram dan sehat.

Abu Bakar Al Warraq berkata :

?? “Jika nafsu yang menang, maka hati menjadi gelap.
?? Jika hati menjadi gelap, maka dada terasa sesak.
?? Jika dada menjadi sesak, maka akhlaq menjadi buruk.
?? Jika akhlaq menjadi buruk, maka ia membenci orang lain, dan orang lainpun membencinya.

Maka perhatikanlah apa yang diakibatkan nafsu, seperti kebencian, kejahatan, permusuhan, mengabaikan hak orang lain dan sebagainya.”

❗“Haruslah diketahui bahwa nafsu tidaklah mencampuri sesuatu perkara melainkan ia akan merusaknya.

? Jika nafsu mencampuri ilmu, maka ia mengeluarkannya kepada bid’ah dan kesesatan, pelakunya menjadi kelompok orang yang mengikuti nafsu.

? Jika nafsu mencampuri zuhud, maka ia mengeluarkan pelakunya kepada riya’ dan menyalahi sunnah.

? Jika nafsu mencampuri hukum, maka ia mengeluarkan pelakunya kepada kedholiman dan menghalangi kebenaran.

? Jika nafsu mencampuri dalam pembagian harta, maka mengeluarkan pembagian itu kepada ketidak adilan dan kebohongan.

? Jika nafsu mencampuri ibadah, maka ibadah itu akan keluar dari ketaatan dan taqarub.

Jadi, selagi nafsu mencampuri sesuatu, maka ia akan merusaknya”.

? Dinukil dari kitab Raudhah Al-Muhibbin wa Muzhatul musytaqin, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah

Oleh Ustadz Reky Abu Musa, Lc

Artikulli paraprakBeberapa orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa
Artikulli tjetërWahdah Jogja Peduli Guru

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini