Dalam tulisan ini, kita akan coba menggali secara singkat, beberapa hal terkait Bab Adab yang terdapat dalam Kitâbul Jâmi’ dari Bulughul Marâm. Sebagai pengantar memahami hadits-hadits yang ada di dalamnya.
Isi Kitâbul Jâmi’
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Kitâbul Jâmi’ dari Bulughul Marâm berisi 6 bab yang berkaitan dengan akhlak dan tazkiyatun nufus, yaitu:
- Bâbul Adab, tentang adab.
- Bâbul Birri wash Shilah, tentang berbuat baik dan silaturahim.
- Bâbuz Zuhdi wal Wara’, tentang sifat zuhud dan wara’.
- Bâbut Tarhîb min Masâwi-il Akhlâq, mengingatkan agar menjauhkan diri dari akhlaq-akhlaq yang buruk.
- Bâbut Targhîb min Makârimil Akhlâq, tentang anjuran atau motivasi untuk memiliki akhlak mulia.
- Bâbudz Dzikri wad Du’â’, tentang dzikir dan do’a.
Kitabul Adab ada berapa hadits?
Pada tulisan ini, kita akan mulai membahas bab pertama yaitu Bab Adab. Dalam bab ini terdapat 16 hadits, yaitu hadits no 1437-1453 dalam Bulūghul Marām.
Makna Adab
Kata adab dalam bahasa Arab bisa bermakna kumpul dan mengajak. Misalnya mengundang orang lain untuk berkumpul kemudian makan-makan. Maka Âdib bisa dimaknai dengan orang yang mengajak karena ia mengajak orang lain pada hal-hal yang terpuji dan menjauhi hal-hal yang tercela.
Ada beragam istilah yang disebutkan oleh para ulama, dalam memaknai adab, antara lain:
- Abu Zaid al Anshari: “Semua bentuk riyadhah (latihan) terpuji yang dapat mengeluarkan manusia pada suatu perilaku mulia.”
- Ibnul Qayyim: “Mempraktekkan perangai terpuji.”
- Ibnu Hajar al ‘Asqalani: “Mempraktekkan ucapan dan perbuatan yang terpuji. Intinya mempraktekkan akhlak mulia.”
Maka bisa disimpulkan bahwa adab merupakan perangai terpuji yang hendaknya menghiasi diri seseorang. Adab makan artinya perangai terpuji yang hendaknya dilakukan seseorang ketika makan. Demikian pula adab bersin berarti perangai terpuji yang hendaknya dilakukan seseorang ketika bersin.
Bentuk-bentuk Adab
Adab ada 2 jenis:
- Adab terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa. Hal ini wujudnya bisa berupa: mengagungkan Allah ‘azza wa jalla, tidak menghalalkan yang diharamkan, tidak mengharamkan yang dihalalkan, tidak mewajibkan yang tidak wajib, tidak maksiat kepada-Nya baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.
- Adab terhadap hamba Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa. Hal ini bisa diwujudkan dengan melakukan berbagai perilaku yang terpuji dan menjauhi berbagai perilaku tercela di mata manusia. Namun jika adab tertentu rujukannya bukan syariat, maka bisa jadi ada adab yang berlaku terbatas. Di wilayah tertentu, dianggap terpuji namun di wilayah lain, tidak demikian.
Adab yang dimaksud di sini adalah adab dalam berinteraksi dengan sesama manusia.
Pemilihan Bahasan Adab
Apa yang dilakukan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullâh- dalam Bulûghûl Marâm ini, dengan menempatkan bahasan adab dan akhlak di akhir buku kumpulan hadits yang menjadi landasan dalam fiqih, menunjukkan bahwa bahasan ini memiliki urgensi tersendiri.
Semua kita, siapapun kita, sangat perlu mengetahui, memahami dan berupaya memiliki adab mulia dan menjauhi adab tercela. Apalagi orang-orang yang menjadi panutan, perlu memperhatikan dan mengamalkan beragam tuntunan syariat yang terdapat dalam bab adab ini.
Ada begitu banyak ungkapan para ulama yang mengingatkan kita untuk memperhatikan adab, antara lain:
- Imam Abdullah bin al Mubarak -rahimahullâh-: “Siapa yang menyepelekan adab maka akan terhalang dari beragam sunnah. Siapa yang menyepelekan sunnah-sunnah, maka akan terhalang dari berbagai kewajiban (fardlu). Siapa yang menyepelekan kewajiban-kewajiban maka akan terhalang meraih ma’rifat”.
- Imam Ibnul Qayyim -rahimahullâh-:“Adab seseorang menjadi tanda kebahagiaan dan keberuntungannya. Sebaliknya kurang beradabnya seseorang menunjukkan kesengsaraan dan kerugiannya. Tidak ada yang begitu bernilai dalam meraih kebaikan dunia akhirat seperti adab. Tidak ada begitu berpengaruh dalam menghalangi kebaikan dunia akhirat seperti kurang beradab.
Perintah yang terdapat di bahasan Adab
Apakah perintah yang terdapat pada bahasan adab menunjukkan hukum wajib atau mandub (sunnah)? Ulama berbeda pendapat tentang masalah ini, menjadi 2 pendapat:
- Sebagian ulama berpendapat bahwa ini menunjukkan hukum mandub (sunnah). Seperti Imam Syafi’i seperti yang terdapat dalam al Ummdan ar Risalah, Ibnu Abdil Barr dalam Tamhid, Al Juwaini dalam al Burhân, ar Râzi dalam al Mahshûl, al Mardâwi dalam at Tahbîr, Al Ghazali dalam al Mustashfa, Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri. Ini yang masyhur dari mayoritas ulama.
- Sebagian ulama lain berpendapat bahwa hukumnya wajib. Seperti Zhahiriyah dan sebagian ahli hadits seperti Imam Abu ‘Awanah. Ada sebagian ulama yang menisbatkan pendapat wajib ini kepada Imam Ahmad.
Apa saja bahasan dalam Bab Adab?
16 hadits yang terdapat dalam Bab Adab dapat kita ringkaskan dalam beberapa tema berikut ini:
- Hak-hak sesama muslim
- Anjuran melihat kepada yang di bawahdalam masalah dunia
- Hakikat al birr (kebaikan)dan al itsm (dosa)
- Adab berbicara (larangan berbisik-bisik tanpa melibatkan yang lain)
- Adab bermajelis (larangan mengusir orang lain dari tempat duduknya)
- Adab makan (anjuran menjilati jari tangan setelah makan)
- Adab-adab memberisalam
- Adab memberi salam dalam rombongan
- Adab memberi salam (larangan mendahuluimemberi salam kepada orang kafir)
- Adab ketikabersin
- Adab minum (tidak minum sambil berdiri)
- Adab memakai sandal(memakai dan melepas sandal)
- Adab memakai sandal(larangan berjalan dengan satu sandal)
- Adab berpakaian (masalah isbal)
- Adab makan dan minum(makan dan minum dengan tangan kanan)
- Adab makan dan minum (larangan berlebih-lebihan)
Penamaan judul masing-masing hadits ini bukan dari penulis kitab Bulûghil Marâm, Al Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullâh-. Itu sebabnya, kita dapati beragam cetakan dan aplikasi kitab Bulûghil Marâm, membuat judul yang berbeda-beda. Namun tema umumnya, biasanya sama.
Dari kandungan hadits yang ada di bab Adab ini, kita bisa dapatkan gambaran apa yang bisa kita dapatkan dari 16 hadits tersebut.
Bagaimana status haditsnya?
Hadits-hadits dalam Bab Adab dari Kitâbul Jâmi’ yang berjumlah 16, semuanya masuk kategori hadits yang maqbul (diterima). Baik yang statusnya shahih maupun hasan. Mayoritas (14 hadits) terdapat dalam Shahih Bukhari dan atau Shahih Muslim. Selebihnya (2 hadits yaitu hadits no 8 dan 16) terdapat di luar Shahih Bukhari dan Shahih Muslim seperti dalam kitab Sunan, Musnad dan lainnya. Meski tidak terdapat di Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), tidak berarti haditsnya tidak shahih. Sebab, ada hadits-hadits hasan dan shahih yang terdapat di kitab Musnad, Sunan dan lainnya. Untuk kesimpulan status hadits-hadits ini, dari sisi shahih dan dla’ifnya, kita ambil dari penilaian para ulama yang punya otoritas di bidang ini.
Shahabat yang meriwayatkan hadits di Bab Adab.
Dari 16 hadits yang terdapat dalam Bab Adab, berikut ini nama-nama shahabat yang meriwayatkan hadits berikut jumlah haditsnya:
- Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu(8 hadits)
- Abdullah binUmar radhiyallahu’anhuma, (3 hadits)
- Ali radhiyallahu’anhu(1 hadits)
- Abdullah bin ‘Abbas radiyallahu’anhuma(1 hadits)
- Abdullah binMas’ud radhiyallahu’anhu (1 hadits)
- An Nawwas bin Sam’an radhiyallahu’anhu,(1 hadits)
- Abdullah bin ‘Amr al ‘Ashradhiyallahu’anhuma, (1 hadits)
Demikian pengantar singkat Bab Adab dari Kitâbul Jâmi’ yang terdapat di Bulughul Marâm. Mudah-mudahan bisa menjadi pengetahuan awal sebelum menyelami mutiara-mutiara yang terkandung dalam hadits-haditsnya.
Oleh: Ust. Ridwan Hamidi, Lc., M.P., M.A
(Penulis Buku “Panduan Praktis Ibadah di Bulan Dzulhijjah”, Penerima Sanad Mud, Dosen, Ketua MIUMI DIY, Wasekjen DPP WI dan Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asean)