(Teladan keteguhan iman)
Sejarah mencatat pada setiap zaman ada hamba-hamba Allah yang utama hadir menorehkan teladan bagi manusia-manusia yang datang sesudahnya. Dan kali ini satu contoh dari kalangan kaum wanita yang begitu sulit mencari tandingannya.
Seorang wanita yang memiliki segala apa yang diimpikan setiap wanita di dunia ini, betapa tidak ia adalah permaisuri dari seorang Raja yang memiliki kekuasaan yang besar, berwajah rupawan, tinggal di Istana yang megah di kelilingi kesenangan dan kemewahan. Namun lebih dari itu, semua yang dia miliki tidak menghalanginya untuk mendapatkan kedudukan yang lebih mulia disisi Allah.
Namanya Asiyah binti muzahim, istri seorang raja Mesir. Fir’aun adalah seorang Raja yang besar dan berkuasa hingga dengan kekuasaannya dia dapat berbuat sekehendaknya dan hal itu menjadikan dirinya angkuh bahkan dengan kesombongannya itu ia menganggap dirinya sebagai tuhan.
Adapun Asiyah, dia adalah sosok wanita yang lemah lembut dan berbudi pekerti yang luhur. Dalam dirinya terpancar kebaikan. Ia ditakdirkan Allah hidup pada masa Nabi Musa Alaihissalam. Ketika Nabi Musa dilahirkan, Raja Fir’aun telah mengeluarkan perintah untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir dari bani Israil, sebab ia pernah bermimpi akan datang bayi laki-laki dari kalangan Bani Israil yang kelak akan mengancam kekuasaannnya.
Suatu ketika Asiyah sedang bersantai di taman dalam istananya. Didalam taman itu mengalir sungai yang biasa dipergunakannya untuk mandi. Ketika ia sedang menikmati kesejukan air di sungai tersebut tiba-tiba ia melihat sebuah peti yang terapung dan mengalir ke arahnya hingga jaraknya begitu dekat. Dengan rasa penasaran ia memerintahkan dayang-dayangnya untuk mengambil peti itu. Alangkah terkejutnya ia ketika peti itu dibuka, didalamnya ternyata seorang bayi laki-laki yang masih merah. Naluri keibuannya membuat Asiyah begitu senang melihat bayi itu. Maka benang-benang cinta & kasih sayang dalam dirinya menggerakkan hati Asiyah untuk memiliki bayi itu.
Takkala Fir’aun mendengar perihal bayi tersebut, serta merta ia memerintahkan untuk membunuhnya, namun kekuatan cinta dan kelemahlembutan asiyah mencegah hal tersebut bahkan dia berusaha meluluhkan hati sang suami agar mau mengambilnya sebagai anak angkat. Sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an surah Al-qashash : 9
Allah membuat hati Fir’aun menjadi buta dengan kecintaannya yang sangat kepada istrinya sehingga ia mengabulkan permohonan Asiyah. Demikianlah skenario Allah subhana Wata’ala menyelamatkan bayi tersebut yang kelak menjadi seorang Nabi. Sang nabi pun tumbuh besar besar dalam kasih sayang Asiyah dan Fir’aun yang akan menjadi musuhnya.
Takkala bayi itu telah dewasa dan diangkat menjadi Nabi, ia diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan risalah tersebut kepada Fir’aun, maka Asiyah adalah orang yang segera menyambut seruan itu. Meski dihadapannya terbentang ujian yang sangat besar yaitu menghadapi kemarahan sang suami yang memusuhi Allah dan Nabinya. Dan benar saja, ketika Fir’aun mendengar apa yang disampaikan Nabi musa, amarahnya segera meluap dan memerintahkan semua rakyatnya yang mengikuti ajakan Nabi Musa agar segera dihukum dan dibunuh tak terkecuali istrinya. Ketika Fir’aun mengetahui sang istri menjadi pengikut Nabi Musa, sikapnya berubah drastis, yang semula ia begitu mencintainya kini kebencian menyelimuti hatinya. Fir’aun tidak rela orang yang paling ia cintai dan paling dekat dengannya berani menentangnya bahkan menjadi pembela sang Nabi.
Namun Asiyah adalah wanita yang teguh pendirian, keimanannya yang mantap dan kokoh membuatnya tidak bergeming. Maka Fir’aun dengan penuh kemarahan memerintahkan tentaranya menyeret Asiyah ke tempat hukuman. Tiada lagi belas kasihan dan penghormatan kepada permasuri itu, yang ada hanya siksaan demi siksaan yang terus diberikan yang tujuannya mengharapkan agar Asiyah bersedia meninggalkan ajaran Nabi Musa. Tapi semua siksaan itu sama sekali tidak menggoyahkan keyakinan Asiyah justru ia semakin bertambah tegar. Ia bahkan rela meninggalkan semua kenikmatan dunia yang mengelilinginya dan lebih memilih kemuliaan di jalan Allah. Pengorbanan yang begitu besar ini, diabadikan dalam al-qur’an dan Allah menjadikan dirinya sebagai contoh hamba yang keimanannya begitu kuat seperti dalam surah at-tahrim : 11
“
Melihat Asiyah yang tak bergeming dengan siksaan yang ditimpakan semakin membuat Fir’aun murka, tanpa berfikir lagi ia segera memerintahkan algojo untuk membunuh istrinya, dan sang istri yang tak berdaya ini pun syahid dihadapan suami dan bala tentaranya yang berdiri penuh kecongkakan dalam kekufuran. Wanita shalihah itu telah pergi menghadap Rabbnya dengan membawa keteguhan iman dan kesabarannya melalui sekian cobaan berat dalam kehidupan dunia. Meninggalkan ibrah yang akan terus di kenang dan diikuti oleh wanita-wanita muslimah di sepanjang zaman.
Maka apakah yang lebih pantas didapatkan oleh wanita mulia seperti Asiyah melainkan Syurga yang tiada bandingannya. Sebaik-baik balasan yang hanya Allah Subhana Wata’ala peruntukkan untuk hamba-hambaNya yang terpilih.
Rasulullah Sallallahu alaihi Wasallam bersabda :
Sebaik-baik wanita di semesta alam ini ada empat yaitu, Asiyah istri Fir’aun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid dan Fathimah binti Muhammad.” (HR.bukhari & At-Tirmidzy)
Sumber : Wanita-Wanita Shalihah dalam lintas sejarah Islam, Muhyiddin Abdul Hamid.