Mungkinkah ada agenda Agenda Makar dibelakang Insiden Tolikara?
Apakah insiden penyerangan terhadap muslim Tolikara saat menunaikan sholat Idul Fitri cukup dipahami sebagai perilaku intoleransi biasa, ataukah mungkin ada agenda terselubung yang bersifat makar? Dibawah ini analisa sederhana Tim Advokasi Komite Ummat Untuk Tolikara (KOMAT TOLIKARA), DR. Jeje Zaenuddin, M.Hum yang diterima redaksi via email.
1. Pangkal insiden teror terhadap muslim Tolikara adalah surat edaran Gereja Injili Di Indonesia yang bertanggal 11 Juli 2015. Esensi surat adalah larangan penyelenggaraan Shalat Idul Fitri dan pemakaian jilbab bagi muslimah dengan alasan GIDI sedang mengadakan acara seminar berskala internasional antara tgl. 13 sd 19 Juli 2015. Menurut pihak Kristen, penyerangan terjadi akibat negosiasi yang gagal karena dihadang aparat keamanan.
2. Kerukunan di Tolikara disebut sebut sebagai yang paling baik di Papua. Tapi kenapa ada pelarangan solat Ied? padahal sejak tgl 18 Juni umat muslim sudah melaksanakan puasa dan dipastikan akan berlebaran tgl 17 atau 18 juli, dan tiba tiba tanggal 11 juli 2015 GIDI mengeluarkan surat larangan menyelenggarakan perayaan Ied? Kenapa mereka membuat rencana acara yang bertabrakan dengan hari lebaran umat Islam, apakah ini terjadi karena ketidaktahuan atas hari raya muslim atau memang sesuatu yang disengajakan?
3. Jika memang para penyerang datang untuk konfirmasi, menanyakan kesepakatan, bernegosiasi, dan penyerangan terjadi spontanitas, kenapa yang datang ke lokasi shalat berjumlah begitu besar dan kebanyakan masyarakat awam bukan para peserta yg terpelajar atau para panitia dari acara seminar atau KKR saja. Lalu kenapa mesti pada hari pelaksanaan solat Ied bukan hari-hari sebelumnya.
4. Pelaksanaan Shalat Idul Fitri paling lama memakan waktu antara pukul 06 sd 08 pagi, lalu apakah sebegitu terganggu para peserta seminar, tidakkah mereka bisa memulai acara mereka setelah selesai pelaksanaan Shalat Ied jika sekiranya tidak ada rencana membuat kekacauan?
5. Korban terbesar jelas dari pihak muslim yang dipaksa bubar dari shalat dan bangunan mesjid serta ruko dan rumah terbakar, sementara para perusuh luka tembakan dari pihak aparat keamanan. Tapi kemudian ada upaya penggiringan opini bahwa kebrutalan itu terjadi disebabkan kesalahan aparat yang tidak bisa melakukan pendekatan persuasif dan dialogis dengan massa penyerang. Kini penyerang diposisikan sebagai korban kekerasan aparat dan aparat sebagai pihak yang dipersalahkan dengan tuduhan pelanggaran HAM. Sementara para penyerang dibela dari tuduhan pelanggaran HAM.
6. Dari pangkal kronologis peristiwa diatas hingga pembelaan dan pembangunan opini yang dilakukan pihak Gereja Injili Di Indobesia, nampak jelas ada upaya sistematis dan kesengajaan menciptakan potensi konflik dengan menjadikan masyarakat awam sebagai korbannya untuk suatu tujuan yang mungkin sudah diagendakan.
7. Target skenario konflik ini bisa jadi membangun ketidakpercayaan dan kebencian terhadap aparat keamanan negara dalam hal ini TNI – POLRI, dan pada akhirnya ketidakpercayaan dan kebencian terhadap Pemerintah Pusat. Mungkin juga memprovokasi kemarahan umat Islam di Indonesia untuk bertindak melakukan pembalasan sehingga membuka peluang terjadi situasi chaos yang mengundang campur tangan asing yang berpihak kepada mereka. Inikah peluang yang diciptakan Kelompok teroris seperatis Papua Merdeka?
8. Atas dasar pemaparan dan analisis di atas, maka pemerintah melalui Polri dan jika perlu Densus 88 sepatutnya melakukan pengusutan dan penahanan para aktor intelektual dari kejadian ini, yaitu para pimpinan Gereja Injili Di Indonesia utuk menelusuri kemungkinan adanya makar terhadap keutuhan dan keamanan NKRI.
Aroma Makar Dibalik Teror Tolikara
Date: