Tadabbur Ayat Pilihan 24 || Surah al-Ikhlas: 1-4
Apa Salahnya Tuhan Punya Anak?

Allah azza wajalla berfirman:

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (١) اللَّهُ الصَّمَدُ (٢) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (٣) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (٤)

“Katakanlah: “Dialah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Pelajaran:

1. Penegasan Allah kepada makhluk-makhluk-Nya bahwa Dialah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, Dialah Allah yang Maha Sempurna yang tidak membutuhkan siapapun, Dialah Allah yang Maha Sempurna yang tidak memiliki kekurangan, Dialah Allah yang Maha Sempurna yang tidak bergantung kepada siapapun bahkan seluruh makhluklah yang bergantung kepada-Nya.

2. Inilah sifat sebenar-benarnya Tuhan yang Maha Sempurna itu, Dia tidak membutuhkan siapapun. Dia tidak merasa lapar, sebab jika Dia merasa lapar berarti Dia butuh pada makanan. Dia tidak merasa takut, sebab jika Dia merasa takut berarti Dia butuh pada yang mampu melindunginya dari katakutan, Dia tidak butuh Anak, sebab jika butuh anak berarti Dia butuh tempat melampiaskan syahwat, atau butuh sesuatu yang menunjukkan sifat kekurangan.

Karena itu Allah menegaskan bahwa Dia jauh dari segala sifat kekurangan dan ketergantungan pada siapapun. Sebab semua sifat-sifat kekurangan dan sifat butuh pada sesuatu menunjukkan bahwa sesuatu yang dijadikan sebagai tuhan itu tidak layak menjadi Tuhan.

Syaikh Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:

{ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ } أي: قد انحصرت فيه الأحدية، فهو الأحد المنفرد بالكمال، الذي له الأسماء الحسنى، والصفات الكاملة العليا، والأفعال المقدسة، الذي لا نظير له ولا مثيل

Firman Allah azza wajalla “Dialah Tuhan Yang Maha Esa” maksudnya ke Esaan itu hanya terbatas kepada-Nya saja. Dialah yang Esa, yang satu-satunya memliki sifat kesempurnaan, yang memiliki nama-nama yang terbaik, sifat-sifat yang tinggi nan sempurna, perbuatan-perbuatan yang amat suci, serta tidak ada satupun yang serupa, setara dan sepadan dengan-Nya. (Tafsir as-Sa’di: 937)

3. Allah juga menegaskan bahwa satu-satunya yang pantas menjadi Tuhan adalah Dia yang mampu menciptakan segala sesuatu, yang mampu memberi makan segala sesuatu dan tidak butuh pada makanan, Dialah yang membuat hukum serta memberi hukuman bagi yang melanaggar aturan-Nya.

Dia tidak perlu menebus dosa-dosa makhluk-makhluk-Nya, karena jika Dia menebus dosa makhluk-makhluknya, berarti ada yang lebih tinggi kedudukannya, lebih mulia dan lebih pantas menjadi Tuhan daripada darinya, yaitu yang dia yang menerima tebusannya itu. Sehingga yang layak dan pantas menjadi Tuhan hanyalah yang mampu memberi ganjaran hadiah bagi yang taat padanya, siksa bagi yang melanggar perintahnya, atau ampunan bagi yang melanggar perintahnya.

Sifat menebus adalah sifat pengorbanan, yang menunjukkan adanya sesuatu yang akan menerima atau menolak pengorbanan itu. Lalu jika tuhan yang menebus, maka siapakah yang lebih mulia dan lebih terhormat yang menerima tebusannya bahkan tuhanpun menebus makhluknya padanya?

4. Tuhan tidak perlu dihukum dan disiksa oleh makhluk, karena jika demikian berarti banyak yang lebih kuat darinya. Dia tidak perlu lari dan bersembunyi karena takut, karena Tuhan itu Maha Kuat, Maha Keras Siksanya dan Maha Mulia. Oleh karena itu, ketakutan bukanlah sifat tuhan melainkan sifat makhluk.

5. Jika ditanyakan apa salahnya tuhan memiliki anak? Maka jawaban akan kesalahan itu adalah karena sifat itu adalah sifat yang menunjukkan kekurangan, sedangkan Tuhan itu harusnya Maha Kaya dan Maha Suci dari segala sifat kekurangan.

Jika tuhan memiliki anak, maka berarti sebelum anaknya lahir tuhan itu tidak sempurna, berarti ia butuh pada makanan dan minuman untuk membesarkan anaknya, ia butuh pada seorang wanita untuk menyimpan benih anaknya, ia butuh pada waktu untuk membesarkan anaknya. Sedangkan tuhan itu harusnya yang memberi rezki, yang menciptakan waktu, yang sempurna dan tidak butuh pada siapapun. Jika ada tuhan yang masih bergantung pada sesuatu, maka ia bukanlah tuhan melainkan makhluk.

Abu Ukasyah Wahyu al-Munawy

Artikulli paraprakSAFARI DAKWAH WAHDAH BALIKPAPAPAN
Artikulli tjetërDiklat Kepemimpinan Muslimah Wahdah Islamiyah Sulsel

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini