Mari bertadabbur sejenak akan keagungan firman Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Penyanyang, mengobati kesedihan dan kegundahan yang sedang kau rasa, yakinlah.

Mari bertadabbur sejenak pada sepenggal ayat yang menjadi kaidah kedua dalam kitab “Qawaid Qur’aniyyah, Khamsuna Qa’idah Qur’aniyyah Fi an-Nafsi Wa al-Hayah” yang ditulis oleh Prof. Dr. Umar Ibn Abdillah al-Muqbil hafizhahullah.

Sebelum itu, mari merenungi kisah-kisah mengagumkan di dalam al-Qur’an, sedikit lagi, kesedihanmu akan segera hilang.

Ibunda Nabi Musa ‘alaihissalam yang melempar anaknya (Nabi Musa) ke sungai Nil. Sedih, cemas, takut bahkan dada terasa amat sempit? Tak perlu kau tanya, engkau sudah bisa merasakan bagaimana perasaan seorang ibu ketika kehilangan anaknya, itu adalah perkara yang luar biasa amat menyakitkannya. Allah mengisahkannya:

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (١٠)

“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hati- nya, supaya ia Termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).”

Hampir-hampir saja ibunda Nabi Musa berteriak agar orang-orang menolong anaknya, karena takut, sedih dan kecemasannya. Namun Allah tetap menguatkannya. Kisah ini ternyata tidak berakhir dengan kesedihan, tapi berakhir dengan keindahan, kebahagian dan kemenangan yang gemilang.

Musa yang mungil itu, tidak mati karena tenggelam dalam air yang dalam, atau terhempas akibat ombak, atau dimakan oleh hewan buas di sungai itu, atau karena tak mendapat asuahan kasih sayang sang ibu. Tidak, dia tidak mati.

Allah justru membawanya pada rumah seorang raja yang hendak ingin membunuhnya, bahkan membunuh seluruh bayi laki-laki karena ramalan kelahirannya yang akan menghancurkan keadidayaannya. Ternyata, ia juga tak dibunuh olehnya, bahkan diangkat menjadi anaknya yang dikemudian hari akan menumbangkan kejemaawannya.

Renungilah kisah Nabi Yusuf dan ayahnya Ya’qub ‘alaihimassalaam, bagaimana seorang Ya’qub ‘alaihissalaam sang Nabi yang harus buta hingga putih matanya lantaran sedih hingga ia berkawan dengan tangis. Tapi kisah ini lagi-lagi tidak berakhir dengan kesedihan. Oh, sang Yusuf ‘alaihissalaam sang Nabi itu menjadi seorang bendahara kerajaan.

Seorang lelaki tua yang mulia itu juga dengan gagahnya mengatakan, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” Lalu dengan selembar kain yang diusapkan ke mata ayahnya, sang Ya’qub ‘alaihissalaam seorang Nabi itu pun kembali melihat dan bisa bertemu kembali dengan anaknya Yusuf.

Renungilah pula kisah seorang anak muda yang dibunuh oleh Khidir ‘alaihissalaam. Musa ‘alaihissalam sampai tak tega dan tau kuasa menahan tanyanya. Setega itukah ia membunuh anak itu??? Khidir pun menjawab sebagaimana dalam firman-Nya:

وَأَمَّا الْغُلامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (٨٠) فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (٨١)

“Dan adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (QS. Al-Kahfi: 80-81)

Dikau yang sedang bersedih, aku hanya mengajakmu tuk merenungilah firman Allah ini:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢١٦)

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-BAqarah: 216)

Saudaraku.
Engkau yang hari ini terpenjara dalam sedih karena bertahun-tahun belum dikaruniai seorang anak, inilah jawabannya. Mungkin saja jika engkau sudah memiliki anak, lalu dengan keberadaan anakmu engkau akan terjerumus dalam kesesatan, akibat cintamu padanya. Karena anak itu hakikatnya juga merupakan fitnah. Maka Allah tidak menginginkan kau menjauh dari jalan-Nya. Ya, Allah lebih tahu sedang engkau tidak mengetahui. Bersyukurlah

Engkau yang pada hari ini belum juga terkabul permintaanmu melalui munajat-munajat doa yang engkau panjatkan. Bukannya Allah tak sayang padamu, Allah ingin terus mendengar lirih suaramu dalam sepenggal bait-bait doa yang kau hiasi dengan air mata. Mungkin saja, ketika doamu terkabul, kau melupakan-Nya dan semakin menjauhinya. Tidakkah engkau melihat seorang Zakariya yang berdoa berpuluh-puluh tahun hingga ia mendapat anak? Dengan keajaiban Allah memberikan anak walau istrinya adalah seorang yang mandul. Bersabarlah, engkau akan mendapatkan keajaiban itu.

Engkau yang hari ini bersedih karena perjalanan hidupmu tak sesuai dengan harapanmu, tak usah berlarut dalam duka dan kecewa. Semua ini Allah atur dengan keluasan rahmat-Nya, sedang kau hanya menginginkan kesenagan yang terkalahkan oleh egomu. Bertasbihlah dan puji Dia, hatimu akan lapang.

Saudaraku, Allah tahu dan engkau tidak tahu. Allah telah menyiapkan kebahagian yang amat besar dibalik kesabaranmu, dibalik kesyukuranmu, dibalik keridhanmu akan takdir yang kau jalani. Mohon ampunlah dan serahkan semua urusanmu kepada-Nya.

Sekali lagi, Allah lebih tahu dan engkau tidak tahu.

—–

Abu Ukasyah al-Munawy
(Ketua DPD WI Palembang)

Artikulli paraprakDan Esa Pun Berbilang
Artikulli tjetërSelalu Waspada Terhadap Dosa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini