Sejenak merenungi hikmah dari perintah Allah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi asallam untuk bertasbih, bertahmid, sujud dan terus beribadah hingga datangnya kematian ketika suasana hati yang sempit melandanya, kita akan menerima dengan kelapangan hati atas keputusan dan pengaturan-Nya. Allah azza wajalla berfirman:
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ (٩٧) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ (٩٨) وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (٩٩)
Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 97-99)
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat menenangkan dan melapangkan dada, melainkan meyakini bahwa perkara yang sedang menyempitkan dada itu merupakan bagian dari tadbir (pengatuan) Allah yang dibangun atas ke maha luasan rahmat-Nya. Pada ayat ini Allah ingin meyakinkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk terus bersifat tenang, sebab semuanya berdasarkan ketetapan-Nya yang penuh dengan kasih sayang.
Oleh karena itu perintah yang pertama kali diperintahkan Allah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bertasbih, yaitu menyucikan Allah dari sifat nuqshan (sifat kekurangan), lalu meyakini bahwa pengaturan Allah atas segala perkara yang sedang dialaminya dan seluruh manusia yang menyebabkan kesempitan dada itu merupakan bagian dari pengaturan yang sempurna dan kasih sayang yang sempurna, yang tidak dipahami oleh akal manusia yang terbatas. Sebab mudah saja bagi-Nya untuk selalu membahagiakan hamba-Nya, tapi itu Allah tempatkan di surga, sedang dunia Allah jadikan sebagai tempat ujian.
Allah ingin mengajarkan agar kita tidak kecewa dengan segala bentuk pengaturan-Nya baik pada syariat-Nya yang suci atau ketetapan-Nya yang mulia. Sebab jika kecewa, hal tersebut dapat membuka jalan menuju kekufuran.
Lalu Allah memerintahkan untuk bertahmid, memuji Allah atas keagungan-Nya, keagungan penciptaan dan pengaturan-Nya. Inilah amalan yang akan semakin memantapkan hati dan melapangkannya, yang mungkin sedang diliputi atas rasa ego untuk merasakan kebahagiaan semata. Sebab dengan memujinya berarti ridha dengan ketetapan itu yang akan semakin meninggikan derajat seseorang di hadapan Allah.
Allah kemudian memerintahkan untuk sujud, yang berarti ketudunkan pada-Nya. Tidak hanya sebagai waujud ketundukan, tetapi juga sebagai bentuk permohonan pertolongan kepada-Nya akan permasalahan yang sedang dihadapi dan kesempitan dada itu, sebagaimana firman Allah azza wajalla:
واستعينوا بالصبر والصلاة
“Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan Shalat”. (QS. Al-Baqarah: 45)
Terakhir Allah menutup ayat dengan perintah untuk selalu beribadah kepada-Nya sampai datangnya kematian. Allah memerintahkan untuk selalu taat, tunduk, dan patuh padanya pada segala jenis keadaan hingga datangnya ajal.
Teruntuk dikau yang sedang merasakan kesempitan dada atas cobaan yang sedang kau rasa, kepada siapa engkau harus kecewa? Kepada pengaturan Allah kah yang penuh dengan kerahmatan-Nya, atau kepada manusia yang tak sempurna juga tercipta karena rahmat-Nya, atau kepada cobaan itu yang juga bagian dari rahmat-Nya? sebab dengannya Allah memuliakan orang-orang yang merasakan ke Maha Luasan rahmat-Nya.
Berdoalah terus dan mintalah kepada-Nya, karena sifat Kemaha Lembutan-Nya akan mengelus dadamu yang sedang sempit dan menyejukkannya, Kedermawanan-Nya akan memberikan semua yang engkau pinta, dan belas kasih-Nya akan mencukupkanmu dari seluruh gundah gulana yang engkau rasa.
Berjiwa besarlah, engkau akan bahagia.
——–
Ustadz Abu Ukasyah al-Munawy
(Ketua DPD Wahdah Islamiyah Palembang)