AL-QUR’AN SEBAGAI SOLUSI.
Refleksi Menjelang Majelis Akbar Relawan Qur’an Kota Kendari 2015
Oleh : Hasrin *)
Majelis Akbar Relawan Al-Qur’an (MARQ) insya Allah akan berlangsung di Masjid Agung Al-Kautsar Kendari pada 20 Sya’ban 1436 H atau bertepatan dengan 7 Juni 2015 M. Kegiatan yang diselenggarakan oleh DPW Wahdah Islamiyah Sultra dan Tim Gerakan Tarbiyah Al-Qur’an Nusantara (Getar Nusantara) ini menargetkan peserta sebanyak 2500 orang berasal dari kalangan masyarakat umum, mahasiswa, pelajar, pegawai negeri dan swasta serta para da’i.
Kegiatan ini diharapkan dapat menyadarkan kaum muslimin untuk kembali menjadikan Al-Qur’an yang merupakan kitab mu’jizat sebagai solusi dari segala persoalan hidup. Yang dalam aplikasinya terkumpul relawan-relawan Qur’an yang bertugas membumikan Al-Qur’an di Kota Kendari –secara khusus- sehingga terbentuk masyarakat yang beriman, Tidak ada masalah melainkan telah ada solusi. Dan tidak ada masalah kecuali Al-Qur’an telah memberikan solusinya.
Hampir setiap hari, negeri ini disuguhi masalah demi masalah. Besar maupun kecil. Semua merasakan dampaknya, baik tua maupun muda, kaya maupun yang miskin. Mulai dari konfik para pengambil kebijakan, fenomena korupsi yang tidak ada putusnya, merebaknya narkoba sampai pada puncak peredarannya dikendalikan dalam penjara, hal yang sulit diterima dengan akal sehat, memicu sebuah pertanyaan besar, ada apa dengan penjara? Belum lagi dekadensi moral yang kian menghawatirkan, prostitusi yang merajalela – sampai memunculkan reaksi untuk dibuatkan sertifikasi pelacuran – yang melibatkan para artis, mahasiswi, para remaja, dan wanita-wanita yang telah kehilangan rasa malu. Disaat yang sama kondisi ekonomi yang carut-marut, dampak kebijakan ekonomi yang tidak memihak kepada rakyat menjadikan harga kian melambung, jumlah orang miskin dan kemiskinan makin bertambah. Di sisi lain pendidikan yang seharusnya menjadi pilar perubahan, justru menghasilkan peserta didik yang merusak. Suatu fenomena terbalik dari hakikat pendidikan. Tawuran antar pelajar, gen motor yang sangat meresahkan masyarakat, pergaulan bebas, sampai pada transaksi kunci jawaban ujian nasional antara pendidik dan peserta didik. Dengan tidak mengenyampingkan dampak positif pendidikan, hampir-hampir dapat dikatakan, pendidikan hari ini melahirkan manusia yang tidak beradab (biadab).
Fenomena pemimpin yang tidak amanah, mengambil tanpa hak (korupsi), dekadensi moral, dampak riba, pendidikan yang merusak generasi dan sejumlah permasalahan hidup manusia, sebenarnya sudah tuntas penyelesaiannya dalam Islam. Hanya saja kaum Muslimin jauh dari ajaran agamanya. Jauh dari Al-Qur’an.
Jauhnya ummat Islam dari Al-Qur’an tidak lepas dari dua hal. Baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, ummat Islam “terninabobokan” dengan kenikmatan dunia (hub ad-dunya) menjadikan lupa akhirat dan takut mati. Lupa akhirat berawal dari tidak membaca dan mentadaburi al-Qur’an yang banyak memberi peringatan tentang akhirat. Pangkal dari hal tersebut adalah kebodohan. Kebodohan disebabkan jauh dari ilmu yang benar. Ilmu yang benar bersumber dari Al-Qur’an. Untuk memahami kebenaran maka harus membaca Al-Qur’an. Sebuah mata rantai permasalahan yang tidak akan putus sampai kembali menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi.
Secara eksternal, jauhnya ummat Islam disebabkan oleh upaya dari orang-orang yang tidak senang dengan Islam (Islampobia). Sebenarnya hal ini bukan yang baru dalam sejarah Islam. Sejak zaman Nabi, upaya kafir Quraisy menjauhkan masyarakat dari Al-Qur’an dilakukan secara massif. Mulai secara langsung dan terang-terangan melarang siapa saja agar jangan mendengarkan bacaan Al-Qur’an sampai pada tingkat membuat kegaduhan terhadap bacaan Al-Qur’an tersebut. Demikianlah makar mereka yang diabadikan oleh Allah ta’ala dalam surat Fushilat ayat 26.
Ayat ini sangat menarik untuk dikaji. Agar memahami strategi musuh dalam upaya menjauhkan ummat Islam dari Al-Qur’an. Dalam tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa orang-orang yang kafir berkata sewaktu Nabi membaca Al-Quran mengatakan, janganlah kalian mendengar bacaan Alquran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya yakni buatlah suara gaduh dan hiruk-pikuk untuk mengganggu bacaannya, dan mereka memang membuat hiruk-pikuk bilamana Nabi membaca Alquran (supaya kalian dapat mengalahkan) bacaannya lalu ia menjadi diam tidak lagi membaca Al-Quran.
Lebih lanjut, Syaikh As-Sa’di membongkar makar kafir Quraisy dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ucapan orang-orang kafir yang mengatakan “janganlah kalian mendengar al-Qur’an ini”, maksudnya adalah palingkan pendengaran kalian darinya, jangan sekali-kali kalian menoleh kepadanya, atau mendengarkannya, atau mendengarkan orang yang datang membawanya. Lalu jika kalian kebetulan telah mendengarnya atau kalian mendengar ajakan kepada hukum-hukumnya maka buatlah kegaduhan karena dalam ajakan mereka terkandung hal yang berbahaya. Jangan berikan kesempatan semaksimal kemampuan kalian kepada seseorang untuk membicarakan al-Qur’an itu kepada kalian.
Upaya orang-orang kafir untuk menjauhkan kaum Muslim dari Al-Qur’an masih terus berlanjut. Sampai saat ini. Meskipun datang dengan model dan cara yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama. Karena mereka sangat mengetahui, bahwa sumber kekuatan Ummat Islam ada pada kitab suci mereka. Al-Qur’an.
Dalam Konferensi Misionaris di kota Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, “Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin sebagai seorang Kristen, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlaq sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.”
Dipertegas lagi oleh Gleed Stones, mantan perdana menteri Inggris yang mengatakan bahwa: ”Tidak ada gunanya memerangi umat Islam, kita tidak akan mampu menguasainya selama Al Qur’an masih berada di dada pemuda-pemuda Islam. Tugas kita kini adalah mencabut Al Qur’an dari hati mereka baru kita menang dan menguasai mereka.
Jika peradaban Islam di Andalusia adalah mencetak generasi yang menghidupkan Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan para pakar sejarah, bahwa sudah menjadi kebiasaan kaum Muslimin saat itu, waktu Maghrib-Isya digunakan untuk membaca dan mengkaji Al-Qur’an, sampai diibaratkan oleh orang-orang yang melihat jantung kota seperti jangkrik yang bersahutan di malam hari. Menggambarkan begitu semangatnya jiwa mereka dengan Al-Qur’an. Namun, lihatlah generasi hari ini. Waktu mereka habis dengan sinetron yang tidak mendidik, konser-konser yang merusak, gaya hidup hedonisme yang menjadikan pasar-pasar lebih ramai daripada masjid dan sejumlah kenyataan lainnya. Tidak puas dengan waktu luang yan mereka miliki, waktu sholat pun mereka relakan hanya untuk memenuhi dan mengejar kepuasan hawa nafsunya.
Pada kondisi yang lain, kebenaran dibolak balik. Yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan. Ketika ummat Islam sebagai pihak yang dimenangkan, seketika ramai menyerukan atas nama kebebasan, hak asasi manusia, pluralisme, leberalisme, sekularisme dan isme-isme lainnya untuk menyerang Islam. Namun ketika ummat Islam yang dirugikan, semua bungkam tanpa bahasa.
Demikianlah realita yang terjadi, sebagai dampak jauhnya kaum Muslimin dari Al-Qur’an.
Atas dasar itulah, yang menggerakkan hati nurani para kader Wahdah Islamiyah terkhusus Wahdah Islamiyah Sulawesi Tenggara menyiapkan ajang bergensi Majelis Akbar Relawan Qur’an sekaligus merekrut masyarakat untuk tergabung dalam Relawan Qur’an untuk mengambil peran dalam menyelesaikan persoalan hidup yang menimpa kaum Muslimin di negeri ini.
Penanggung jawab umum Gema Tarbiyah Al-Qur’an Nusantara, Dr. (HC). KH. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc, MA yang juga Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah sekaligus pembicara dalam kegiatan ini menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah mu’jizat abadi yang menjadi solusi atas segala permasalahan yang dihadapi ummat manusia. Bahkan bukan hanya ummat Islam, namun termasuk di dalamnya adalah orang non-Islam. Karena jika syariat Islam ini tegak di muka bumi, maka orang di luar Islam ikut merasakan manfaatnya. Dan untuk mengembalikan hal tersebut bukanlah persoalan yang mudah. Diperlukan usaha dan kerja keras serta melibatkan banyak orang. Oleh karena itu, dibutuhkan relawan-relawan Qur’an yang mau terlibat dan berkorban untuk mewujudkan hal tersebut.
Momentum Ramadhan
Sesaat lagi, bulan Ramadhan akan tiba. Untuk kesekian kalinya, kaum Muslimin akan berjumpa dengan bulan yang mulia lagi berkah ini. Ramadhan bukanlah sekedar rutinitas tahunan. Namun hakikat Ramadhan adalah agar kaum Muslimin kembali kepada Al-Qur’an. Perintah untuk membaca, mentadaburi, mengamalkan dan mendakwahkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan semestinya memberikan dampak dan pengaruh bagi setiap Muslim, baik ketika di bulan Ramadhan maupun ketika berada di luar bulan Ramadhan.
Kemuliaan bulan Ramadhan Allah ta’ala sandingkan dengan kemuliaan Al-Qur’an. Dalam firman Allah ta’ala surat Al-Baqarah ayat 185 :
[arabic-font]شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ….[/arabic-font]
Artinya : Bulan Ramadhan adalah bulan yang diturunkan Al-Qur’an di dalamnya. Petunjuk bagi manusia, dan menjelaskan petunjuk-petunjuk tersebut dan sebagai pembeda (antara yang haq dan batil)…
Ayat di atas menujukan bahwa mulianya bulan Ramadhan karena mengikuti mulianya Al-Qur’an.
Namun ketika Allah ta’ala menyebutkan Shaum (puasa), Allah ta’ala tidak menyebutkan bulan Ramadhan. Dalam surat Al-Baqarah ayat 183, Allah ta’ala berfirman :
[arabic-font]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٨٣)[/arabic-font]
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Pada ayat di atas ketika Allah menyebutkan shaum maka Allah ta’ala tidak menyebutkan bulan Ramadhan. Padahal bisa saja Allah ta’ala berfirman : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa pada bulan Ramadhan sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Akan tetapi tidak demikian. Namun ketika Allah menyebutkan Al-Qur’an, maka Allah menyebutkan pula bulan Ramadhan. Sehingga kemuliaan bulan Ramadhan mengikuti kemuliaan Al-Qur’an.
Dapat dipahami, bahwa hadirnya bulan Ramadhan tidak semata hanya puasa, sholat tarawih, sahur dan sejumlah amalan lainnya. Bukan berarti amalan tersebut tidak penting. Akan tetapi sangat merugi, jika ada seseorang ketika masuk bulan Ramadhan tidak memperhatikan Al-Qur’an dan tidak kembali kepada Al-Qur’an.
Semestinya, semangat untuk shaum, sahur dan sholat tarwih beriringan dengan semangat untuk kembali kepada Al-Qur’an. Inilah yang banyak tidak dipahami oleh sebagian kaum Muslimin. Sebagian mereka tidak melewatkan sedikit pun kewajiban shaum, namun tidak pandai membaca Al-Qur’an. Ada yang rajin sholat tarawih, namun malas membaca Al-Qur’an.
Bulan Ramadhan adalah momentum untuk kembali kepada Al-Qur’an. Hal ini yang perlu terus di sosialisasikan dan diajarkan kepada masyarakat. Mengapa Al-Qur’an tidak dapat menjadi solusi bagi ummat Islam hari ini? Kata para ulama, karena ummat Islam melupakan Al-Qur’an. Ummat Islam banyak yang tidak peduli dengan Al-Qur’an.
Untuk itu, Wahdah Islamiyah Sulawesi Tenggara melalui Gerakan Tarbiyah Al-Qur’an Nusantara (Getar Nusantara) mengajak dan memperkuat ajakan kepada setiap Muslimin untuk kembali kepada Al-Qur’an, bukan saja kembali membaca dan mempelajarinya dari pribadi dan keluarga, tapi juga kembali untuk menjadi Relawan-relawan Qur’an mengajak orang lain belajar Al-Qur’an dan menghidupkannya sehingga Al-Qur’an dapat menyinari Provinsi Sulawesi Tenggara secara khusus dan menyinari Ummat dan Bangsa secara umum.
* Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor