(Makassar.wahdah.or.id)- Selang dua bulan jelang Muktamar III Wahdah Islamiyah (WI) yang rencananya akan digelar di Jakarta Juli mendatang, berbagai kegiatanpun dihelat untuk memeriahkan muktamar tersebut. Salah satunya adalah Seminar Peradaban yang mengusung tema “Mewujudkan Indonesia Damai dan Berperadaban dengan Islam yang Wasathiyah”.
Kegiatan ini digelar pada Sabtu (28/5) di Gedung Graha Pena lt. 2. Hadir sebagai narasumber, Dr. Adian Husaini dengan materi Mewujudkan Indonesia Damai dan Berperadaban. Sementara Ustadz Ilham Jaya, Lc., M.A. selaku narasumber kedua membawakan materi tentang Islam yang Washathiyah.
Dalam makalahnya, Dr. Adian Husaini banyak menguraikan tentang makna kata adab. Menurutnya, kata adab bahkan telah tercantum dalam Pancasila, sila kedua, yaitu: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Masuknya istilah “adab” dalam Pancasila ini merupakan indikasi kuatnya pengaruh Islamic worldview (pandangan alam Islam).
Dalam rumusan Pembukaan UUD 1945, di mana terdapat rumusan Pancasila. Indikasi yang lebih jelas tentang kuatnya pandangan alam Islam pada rumusan Pancasila adalah terdapatnya sejumlah istilah kunci dalam Islam lainnya, seperti kata adil, hikmah, daulat, wakil, dan musyawarah.
“Dengan mencermati berbagai rumusan sila kedua yang pernah diusulkan atau dicantumkan dalam beberaa Konstitusi RI, tampak bahwa dua istilah “adil” dan “adab” ini jelas berasal dari kosakata Islam, yang memiliki makna khusus (istilaahan) dan hanya bisa dipahami dengan tepat jika dirunut pada pandangan-dunia Islam.
Kedua istilah tersebut jelas tidak ditemukan dalam tradisi Indonesia asli, sebelum kedatangan Islam. Adil adalah istilah “khas” yang terdapat dalam banyak sekali ayat al-Quran,” jelas Wakil Ketua MIUMI ini.
Ustadz Adian kemudian menguraikan makna dan kedudukan adab dalam Islam. Bagaimana para ulama terdahulu mengajarkan anak-anak mereka beradab terlebih dahulu sebelum mereka menuntut ilmu. Pendiri INSIST ini mencontohkan perkataan salah seorang ulama salaf, “Bergaullah engkau dengan para fuqaha serta pelajarilah adab mereka. Sesungguhnya yang demikian itu akan lebih aku cintai daripada banyak hadits.” “Bangsa Indonesia tidak mungkin akan menjadi bangsa besar jika mengabaikan tradisi ilmu yang benar sebagaimana digariskan dalam al-Quran ini,” imbuh Ketua Program Studi Doktor Pendidikan Islam Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor ini.
Jika budaya santai, budaya hedonis, budaya jalan pintas, terus dikembangkan, maka hanyalah mimpi saja untuk berangan-angan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar yang disegani dunia. Dalam perspektif Islam, manusia beradab haruslah yang menjadikan aktivitas keilmuan sebagai aktivitas utama mereka. Sebab soerang Muslim senantiasa berdoa, ”Rabbi zidniy ’ilman” (Ya Allah, tambahkanlah ilmuku).
Lebih dari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan doa, agar ilmu yang dikejar dan dimiliki seorang Muslim adalah ilmu yang bermanfaat. Hanya dengan ilmulah, maka manusia dapat meraih adab, sehingga dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah konsep adab sebagaimana dipahami oleh kaum Muslim (SQ/ed:sym).
subhanallah pendapat ustadz adian sarat dengan nasehat yang lembut dan pemersatu umat khususnya Indonesia yang saat ini sedang dilanda perpecahan antar bangsanya.