Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia di atas fitrah yang suci, menjadikan mereka bermacam-macam tabiat dan kebiasaan, serta menjanjikan syurga yang kekal bagi mereka yang ta’at dan tak menuruti hawa nafsunya. Semoga rahmat dan keselamatan senantiasa tercurah kepada suri tauladan kita Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, para keluarga dan sahabat beliau, amiin.
Ketahuilah saudara(i)ku yang budiman, seorang muslim yang baik mengetahui dan menyadari bahwa kebahagiaannya yang hakiki di dunia dan di akhirat terletak pada sejauh mana dia menempa pribadinya hingga menjadi manusia yang matang, membersihkan segala penyakit jiwa dan hati, mensucikan amalan serta menerapkan ajaran agama islam secara kaaffah dan istiqomah. Sebagaimana ia tahu bahwa penyesalan dan kerugian yang sebesar-sebesarnya adalah ketika ia tak mensucikan diri, amalan, keyakinannya dan justru mengotori serta menjejalinya dengan keburukan wal ‘iyaadzu billah.
Allah ta’ala berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا (10)
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”(As Syams 9-10).
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Artinya : “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”(Al ‘Ashr 1-3).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Setiap ummatku pasti akan masuk syurga kecuali mereka yg enggan”, lalu para sahabat bertanya “dan siapakah mereka yg enggan masuk syurga wahai rasulullah?”, Maka Nabi menjawab “siapa yg mentaatiku maka ia akan masuk syurga dan siapa yg ingkar padaku maka ia akan masuk neraka”(HR Bukhori 7280)
Sebagaimana seorang muslim juga tahu bahwa diantara hal yang dapat mensucikan jiwa dan hatinya adalah keimanan dan amal sholeh yang baik, dan segala yang bertolak belakang dari keimanan dan amal sholeh maka hal tersebut dapat merusak kesucian jiwanya. Allah berfirman :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِّنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ (114)
Artinya : ” Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”(Huud 114).
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14)
Artinya : “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka”(Al Muthaffifiin 14).
Maka kebersihan hati sepantasnya selalu dijaga oleh seorang muslim, dan berhati-hati dari segala sebab yang dapat mengotorkan hati dan amalan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
Artinya : “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”(As Syu’araa 88-89).
Pertanyaannya adalah siapakah yg mampu membersihkan diri dan jiwa kita selain diri kita sendiri yang mengetahui tabiat dan fitrah kita masing-masing? Karenanya kita wajib untuk selalu memilah dan memilih adab-adab yang dapat mensucikan jiwa kita, membantu kita agar lebih dekat kepada Allah yang maha kuasa, serta meninggalkan segala perkataan dan perbuatan yang buruk, adab yang tak disukai dan diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Adab-adab seorang muslim atas pribadinya :
1. Bertaubat.
Inilah adab yg paling pertama yang selalu kita kedepankan dan kita perhatikan. Jiwa yang kita miliki selalu ditempa oleh maksiat dan kesalahan. Jiwa kan hitam tak bercahaya disebabkan dosa dan pelanggaran, makanya berhenti melakukan dosa denga penuh penyesalan atas apa yang kita lakukan, serta berazam untuk tak terjatuh kembali pada dosa yang sama adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan karat dosa dari dalam jiwa. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”(At Tahriim 8).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah, sungguh aku bertaubat kepada Allah sebanyak 100x dalam sehari”(HR Ibnu hibban 929).
“Barangsiapa yang bertaubat kepada Allah sebelum hari kiamat maka Allah akan menerima taubatnya”(HR Muslim 2703).
Beliau juga bersabda dalam sebuah hadits :
“Sungguh Allah sangat bahagia terhadap taubatnya seorang mukmin melebihi kebahagiaan seorang musafir bersama hewan(kendaraannya, diatasnya terdapat makanan dan minuman) di padang yang membinasakan, lalu orang itu tertidur sedang hewannya pergi entah kemana. Ia mencarinya hingga kehausan namun tak menemukan hewannya, ia kemudian bergumam “Aku akan kembali ke tempat tadi dan tidur sambil menanti ajalku”. Namun ketika ia terbangun dari tidurnya kembali, ia telah melihat hewan, makanan dan minumannya kembali. Maka Allah lebih bahagia dibandingkan kebahagiaan orang tersebut”(Muttafaq ‘alaihi).
2. Muraqabatu An-nafs.
Hendaknya seorang muslim selalu berusaha semampunya untuk merasa bahwa ia senantiasa diawasi oleh Allah ‘azza wa jalla, setiap perbuatan dan perkataannya tak luput dari pandangan Allah, hingga ia menjadi yakin bahwa Allah selalu bersamanya dan mengetahui seluruh apa yang ia rahasiakan. Karenanya, jiwanya akan selalu tenang dengan mengingat Allah, merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, serta menikmati kelezatan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Keadaan yang seperti inilah maksud firman Allah :
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
Artinya : ” Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan”(An Nisaa 125).
وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ ۗ وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ (22)
Artinya : “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”(Luqman 22).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits jibril yang masyhur : “Al-Ihsaan adalah hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, namun bila kamu tak sanggup maka yakinlah bahwa Allah melihatmu”(Muttafaq ‘alaihi).
Demikianlah seorang muslim yang senantiasa merasa bahwa dirinya terus diawasi oleh Allah, hatinya kokoh dan tak mudah goyah oleh perkara dunia yang sepele. Ia benar-benar telah berpegang kepada tali yang sangat kuat yang takkan pernah putus.
Disebutkan bahwa para salafussholih rahimahumullah selalu berjuang untuk menjadi hamba Allah yang terdekat kepada-Nya. Suatu ketika Junaid rahimahullah pernah ditanya tentang sebab sehingga seseorang sanggup menahan pandangannya? Maka beliau berkata “keyakinan hatimu bahwa Allah yang maha kuasa lebih dahulu melihatmu sebelum kamu sempat melihat apa yang Allah haramkan darimu”.
Sufyaan at tsaury pernah berkata : “Hendaknya kamu selalu merasa diawasi oleh Allah yang tak luput dari-Nya sesuatupun”.
Ibnul mubarak rahimahullah pernah berkata kepada seseorang “Merasalah bahwa kamu diawasi oleh Allah”. Orang tersebut bertanya caranya bagaimana?, beliau menjawab “Anggaplah bahwa seakan-akan kamu melihat Allah disepanjang hidupmu”.
3. Muhasabah
Dalam segala usaha dan jerih payah seorang hamba guna meraih kebahaigiaan di dunia dan akhirat, mendapatkan kenikmatan yang hakiki di dalam syurga dan keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala, hendaknya seorang muslim
1. Selalu melihat kewajiban-kewajibannya ibarat seorang pedagang melihat kepada modal usahanya.
2. Melihat ibadah-ibadah nafilah/sunnahnya ibarat seorang pedagang melihat kepada keuntungan harian dari perniagaannya.
3. Melihat dosa dan kesalahan sebagaimana kerugian seorang pedagang dalam usahanya.
Lalu ia duduk menyendiri di sore atau malam harinya guna melakukan muhasabah atas apa yang telah ia lakukan selama sehari, bila ia meninggalkan kewajiban maka ia mencerca dirinya dan bertaubat kepada Allah. Bila kewajiban tersebut dapat diqodho maka ia qodho, namun bila tidak maka ia menambalnya dengan memperbanyak ibadah-ibadah sunnah. Jika ia melihat ada kekurangan dalam ibadah wajibnya maka ia menutupinya dengan kebaikan yang lainnya. Bila ia terjatuh dalam dosa dan salah, maka ia segera bertaubat kepada Allah, menyesal, dan mengerjakan kebajikan agar dosanya diampuni oleh-Nya.
Demikianlah seorang muslim memuhasabah dirinya. Tak pernah merasa minder dan malu, justru selalu jujur dan semangat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dirinya. Sungguh, keberanian diri untuk mau melihat kesalahan sendiri adalah inti dari usaha kita guna mensucikan dan membersihkan jiwa dan hati.
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Al Hasyr 18).
Ayat di atas merupakan dalil yang sangat jelas memerintahkan kita untuk memuhasabah apa saja yang telah kita perbuat di dunia ini, agar dapat kita perbaiki di masa yang akan datang guna meraih kebahagiaan akhirat.
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)
Artinya : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”(An Nuur 31).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah, sungguh aku bertaubat kepada Allah sebanyak 100x dalam sehari”(HR Ibnu hibban 929).
Disebutkan bahwa Umar bin khattab pernah berkata “Hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dihisab di hari kiamat”.
Diriwayatkan pula bahwa ketika kebun Abu tolhah radiyallahu ‘anhu menyibukkan dirinya dari ibadah sholat, ia lalu menyedekahkan kebunnya di jalan Allah. Dan hal ini sebagai bentuk muhasabahnya atas diri beliau.
Suatu ketika seorang sholih berjalan melalui sebuah kamar, lalu ia bergumam “kapan kamar ini dibangun?”, maka iapun berkata kepada dirinya “kamu ini berkata pada hal yang tak ada manfaatnya, sungguh saya akan berpuasa setahun lalu ia melakukannya.
Demikianlah generasi salaf dari ummat ini, selalu berusaha menegakkan kebenaran dan menyalahi keburukan. Senantiasa beriltizam di atas kebajikan dan mencela diri mereka atas kesalahan dan kemungkaran, hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ (41)
Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”(An Naazi’aat 40-41).
Sekian.
(Disadur dan diterjemahkan oleh Abu Aqilah Altofunnisa dari kitab Jaami’ul Aadab Al Islamiyyah dengan sedikit pengurangan dan penambahan).