Berdo’a merupakan kebutuhan setiap hamba kepada Tuhannya. Karena do’a merupakan salah satu bentuk interaksi manusia dengan Allah.
Sebagai bentuk interaksi dengan Dzat yang maha mulia, maka do’a hendaknya dilakukan dengan penuh adab dan etika. Bukan dengan cara meminta yang seolah memaksa tanpa etika.
Tulisan ini menjelaskan secara singkat beberapa adab yang hendaknya diperhatikan saat berdo’a.
- Bertauhid
Seorang yang berdo’a hendaknya mengimani tauhid (kemahaesaan ) Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang disertai pengamalan. Karena syarat terkabulnya do’a adalah seorang hamba yang berdo’a menyahuti perintah Allah dengan mematuhi perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون.
“Jika engkau ditanya oleh hambaKu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan do’a orang yang berdo’a saat berdoa’a kepadaKu. Hendaknya mereka memenuhi perintahKu dan beriman kepadaKu agar mereka memperoleh petunjuk”. (Qs. Al-Baqarah ayat 186).
- Ikhlas
Do’a harus dilandasi oleh keikhlasan kepada Allah. Ikhlas dalam arti memita hanya kepada Allah disertai keyakinan, hanya Allah yang dapat mengabulkan permintaan tersebut. Do’a juga harus dilakukan dengan ikhlas kepada Allah karena do’a termasuk ibadah. Sementara syarat diterimanya ibadah adalah ikhlas karena Allah. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء
“Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amalan kepadaNya”. (Qs. Al-Bayyinah:5).
- Memohon dengan Asmaul Husna
Dianjurkan berdo’a dengan nama-nama Allah yang maha indah (asmaul husna). Sebagaimana hal ini diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an;
ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها وذروا الذين يلحدون في أسمائه ) الأعراف/180 .
“Kepunyaan Allah lah nama-nama yang maha indah, maka berdoalah kepadaNya dengan nama-nama tersebut, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam nama-namaNya”. (Qs. Al-A’raf:180).
- Memuji kepada Allah
Rasulullah shallallau ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar do’a hendaknya diawali dengan pujian dan sanjungan kepada Allah. Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Fadhalah bin Ubaid, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk, tiba-tiba seorang laki-laki masuk lalu shalat kemudian mengatakan;
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
Ya Allah ampuni dan rahmati aku
Maka Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam mengatakan;
عَجِلْتَ أَيُّهَا الْمُصَلِّي ، إِذَا صَلَّيْتَ فَقَعَدْتَ فَاحْمَدْ اللَّهَ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ، وَصَلِّ عَلَيَّ ، ثُمَّ ادْعُهُ
“Anda terburu-buru wahai mushalli (orang yang shalat). Jika kamu shalat dan telah duduk, pujilah Allah dengan pujian yang Dia berhak atas pujian tersebut, kemudian bershalawatlah kepadaku, lalu berdo’alah”!
Dalam riwayat lain berbunyi;
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ
“Jika salah seorang dari kalian shalat hendaknya dia mulai dengan pujian dan sanjungan kepada Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi, selanjutnya berdoalah dengan apa yang dia kehendaki”.
Fudhalah melanjutkan, “kemudian setelah itu datang dan shalat orang lain, lalu dia memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan;
أَيُّهَا الْمُصَلِّي ، ادْعُ تُجَبْ ) صححه الألباني في “صحيح الترمذي” (2765 ، 2767(
“Wahai mushalli, berdo’alah doamu akan dikabulkan”. (Dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi).
- Bershalawat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menganjurkan untuk mengawali do’a dengan bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;
كل دعاء محجوب حتى تصلي على النبي صلى الله عليه وسلم
“Setiap do’a terhijab hingga disertai shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 1/220 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih al-Jami, 4399).
- Menghadap Kiblat
Dianjurkan menghadap kiblat saat berdoa. Imam Muslim meriyawatkan dari Umar bin Khatbah radhiyallahu ‘anhu, ‘Pada hari perang Badar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang kepada orang-orang musyrikin yang berjumlah seribuan, sementara sahabat beliau 319 orang. Beliau menghadap kiblat kemudian membentangkan ke dua tangannya seraya bermunajat kepada Rabbnya dengan mengatakan;
اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي ، اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي ، اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإِسْلامِ لا تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ ) فَمَا زَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ . . . الحديث .
Imam Nawawi mengatakan, “hadits ini menunjukkan dianjurkannya menghadap kiblat dengan mengangkat tangan saat berdo’a.