ABUL ASWAD AD-DU’ALIY SANG PENGGAGAS ILMU NAHWU

Date:

Bahasa Arab Masih Murni

Pada mulanya penduduk Arab pada jasa jahiliyah dari turun temurun secara alami berbicara dengan bahasa Arab yang fasih tanpa menggunakan kaidah bahasa arab seperti yang ada sekarang. Mereka belum mengenal istilah ilmu Nahwu, Shorof, Balaghah, dan sebagainya. Semuanya mengalir begitu saja. Dari lahir sampai wafat mereka selalu berbahasa Arab dan tidak mengenal bahasa lain. Sehingga tidak ada kesalahan dalam tata bahasa mereka. Bahkan bahasa Arab yang paling murni adalah pada zaman mereka. Karena mereka merasa cukup dan mengisolasi diri dari kehidupan serta kenikmatan hidup dengan segala bentuk kemewahan yang dimiliki oleh bangsa Romawi, bangsa Persia dan bangsa-bangsa yang lainnya yang sangat maju pada saat itu.

Bahasa Mulai Tercemar

Ketika Agama Islam telah tersebar, khususnya pada zaman Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, banyak negara-negara dibebaskan dari jeratan penjajah kuffar kemudian berada di dalam perlindungan kaum Muslimin. Maka secara otomatis bercampurlah kehidupan mereka dengan bangsa lain, yang mewajibkan mereka sering berinteraksi, belajar bahasa asing, bahkan tidak jarang yang menikah dengan bangsa selain Arab. Hal ini akhirnya menimbulkan pergeseran dalam pengucapan bahasa Arab baik dari sisi kaidah, susunan bahasa, maupun harakat yang sangat urgen yang bisa merubah makna.

Contoh-contoh kesalahan fatal yang terjadi;

Pertama:

Pada suatu hari Umar bin Khattab radhiyallahu anhu berjalan pada sekumpulan orang yang sedang berlatih memanah kemudian mereka mengatakan :

إنا قوم متعلمين

Padahal yang benar adalah :

إنا قوم متعلمون

“Sesungguhnya kita adalah orang yang terpelajar.”

Kemudian beliau mendekati sekelompok orang tersebut kemudian mengatakan:

والله لخطؤكم في لسانكم أشد من خطئكم في رميكم

Demi Allah kesalahan pada lisan kalian lebih berbahaya dari kesalahan kalian pada bidikan anak panah kalian

Kedua:

Ibnu Qutaibah radhiyallahu anhu pernah mendengar salah seorang a’jami (non Arab) yang mengumandangkan adzan

أشهد أن محمدا رسولَ الله

“Asyhadu Anna Muhammadan rosulallahi

Seharusnya :

أشهد أن محمدا رسولُ الله

Rosulullahi.

Kemudian beliau berkata: “Celakalah, apa yang baru kamu katakan!”

Ketiga:

Ada seseorang yang mengirim surat kepada Umar bin Khattab radhiyallahu anhu dan didapatinya banyak tulisan yang salah. Maka Umar bin Khattab membalas surat tersebut agar penulisnya diberi hukuman berupa cambukan.

Keempat:

Kesalahan datang dari putri Abul Aswad Ad-Du’aly radhiyallahu anhu sendiri ketika pada malam hari berjalan bersama:

ما أجملُ السماء

Maa ajmalu as sama’

“Apa yang Indah dari langit itu?”

Abul aswad menjawab:

النجم

“Bintang”

Putrinya menjawab :

إنما أريد التعجب وليس السؤل

“Sesungguhnya saya tidak ingin bertanya tapi saya terkagum“.

Kalau begitu katakan :

ما أجملَ السماء

Maa ajmala as sama’

“Betapa indahnya langit itu”.

Kelima:

Pada zaman Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ada seseorang yang membaca surat at taubah ayat ketiga.

إن الله بريؤن من المشركين ورسولِه

Innallaha bariiun minal musyrikuna wa rosulihi

Seorang a’rabi yang fasih mendengar ayat tersebut dan kaget

“Apa? Sekarang Allah berlepas dari dari Rasul-Nya?”.

Padahal yang benar adalah:

أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهُ ۚ

“Bahwasanya Allah dan RasulNya telah berlepas diri dari orang-orang Musyrik“.

Mulai Bermuhasabah dan Mengambil Tindakan

Akhirnya pada zaman Khalifah Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu Abul Aswad menghadap dan mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran berbahasa, bahkan kerusakan yang banyak dan fatal di hampir seluruh negri Arab. Akhirnya khalifah memerintahkan kepada Abul Aswad Ad-Du’aly Radhiyallahu anhu agar membuat kaidah tata bahasa Arab.

Dialah bapak nahwu Abul Aswad Ad-Du’aly Radhiyallahu anhu. Beliau merupakan penggagas ilmu Nahwu pertama kali dan pakar bahasa Arab dari Bani Kinanah yang dijuluki sebagai bapak bahasa Arab.

Nama aslinya adalah Zhalim bin Amr, lebih dikenal dengan julukannya Abu Al-Aswad Ad-Du’ali (atau Ad-Dili), orang yang diambil ilmunya dan yang memiliki keutamaan. Beliau juga merupakan seorang hakim di kota Bashrah (sekarang Iraq).

Dia dilahirkan pada masa kenabian Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Ia dianggap sebagai orang yang pertama kali mendefinisikan tata bahasa Arab. Dan yang pertama kali meletakkan titik pada huruf Hijaiyah.

Al-Jahizh berkata, “Abu Al-Aswad adalah pemuka dalam tingkat sosial manusia. Dia termasuk kalangan ahli Fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria berkuda, pemimpin, orang cerdas dan ahli Nahwu”

Beliau meninggal karena wabah ganas yang terjadi pada tahun 69 H (670-an M) dalam usia 85 tahun rahimahullah rahmatan wa’siah.

________________

Yoshi Putra Pratama

(Mahasiswa UIM KSA)

Sumber:

Kitab Nasy’atu an-Nahwi wa tarikh asyhari an-Nuhat[i], karya syaikh Muhammad At- Tanthawi rahimahullah.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Tutup Mukernas XVII Wahdah Islamiyah, Ustaz Zaitun Rasmin: Terima Kasih Bapak Prabowo Kami Doakan Bapak Sehat Selalu

MAKASSAR, wahdah.or.id - Mukernas ke-XVII Wahdah Islamiyah yang digelar...

Pendidikan Karakter Membangun Generasi Emas 2045: Komitmen Wahdah Islamiyah Mendukung Program Mendikdasmen RI

MAKASSAR, wahdah.or.id - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik...

Ketua Komisi 7 DPR-RI Ajak Wahdah Islamiyah Aktif di Politik untuk Kesejahteraan Umat

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Komisi & Dewan Perwakilan Rakyat...

Wahdah Islamiyah Perluas Jangkauan Dakwah di 253 Daerah Indonesia dan 5 Negara Di Dunia

MAKASSAR, wahdah.or.id - Wahdah Islamiyah, organisasi dakwah yang terus...