Fikih Salat Duduk dalam Salat Sunah

Date:

Oleh: Maulana La Eda, Lc., MA.

1-Wajib hukumnya salat dengan berdiri (qiyam) dalam salat wajib karena ia adalah rukun salat dalam salat wajib, kecuali bila tidak mampu. Namun dalam salat sunah, qiyam atau berdiri ini hukumnya cuma sunah, bukan wajib. Artinya; seorang muslim dibolehkan salat dengan duduk meskipun ia mampu berdiri. Imam Ibnu Abdil-Barr rahimahullah berkata: “Para ulama telah berijmak bahwa qiyam dalam salat fardhu itu hukumnya pengharusan secara wajib, bukan secara pilihan. Juga berijmak bahwasanya orang yang melakukan salat sunah diberikan pilihan untuk salat berdiri (atau duduk).” (At-Tamhid: 1/133).

2-Dalil bolehnya salat sunah dengan duduk meskipun mampu berdiri adalah salatnya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam hadis Aisyah radhiyallahu’anha yang mengisahkan: “… Ketika beliau (Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam) sudah agak tua, beliau salat (qiyamullail) dengan cara duduk…”. (HR Bukhari: 4837). Tentunya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tetap mampu berdiri, hanya saja karena agak melelahkan, maka beliau pun salat secara duduk.

3-Dalam salat sunah berjamaah seperti tarawih atau tahajud; seorang makmum boleh salat dengan duduk di belakang imam yang berdiri. Ibnu Abdil-Barr rahimahullah berkata: “Para ulama telah berijmak bolehnya (makmum) salat secara duduk di belakang imam yang salat berdiri dalam pelaksanaan salat sunah (berjamaah).” (Al-Istidzkar: 5/389). Ijmak para ulama ini juga dinukil oleh Ibnu Hazm (Al-Muhalla: 2/95), Ibnu Qudamah (Al-Mugni: 2/567), dan An-Nawawi (Syarah Shahih Muslim: 6/253).

4-Dalam salat sunah, tidak boleh melakukannya dengan berbaring kecuali bila tidak mampu salat duduk, karena tidak ada dalil tentang hal ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Salat sunah dengan berbaring (tanpa uzur) adalah amalan bid’ah yang tidak dilakukan oleh para salaf rahimahumullah.” (Al-Fatawa: 23/242). Ijmaknya para salaf tentang tidak bolehnya salat sunah dengan berbaring bagi yang mampu berdiri dan duduk ini juga ditegaskan oleh Al-Khaththabi (Ma’aalim As-Sunan: 1/225), Ibnu Baththal (Syarah Shahih Bukhari: 3/102) dan Ibnul-Qayyim (Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikiha: 132).

5-Tata cara duduk dalam salat sunah ini adalah bebas, tidak diwajibkan untuk duduk dengan posisi tertentu. Muhammad Ibnu Nashr Al-Marwazi dan Ibnul-Mundzir rahimahumallah menyatakan bahwa tata cara duduk dalam salat duduk itu tergantung yang mudah bagi yang melakukannya, tidak ada posisi khusus. Artinya; boleh baginya salat duduk dengan bersila, atau menegakkan dua lututnya, atau seperti duduk di antara dua sujud (dalam membaca Al-fatihah dan surat), atau bersandar; karena semua tata cara duduk ini sudah dilakukan oleh para salaf. (Lihat: Mukhtashar Qiyaam Al-Lail: 202, dan Al-Awsath: 4/376).

6-Telah ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dalam As-Sunan Ash-Shugra bahwa Aisyah radhiyallahu’anha berkata: “Saya melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam salat duduk dengan bersila.” Akan tetapi hadis ini daif, karena Hafsh bin Giyas (salah satu rawi dalam sanad hadis ini) tersalah dalam meriwayatkannya, sebagaimana dijelaskan oleh An-Nasai dalam Sunannya (1661). Sebab itu, Ibnu Nashr berkata: “Tidak ada hadis sahih yang menjelaskan tata cara duduk (dalam salat duduk) dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam.” (Mukhtashar Qiyaam Al-Lail: 202).

7-Pahala salat sunah secara duduk ini adalah setengah dari pahala salat sunah secara berdiri. Sebagaimana dalam hadis ‘Imran bin Hushain radhiyallahu’anhu: “Siapa yang salat duduk, maka baginya setengah pahala salatnya orang yang salat berdiri.” (HR Bukhari: 1115). Adapun bila ia memang sakit dan tidak mampu berdiri, maka pahala salat sunahnya secara duduk adalah sempurna, sama dengan pahala salat sunahnya orang yang berdiri sebagaimana dalam hadis Abu Musa radhiyallahu’anhu: “Bila seorang hamba sakit atau musafir, maka ia akan dituliskan baginya (pahala amalan) yang dahulu ia amalkan secara kontinyu saat mukim atau sehat.” (HR Bukhari: 2996)

8-Dalam Sahih Muslim (735) dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Salatnya seseorang dengan duduk adalah setengah dari salat (berdiri).” Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Hadis ini dibawa pada pemahaman sebagai pelaksanaan salat sunah dengan duduk dengan adanya kemampuan untuk salat berdiri. Orang ini mendapatkan setengah pahala dari pahala salatnya orang berdiri. Adapun bila ia salat sunah dengan duduk lantaran tidak mampu salat berdiri, maka pahalanya tidak berkurang setengah, bahkan pahalanya sempurna seperti ia salat berdiri.” (Syarah Sahih Muslim: 6/14).

9-Salat sunah dengan duduk ini boleh dilakukan di atas kendaraan. ‘Aamir bin Rabi’ah mengisahkan: “Saya melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam salat sunah (secara duduk) di atas kendaraannya, beliau mengisyaratkan kepalanya ke arah mana saja kendaraannya menghadap (ketika rukuk dan sujud). Dan beliau sama sekali tidak melakukan itu dalam salat wajib.” (HR Bukhari: 1097)
(Rujukan: Buku: Masaail Shalaatil-Lail).

Semoga bermanfaat. Aamiin. Wassalaam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_img

Popular

More like this
Related

Ustadz Yusran Anshar Sebut Dakwah dan Tarbiyah Adalah Jihad yang Utama Sekarang

MAKASSAR, wahdah.or.id - Ketua Dewan Syariah Wahdah Islamiyah Ustaz...

Hadiri Mukernas XVI Wahdah Islamiyah, Prof Waryono Dorong LAZ Lebih Optimal dalam Gerakan Zakat dan Wakaf

MAKASSAR, wahdah.or.id – Prof Waryono Abdul Ghafur, selaku Direktur...

Kepala BKSDN Kemendagri: Wahdah Islamiyah Wujud Representasi Civil Society, Jembatan Umat dan Pemerintah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri...

Dukung Kemerdekaan Palestina, Wahdah Sulsel dan WIZ Pasangkayu Donasi Milyaran Rupiah

MAKASSAR, wahdah.or.id - Perang antara pejuang Palestina dan Israel...